Jakarta, BeritaManado.com — Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menegaskan bahwa pihaknya menghormati setiap pandangan terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG), baik dari mereka yang menerima maupun yang menolak.
Hal tersebut disampaikannya sebagai tanggapan atas pernyataan Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, yang menekankan bahwa tidak ada unsur paksaan dalam pelaksanaan program MBG.
Dalam keterangannya kepada Suara.com pada Kamis (22/5/2025), Dadan menjelaskan bahwa tugas utama BGN adalah memastikan pemenuhan hak atas akses makanan bergizi bagi para penerima manfaat.
“Tugas kami adalah memenuhi hak penerima manfaat atas akses makan dengan gizi seimbang. Kita hormati jika yang berhak ini ingin mendapatkan haknya,” ujar Dadan, dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan pemberian kompensasi lain bagi siswa yang memilih menolak MBG, misalnya dalam bentuk dana untuk orang tua agar dapat menyiapkan bekal dari rumah, Dadan menyatakan bahwa hal tersebut berada di luar cakupan tugas dan kewenangan BGN.
“Tugas kami sebatas memenuhi hak penerima manfaat untuk mendapat MBG,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa BGN tidak dalam kapasitas untuk menyediakan bentuk manfaat alternatif bagi mereka yang menolak program ini.
“Iya betul,” ucap Dadan singkat.
Program Makan Bergizi Gratis sendiri merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan meningkatkan status gizi dan konsentrasi belajar siswa melalui penyediaan makanan bergizi secara langsung di sekolah-sekolah.
Pernyataan Hasim Soal MBG
Sebelumnya Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menegaskan bahwa tak ada unsur paksaan untuk mengikuti program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Saya juga ingin tegaskan bahwa tidak ada unsur paksaan. Tidak ada yang akan dipaksa makan jika mereka tidak mau makan,” ujar Hasim di Jakarta, Rabu.
“Ada masyarakat Indonesia yang mengalami obesitas, ada anak-anak dari keluarga kaya yang juga obesitas. Tidak akan ada tindakan paksaan, ini hanya berdasarkan sukarela,” Hashim menambahkan.
Hashim menerangkan bahwa program MBG akan menyediakan makanan layak dan sehat untuk 82 juta warga negara Indonesia.
Kategori pertama terdiri dari anak-anak sekolah yang berjumlah sekitar 48 juta, lalu 4,3 juta bayi yang masih dalam kandungan, dan sisanya untuk anak-anak pra sekolah/balita di tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
Jangkauan program ini hingga para ibu hamil dipengaruhi berbagai saran terhadap pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto terkait urgensi bayi dalam kandungan memperoleh asupan gizi yang layak selama sembilan bulan sebelum kelahiran mereka.
Target memberikan makan 48 juta anak yang per sekolah setiap juga dilandasi data yang mengungkapkan sebanyak 41 persen dari total tersebut pergi belajar di institusi pendidikan dengan perut kosong tanpa sarapan.
Hal ini disebabkan orang tua mereka tak mampu menyediakan makanan yang cukup untuk sarapan anak-anak mereka.
“Ini melibatkan 18 juta anak. Jadi, inilah salah satu motivator bagi Bapak Prabowo untuk memperkenalkan apa yang kami sebut program makan bergizi gratis,” ucap Hashim.
“Anak-anak tidak bisa sekolah selama lima jam dengan perut kosong. Mereka tidak akan bisa menyerap ilmu yang seharusnya diberikan selama hari sekolah,” tambahnya.
Apabila 82 juta orang Indonesia disediakan makanan oleh negara, masih menurut dia, maka akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.
Artinya, akan ada masing-masing 82 juta butir telur, kotak susu, hingga porsi makanan yang akan disediakan setiap hari.
Pihaknya memperkirakan sekitar 25-35 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program MBG dengan menyasar 82,9 juta penerima manfaat pada tahun depan.
“Telur akan dipasok secara lokal, sayuran akan dipasok secara lokal. Mungkin pada tahun pertama atau kedua, sebagian besar susu akan diimpor dari negara tetangga, terutama Selandia Baru dan Australia, dan mungkin sebagian dari India,” papar dia.
“Namun, ini akan menjadi pendorong pertumbuhan. Kami memperkirakan ini akan meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) kita antara 1-2 persen per tahun,” lanjut Hashim.
(jenlywenur)