Ditulis oleh Aries Musnandar, Aktifis Mahasiswa
BeritaManado – Bangsa ini akan memperingati peristiwa Nasional “Sumpah Pemuda” pada hari ini 28 Oktober 2012. 84 tahun lalu para pemuda Indonesia yang berjiwa nasionalis melalui suatu kongres Pemuda Indonesia telah mendeklarasikan Sumpah Pemuda, menetapkan tujuan nasional yakn”satu negara – Negara Indonesia, satu bangsa- Bangsa Indonesia.
Pada kongres Pemuda 28 Oktober 1928 itu untuk pertama kalinya diperdengarkan di forum resmi lagu kebangsaan Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman. Kongres lalu ditutup dengan pembacaan Sumpah Pemuda yang bunyi aslinya sebagai berikut:
Pertama
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.
Kedoea
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Satu dari sejumlah momentum sejarah bangsa ini adalah lahirnya Sumpah Pemuda yang terjadi delapan tiga tahun lalu. Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia sudah terbentuk. Komitmen Sumpah Pemuda 28 Oktober mengantarkan kita meraih kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kongres Sumpah Pemuda tersebut dihadiri perwakilan pemuda dari segala penjuru daerah dan berbagai etnis seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dan lain-lain. Diaantara mereka juga ada pemuda Indonesia keururnan Tioghoa dan Arab Bahkan A.R Baswedan kemudian melanjutkan komitmen dengan mengadakan Sumpah Pemuda Indonesia keturunan Arab di Semarang. Singkatnya, pemuda Indonesia kala itu sangat nasionalis dan memiliki semangat juang tinggi untuk merdeka dari cengkeraman kekuasaan imperialisme.
KONDISI SEKARANG
Setelah 84 tahun berlalu bagaimana kondisi bangsa Indonesia? Kita melihat perilaku manusia Indonesia disana sini tereduksi dengan sifat-sifat tercela yang merebak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini merupakan bukti telah terjadinya dekadensi moral. Fenomena perilaku kekerasan, tawuran, pemerkosaan, KDRT, bullying di sekolah hingga tindak korupsi tiada henti merupakan tanda bahwa negara mengalami persoalan berat & akut.
Dari waktu ke waktu aksi-aksi brutal dan kriminal anak muda (pemuda) menghiasi halaman surat kabar dan media elektronik. Sementara elite pejabat yang semsetinya dapat mengatasi persoalan sosial masyarakat tak jarang melakukan perbuatan tercela dan melanggar hukum. Bahkan menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Betapa kita saksikan ratusan elite DPR, eksekutif hingga yudikatif telah merasakan “Hotel Prodeo”. Mereka yang tadinya diharapkan dapat dijadikan panutan malah menjadi lelucon politik. Tingkat kesejahteraan materi para elite berada jauh diatas rata – rata rakyat Indonesia yang hanya berpenghasilan US$ 2 / hari atau kurang dari 600 ribu rupiah per bulan (beradasarkan standar PBB tentang kemiskinan). (bersambung)