Manado, BeritaManado.com – Akhir tahun 2017 ini Ombudsman RI memberikan “kado istimewa” bagi Pemerintahan Provinsi Sulawesi Utara di bawah kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw, yakni zona merah, predikat kepatuhan rendah memenuhi standar pelayanan publik.
Anggota DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk, menilai zona merah pelayanan publik dari Ombudsman RI tersebut menjadi cambuk bagi ASN di seluruh perangkat daerah Pemprov Sulut untuk melakukan perbaikan menyeluruh. Tahun 2018 dijadikan momentum akil balik kinerja SKPD menjadi lebih baik.
“Kasarnya ingin saya katakan bahwa penilaian merah itu merupakan penghianatan ASN terutama para pejabat SKPD terhadap program pro rakyat dari ODSK (Olly Dondokambey dan Steven Kandouw) yang sudah berlari cepat, tak mampu diimbangi ASN di SKPD bahkan terkesan sengaja bermalas-malasan,” ujar Jems Tuuk kepada BeritaManado.com, Senin (18/12/2017).
Lanjut legislator Sulut terbaik tahun 2016 versi wartawan pos DPRD Sulut ini, para pejabat dan ASN Pemprov harus memahami filosofi bekerja yakni melayani masyarakat bukan dilayani.
“Filosofinya kita bekerja melayani masyarakat karena kita digaji melalui uang rakyat. Masyarakat jangan dijadikan objek pelayanan melainkan subjek. Pelayanan di Samsat misalnya harus memiliki SOP (Standart Operation Procedure) jelas, ketika pemilik kendaraan membayar pajak memanfaatkan program keringanan dari gubernur, maka batas waktu penyelesaian sejak permohonan diajukan harus jelas,” tandas Jems Tuuk.
Legislator PDIP dapil Bolmong Raya ini, sangat mengharapkan peningkatan kinerja pelayanan kepada masyarakat dari seluruh SKPD Pemprov Sulut akan berbuah zona merah pada tahun 2018 mendatang.
“Sekali lagi, saya minta kepada seluruh pejabat dan ASN pemerintahan provinsi Sulawesi Utara jangan mempermalukan bapak Gubernur dan Wakil Gubernur yang berkomitmen mengejewantahkan instruksi Presiden Jokowi agar segenap jajaran pemerintahan daerah bekerja cepat dan tepat,” tegas Jems Tuuk.
Sebelumnya diberitakan, Ombudsman RI menetapkan enam provinsi dalam zona merah atau predikat kepatuhan rendah dalam memenuhi standar pelayanan publik. Hal ini dilakukan setelah Ombudsman melakukan survei standar pelayanan publik pada Mei hingga Juli 2017.
“Yang kami lakukan adalah melihat ketampakan, melihat ketersediaan dari berbagai item yang seyogianya ada dan dipersyaratkan oleh undang-undang,” kata komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2017) lalu.
Enam pemerintah provinsi yang masuk zona merah tersebut adalah Papua, Sulawesi Utara, Papua Barat, Maluku Utara, Kalimantan Utara, dan Maluku. Daerah tersebut dinilai Ombudsman belum melengkapi persyaratan pelayanan publik yang baik, seperti kejelasan waktu pelayanan.
“Yang paling banyak itu ada tiga. Pertama adalah ketidakmampuan memastikan waktu pelayanan. Jadi misal kita urus SKCK atau KTP, kita tanya kapan selesainya, dia jawab nggak tahu,” ujar Adrianus.
Berikutnya, ia juga menyatakan dalam survei yang dilakukan Ombudsman menemukan ketiadaan petugas pelayanan di lokasi. Faktor ketiga yang menyebabkan keenam pemerintah provinsi tersebut masuk zona merah adalah ketiadaan fasilitas khusus, seperti toilet dan jalur untuk penyandang disabilitas serta ruangan untuk ibu menyusui, yang tersedia di kantor-kantor pelayanan publik.
Meskipun demikian, Adrianus menyatakan sudah banyak pemerintah provinsi yang berupaya memperbaiki pelayanan publiknya. Ia pun menyebut masih banyak pemerintah kabupaten/kota yang belum serius memperbaiki pelayanan publik.
“Untuk kementerian, semakin hijau semua. Lembaga juga begitu, provinsi juga begitu. Yang masih banyak leyeh-leyeh adalah kabupaten/kota. Makin ke timur makin kacau itu. Kalau ada kabupaten/kota yang menjadi zona hijau, tampaknya lebih pada motif politik. Motifnya adalah supaya bagaimana menang pilkada, jadi nggak tulus,” ucapnya.
(JerryPalohoon)