
Manado, BeritaManado.com — Anggota Komisi II DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) Jeane Laluyan pelototi dinamika yang terjadi di masyarakat terkait dengan adanya pembentukan koperasi merah putih di tingkat desa, kelurahan.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPRD Sulut bersama Dinas Koperasi, dia pun meminta penjelasan terkait tujuan dari visi dan misi koperasi merah putih
“Yang diributkan sekarang ini adalah ketika semua masyarakat ingin menjadi pengurus koperasi. Pertanyaannya berapa si gaji dari pengurus koperasi ini? Saya sempat mencari tahu melalui sosial media, rupanya pengurus koperasi itu memiliki gaji 5 sampai 8 juta per-bulannya. Oleh karena itu, harus tahu dahulu, sebelum masyarakat bertanya apakah ini untuk UMKM, pertanian, simpan pinjam atau seperti apa,” ungkap Jeane Kamis, (15/5/2025) di ruang rapat Komisi II DPRD Sulut.
Tak sampai di situ saja, Jeane juga mengingatkan Sekretaris Provinsi Sulut, jangan sampai terjadi permasalahan, kesalahpahaman di masyarakat yang ada ditingkatan bawah di mana, niat pemerintah itu baik, tapi yang dimasukan hanyalah tim sukses.
“Tim sukses tidak apa-apa dimasukan, tapi lihat dahulu integritas dan kemampuannya, sambil juga melihat yang lainnya,” singkatnya sambil tersenyum.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Koperasi Tahlis Gallang, menuturkan bahwa, koperasi merah putih memang diwajibkan bagi desa dan kelurahan, terutama bagi desa dan kelurahan yang memiliki penduduk di atas 500 jiwa, sedangkan yang penduduknya di bawah 500 jiwa itu digabungkan.
“Misalnya di 2 desa ada satu koperasi, dan posisi desa itu harus berdekatan, kalau yang jauh tidak bisa, karena dinilai tidak bisa menjawab masalah yang dirasakan oleh masyarakat. Untuk menjadi anggota koperasi, itu harus sebanyak-banyaknya dan penduduk desa setempat dengan dibuktikan KTP, jika penduduk desa sudah 500 jiwa, maka dia tidak bisa mengambil anggota koperasi dari desa lain,” ucap Tahlis.
Tahlis juga menjelaskan tatacara pembentukan koperasi yang harus melalui musyawarah desa, sehingga, penunjukan pengurus dan lainnya itu melalui musyawarah.
“Tidak boleh langsung dipilih oleh perangkat desa, baik itu hukum tua, Sangadi dan sebagainya, itu tidak bisa, namun peran pemerintah desa dan kelurahan itu sebagai ketua dewan pengawas, jadi kepala desa dan lurahnya itu sudah diberikan porsi,” tegas Tahlis.
“Untuk menjadi ketua pengurus koperasi tidak boleh dari kepala desa, lurah atau pimpinan perusahaan sekaligus keluarganya, baik itu anak, istri dan sebagainya dan hal ini sudah kami sampaikan kepada Kabupaten dan Kota saat rapat kerja daerah (Rakerda), itu yang kami sampaikan terlebih dahulu agar diketahui oleh Dinas Koperasi Kabupaten dan Kota,” tambahnya.
Sementara, lanjut Tahlis, jumlah kepengurusannya, harus ganjil minimal berjumlah 5 orang, ketika membentuk pengurus sebanyak-banyaknya bisa, tapi harus sesuai kebutuhan, sedangkan pengawasannya itu minimal berjumlah 3 orang, baik itu ketua sekaligus paket dengan lurah atau kepala desa.
Terkait modal utama itu bersumber dari simpanan wajib dan simpanan pokok anggota.
“Kalaupun pemerintah desa mengalokasikan dalam APBD atau berupa hibah, itu bukan sebagai penyertaan modal, karena koperasi kelurahan dan desa ini bukan Bumdes, bukan milik pemerintah desa, tapi milik anggota yang mau membayar iuran wajib dan pokok,” terang Tahlis.
Terkait jenis usaha yang akan dilaksanakan, itu sesuai dengan surat edaran, berupa gerai sembako, kedua terkait dengan potensi desa, misalnya gerai pupuk, saprodi dan sebagainya.
Sedangkan untuk daerah pesisir, adanya gerai penangkapan ikan, jadi semuanya diatur sesuai dengan kondisi potensi desa dan kelurahan setempat.
“Bahkan boleh juga apotik dibuka oleh desa, atau membuka usaha simpan pinjam,” tuturnya.
“Masyarakat kita sering terjebak dengan namanya pinjol, sehingga ini juga mempengaruhi harga sembako kita. Harga sembako produksi masyarakat, misalnya cabe di Kabupen Bolsel harganya mencapai Rp. 120.000, padahal itu produk dari Kabupaten Bolsel, cuman satu bulan sebelum panen tanahnya milik masyarakat, pohonnya milik masyarakat, tapi buahnya sudah dijual kepada pembeli luar daerah, kenapa mereka menjual, karena mereka membutuhkan modal untuk membeli pupuk dan lain sebagainya, dan ini yang akan dipangkas oleh koperasi merah putih sembari mengharapkan tidak lagi para petani mengharapkan kepada rentenir,” tutupnya.
(Erdysep Dirangga)