Manado, BeritaManado.com — Sudah genap 1 tahun Tonaas Wangko Dicky Yohanes Maengkom berpulang.
Almarhum Tonaas Wangko Dicky Maengkom banyak meninggalkan kenangan kepada banyak pihak, termasuk Pengamat Politik & Pemerintahan Sulawesi Utara jebolan Fisipol UGM Yogyakarta, Taufik M Tumbelaka
“Tahun lalu, pagi-pagi sekali saya mendapat info, Tonaas Wangko Dicky Maengkom meninggal dunia di RSUP Prof. Kandou, Malalayang Manado. Saya saat kaget dan meminta kepastian ke beberapa teman sesama 1 ormas adat untuk memastikan kebenaran berita dan langsung dari rumah Kalawat Minahasa Utara langsung menuju RSUP Prof. Kandou. Bersama dengan keluarga almarhum dan rekan-rekan langsung mengurus jenazah Tonaas Wangko untuk disemayamkan,” kenang Tumbelaka yang merupakan Sekjen dari Tonaas Wangko Dicky Maengkom tentang situasi 1 tahun lalu di pagi hari itu.
Lanjut Taufik Tumbelaka tentang kenangan bersama Tonaas Wangko Dicky Maengkom.
“Saya secara formal belajar tentang Organisasi dan Manajemen atau IM, belajar tentang kebijakan publik, belajar tentang kepemimpinan atau leadership di kampus, tapi dengan almarhum Tonaas Wangko Dicky Maengkom saya dapat tambahan tentang gaya dan karakter pemimpin di ormas adat”, kenang Taufik Tumbelaka yang selaku Sekjen cukup sering berdiskusi 4 mata dengan Sang Ketua Umum- nya”
Taufik Tumbelaka mengenang awal dijadikan Sekjen oleh Ketua Umum Barisan Masyarakat Adat Sulawesi Utara (BARMAS).
“Saya pagi-pagi sedang cari parkir di Kantor Walikota Bitung karena ada janji dengan seorang pejabat. Lalu Tonaas Wangko telfon karena ada yang sangat penting, dan saya sampaikan untuk langsung menuju Manado. Saat di Manado sudah kumpul sejumlah pengurus lalu saya diberi penjelasan dan disitu Tonaas Wangko Dicky Maengkom meminta saya menjadi Sekjen. Saat itu saya langsung tolak karena untuk Sekjen tidak serta merta. Saya beri penjelasan dari variabel Organisasi dan Manajemen. Tonaas Wangko paham dan saya diminta menjadi Pelaksana Tugas Sekjen atau Plt. Sekjen dan saya mintakan sambil mencari calok Sekjen, saya menjalankan tugas Kesekjenan. Namun setelah berbulan- bulan kemudian tiba-tiba dalam 1 rapat resmi yang dipimpin langsung Ketua Umum, saya langsung diputuskan resmi menjadi Sekjen, bukan lagi Plt. Sekjen. Saya kaget karena tidak ada pemberi-tahuan sebelumnya. Tapi saya sadar itu sudah dirancang Tonaas Wangko Dicky Maengkom sejak beberapa bulan lalu saat saya menolak, Tonaas Wangko pakai strategi mencari momentum lain setelah penolakan saya,” ujar Taufik Tumbelaka
Lanjut mengenang kisah menarik sebagai Sekjen dengan Ketua Umum BARMAS, Dicky Maengkom
“Tonaas Wangko tidak pernah marah kepada saya, almarhum memberi beberapa pengajaran halus dan mengena kepada saya. Misalkan jika bertemu ditempat umum, selalu almarhum mengarahkan saya harus duduk dimana, selalu tempat strategis. Saat saya akan pulang lebih dulu, selalu almarhum ucapkan terima kasih lalu berdiri sambil kedua telapak tangan menyatu didepan dada, minimal itu dilakukan sambil duduk jika tidak sempat berdiri. Seperti mengajarkan tata krama. Tonaas Wangko juga sangat care kepada saya, pernah saat saya menjaga almarhum Ibunda sedang sakit, Tonaas Wangko minta bertemu di Malalayang, tapi saya tolak. Lalu tidak sampai 1,5 jam almarhum menelfon kembali ingin bertemu dan ternyata almarhum sudah berada dekat rumah saya, Suwaan Kalawat. Tonaas Wangko tunggu di Kolongan Kalawat. Waktu saya datang langsung sampaikan apa yang perlu dibicarakan dan saya tidak bisa lama kare a sedang menjaga almarhumah Ibunda sedang sakit, ternyata Tonaas Wangko Dicky Maengkom bilang cuma mau kasih uang ke saya . Saat didalam mobil menuju pulang saya berlinang air mata karena dapat berkat tak terduga dari Ketua Umum Tonaas Wangko yang jauh-jauh datang dari Malalayang ke Kolongan. Tonaas Wangko Dicky Maengkom memang sosok pemimpin tidak biasa, layak dikenang,” kenang Taufik Tumbelaka yang juga Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) Manado.
(*/Erdysep Dirangga)