Minut – Ketika separuh Calon Legislatif (Caleg) memilih menyimpan ‘amunisi’ untuk kepentingan serangan fajar di hari pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April, Syerly Adelyn Sompotan (SAS) justru sebaliknya. Dia tidak mau ada kesan suara rakyat dibeli dengan selembar mata uang.
“Suara rakyat jangan dibeli. Suara rakyat itu, aspirasi luhur yang lahir dari pergolakan hidup sosial-ekonomi, politik dan budaya. Suara rakyat harus diperjuangkan. Kalau suara rakyat dibeli, itu artinya calon wakil rakyat punya keterbatasan komitmen. Yang terjadi ketika duduk, dia akan bilang, rakyat yang memilih sudah dibayar. Buntutnya, kinerja di dewan jadi lemah, kemudian lebih cenderung menikmati fasilitasi dan hak protokoler,” tutur pengurus Golkar Minut Beny Kaunang, Rabu (19/3.
Dituturkannya, aksi yang dibangun SAS di masyarakat saat ini merupakan contoh sebuah bentuk kerja politik. “SAS banyak membantu masyarakat, tapi serentak ada pendidikan dan pendampingan. Ibarat memberikan mata kail, bukan ikan. Dan itu jauh sebelum SAS terdaftar sebagai caleg Golkar,” ujar Kaunang.
Lebih lanjut dikatakannya, SAS antitesa caleg terdahulu atau caleg saat ini yang condong menyimpan peluru untuk serangan fajar nanti. SAS kata dia, lebih menitikberatkan turun lapangan, sentuh langsung kebutuhan masyarakat, berinteraksi secara dekat, memberi pembinaan usaha dan menjaring aspirasi warga.
“Nah inilah pendidikan politik yang lurus. Secara politik, SAS lahir dari rahim masyarakat yang merindukan perubahan, kemajuan dan kesejahteraan hidup,” ujar Kaunang.
Sementara SAS menuturkan, aksi turun lapangan merupakan bentuk kesungguhan seorang calon wakil rakyat. “Logikanya, kalau mau duduk di legislatif untuk menyalurkan kepentingan rakyat, berarti kita harus tahu dulu apa yang mau dikerjakan nanti. Itu hanya bisa dibuat, kalau caleg turun menemui masyarakat. Tiap hari bila perlu,” ungkap Caleg Golkar Sulut Nomor Urut 2 Dapil Minut-Bitung itu. (leriandokambey)