Manado, BeritaManado.com — Tiga kandidat kepala daerah meninggal dunia akibat Covid-19.
Mereka adalah Kena Ukur Karo Jambi Surbakti Bakal calon (balon) Bupati Karo Sumatera Utara, H Muharram balon Bupati Berau, dan Adi Darma Calon Wali Kota Bontang.
Menanggapi kondisi ini, Dosen Kepemiluan di FISIP Universitas Sam Ratulangi, Ferry Liando menilai Pilkada 2020 menjadi ujian terberat bagi demokrasi.
Menurut Ferry Liando, melaksanakan pemilihan serentak berbarengan dengan pademi Covid-19 bukan hal mudah, apalagi jika kualitas menjadi target.
Dikatakan, melarang kampanye di ruang berskala besar mengindikasikan bahwa kriteria berdemokrasi sangat dibatasi.
Selain itu kata Liando, membatasi kehadiran 50 orang dalam kampanye sebagaimana PKPU Nomor 13 tahun 2020 tidaklah efektif bagi hak-hak publik khususnya dalam mengetahui visi, misi dan program pasangan calon.
“Dan kampanye dalam jaringan atau virtual, tak mungkin dapat menjangakau semua kalangan. Tetapi, pembatasan berdemokrasi ini harus dilakukan karena ada semacam paksaan, di mana pilkada mesti berjalan walau dalam ancaman virus,” jelas Liando kepada BeritaManado.com, Minggu (4/10/2020).
Ferry menegaskan, protokol demokrasi menjadi korban karena masyarakat dipaksa patuh dengan protokol kesehatan.
Ia pun khawatir, target KPU dengan partisipasi pemilih 77,5 persen sulit terwujud.
“Bisa jadi banyak pemilih takut ke TPS. Namun, target ini bisa terpenuhi sepanjang pemerintah dan KPU bekerja keras menyakinkan publik soal kenyamanan dalam memilih. Ingat, keselamatan dan kesehatan masyarakat adalah hukum tertinggi,” tegasnya.
Sebenarnya, tambah Liando, tidak mesti menunggu kapan Covid-19 berakhir baru melaksanakan pilkada.
Namun, hanya memastikan waktu ideal saja.
“Artinya pilkada tetap berjalan namun kesehatan dan kualitas demokrasi dijamin. Pemerintah mengumumkan vaksin akan digunakan awal 2021. Jika demikian, berarti ada jaminan tak akan ada penularan,” ujarnya.
Ia menambahkan, waktu tepat pilkada adalah ketika masyatakat mulai beradaptasi dengan protokol kesehatan.
“Perlu dibangun kedisiplinan dan kesadaran. Korea Selatan bisa menggelar pemilu karena masyarakat di sana bukan berkarakter kepala batu. Selain itu, pilkada lebih mantap apabila kondisi keuangan negara sudah stabil,” tandasnya.
(Alfrits Semen)