Tanjung Woka
Luas mana, samudera dan cakrawala
ketika wajah tanjung berubah
pucuk woka berganti aroma
Uto dan Obay harus jaga perawannya
Sempit mana, peluang dan usia
atau bocah sekarang lekas dewasa
padahal kepala cuma isi udara
bisa berenang tapi ke mana
Ungke dan Uyo harus mengembara
Sementara Inde Dou meratapi bayang
sejarah moyang tinggal bersarang
di pori karang
di sela amis garam
di kornea hatiku
di lempung gusarku
Gaduh ombak menghentak
berapa musim gelisah ini terpacak
dan kita tak bisa mengelak
senja retak
malam serak
Batu karang menanak angan gamang
tanjung ini kelak digilai orang
nanti kita gampang bertemu uang
jangan sampai iman terpanggang
—-
Tanjung Bubuan
Lubang pada tebing batu ini serupa jurang
di tepian hari-hari
memerangkap mereka yang pulang
usai seteru antara bangga dan malu
Terhempas di tanah asing
terpaksa Salamun jual peda
supaya boleh
ulang beli panggayung
ulang bikin dondohang
ulang lempar nonae
ulang gulung tabaku
ulang minum kopi
kopi hitam selegam kisahnya
Mungkin sarif dan sarpa masih lebih
sigap mengeja isyarat angin
menepis agitasi pegiat isu proletar
melawan angkuh korporasi
menampik janji-janji penganjur
ganti-rugi
Tebing dan tanjung ini setinggi kepasrahan
terkukur dalam jerat sangkar, menghijab
dendam atas dahaga ditimbulkan sengketa tak dimengerti
Tapal batas memisah jalan dipilih
yang pergi dan yang kembali
menggali jejak kisah sendiri
Di seberang muara karib saudara
memilih tetap berumah di teluk kecil
berpagar ombak dan buih-buih
mengangankan anak cucu
kelak mendirikan istana dari kayu tin
dan asin laut, atau apa saja yang setia
disedekahi langit
*Jamal Rahman Iroth kepada Beritamanado.com