Bitung – Kasus sengketa kepemilikan lahan di Kota Bitung seakan tiada habisnya kendati telah sampai ke meja hijau.
Salah satu contoh persoalan tanah di Kelurahan Girian Weru Dua Kecamatan Girian tepatnya di depan toko Girian Jaya yang berukuran lebar 6,5 Meter dan panjang 70 meter yang saat ini telah dimenangkan Almarhum Bamby Laru, tapi tak kunjung berakhir.
Menurut salah satu ahli waris Almarhum Bamby Laru, Jayadi Laru, saat ini tanah tersebut terbukti secara sah menjadi milik keluarganya dibuktikan dengan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 1235 K/PDT/2012 yang menyatakan, menolak upaya permohonan kasasi Angky Lindow yang menjadi lawan sengketa mereka.
“Mereka kalah tapi kini muncul gugatan baru dari istri Angky Lindow di Pengadilan Negeri Kota Bitung, sehingga perkara ini kembali lagi ke awal kendati permasalahan sengketa sama,” kata Jayadi, Senin (09/04/2018).
Jayadi menceritakan, kasus sengketa lahan itu bermula tahun 1985 dimana saat itu batas tanah dipersoalkan dan yang bersengketa adalah Decky Rombot melawan Hengky Lengkong, namun akhirnya berdamai setelah dua pihak berdamai.
Tapi kata dia, persoalan sengketa batas tanah muncul lagi, ketika Angky Lindow membeli tanah milik Rombot dan mengklaim batas tanahnya termasuk sebagian tanah milik Hengky Lengkong yang dibeli Bamby Laru yang juga kaget ketika membeli, ukuran tanah tidak lagi sesuai.
“Kamipun mengajukan gugatan ke Angky Lindow pada tahun 1999 di Pengadilan Negeri Kota Bitung dan menang. Kemudian Angky banding ke Pengadilan Tinggi kemudian menang,” katanya.
Tak tinggal diam, pihak Jayadi juga mengajukan Kasasi tapi kalah dan saat menang di tingkat kasasi, Angky kemudian bermohon agar tanah itu segera dieksekusi dan dikabulkan Pengadilan Negeri Kota Bitung.
“Setelah dieksekusi melanjutkan ke Peninjauan Kembali (PK) di MA dan menang pada tanggal 18 Juni 2008 keluar putusan PK Nomor 354-PK/ PDT/2008 yang isinya mengabulkan permohonan PK dari pemohon Bamby Laru dan membatalkan putusan MA Nomor 2940 k/PDT/2002 yang memenangkan Angky Lindow,” jelasnya.
Putusan PK itu kata dia, tertanggal 1 April 2005 dan ditandatangani Ketua MA saat itu dijabat Parman Soeparman.
Tanggal 24 Maret 2011, lanjut dia, Angky Lindow menggugat kembali dan keluar putusan Pengadilan Negeri Kota Bitung Nomor 55/PDT.G/2010/PN. BTG yang menyatakan permohonan Angky Lindow diterima dan keluarga Bamby Laru kalah.
“Kami naik banding ke Pengadilan Tinggi Manado, pihak Angky Lindow kembali kalah dan dalam putusan Pengadilan Tinggi Manado Nomor 102/PDT/2011/PT.MDO menyatakan menerima permohonan banding keluarga Bamby Laru dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kota Bitung,” jelasnya.
Angky Lindow yang kalah, menurutnya kemudian Kasasi ke Mahkama Agung namun kalah dibuktikan dengan keluarnya putusan Mahkama Agung Nomor 1235 K/PDT/2012 yang bunyinya menolak permohonan kasasi dari Angky Lindow.
“Pengadilan Negeri Kota Bitung kemudian mengeluarkan berita acara pra eksekusi Nomor 55/pdt.G/2010/PN BTG pada hari Rabu 30 November 2016 dan Pengadilan Negeri Kota Bitung melakukan penyelidikan dan pemeriksaan setempat atas objek eksekusi,” katanya.
Kemudian kata dia, Pengadilan Negeri Kota Bitung mengeluarkan penetapan Nomor 55/pdt.G/2010/PN. BTG dan memerintahkan pada Panitera untuk melaksanakan isi Putusan eksekusi pengosangan lahan yang saat itu ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri Kota Bitung, Ivone Maramis tertanggal 4 juli 2017 namun saampai sekarang tidak terealisasi.
“Anehnya, sekarang bahkan muncul lagi gugatan baru dari istri Angky Lindow terkait objek yang sama dan Pengadilan Negeri Kota Bitung kembali lagi ke awal,” katanya.
Jayadi berharap Pengadilan Negeri Kota Bitung objektif dalam menangani kasus lahan karena pada saat gugatan Angky Lindow ke Mahkama Agung menang bisa langsung dieksekusi.
“Sementara ketika kami yang menang di Mahkama Agung dan keluar surat perintah eksekusi hal ini tidak dilakukan Pengadilan Negeri Kota Bitung. Kami sekeluarga berharap Pangadilan Negeri Kota Bitung bisa bersikap adil pada semua pihak,” katanya.
(abinenobm)
Bitung – Kasus sengketa kepemilikan lahan di Kota Bitung seakan tiada habisnya kendati telah sampai ke meja hijau.
Salah satu contoh persoalan tanah di Kelurahan Girian Weru Dua Kecamatan Girian tepatnya di depan toko Girian Jaya yang berukuran lebar 6,5 Meter dan panjang 70 meter yang saat ini telah dimenangkan Almarhum Bamby Laru, tapi tak kunjung berakhir.
Menurut salah satu ahli waris Almarhum Bamby Laru, Jayadi Laru, saat ini tanah tersebut terbukti secara sah menjadi milik keluarganya dibuktikan dengan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 1235 K/PDT/2012 yang menyatakan, menolak upaya permohonan kasasi Angky Lindow yang menjadi lawan sengketa mereka.
“Mereka kalah tapi kini muncul gugatan baru dari istri Angky Lindow di Pengadilan Negeri Kota Bitung, sehingga perkara ini kembali lagi ke awal kendati permasalahan sengketa sama,” kata Jayadi, Senin (09/04/2018).
Jayadi menceritakan, kasus sengketa lahan itu bermula tahun 1985 dimana saat itu batas tanah dipersoalkan dan yang bersengketa adalah Decky Rombot melawan Hengky Lengkong, namun akhirnya berdamai setelah dua pihak berdamai.
Tapi kata dia, persoalan sengketa batas tanah muncul lagi, ketika Angky Lindow membeli tanah milik Rombot dan mengklaim batas tanahnya termasuk sebagian tanah milik Hengky Lengkong yang dibeli Bamby Laru yang juga kaget ketika membeli, ukuran tanah tidak lagi sesuai.
“Kamipun mengajukan gugatan ke Angky Lindow pada tahun 1999 di Pengadilan Negeri Kota Bitung dan menang. Kemudian Angky banding ke Pengadilan Tinggi kemudian menang,” katanya.
Tak tinggal diam, pihak Jayadi juga mengajukan Kasasi tapi kalah dan saat menang di tingkat kasasi, Angky kemudian bermohon agar tanah itu segera dieksekusi dan dikabulkan Pengadilan Negeri Kota Bitung.
“Setelah dieksekusi melanjutkan ke Peninjauan Kembali (PK) di MA dan menang pada tanggal 18 Juni 2008 keluar putusan PK Nomor 354-PK/ PDT/2008 yang isinya mengabulkan permohonan PK dari pemohon Bamby Laru dan membatalkan putusan MA Nomor 2940 k/PDT/2002 yang memenangkan Angky Lindow,” jelasnya.
Putusan PK itu kata dia, tertanggal 1 April 2005 dan ditandatangani Ketua MA saat itu dijabat Parman Soeparman.
Tanggal 24 Maret 2011, lanjut dia, Angky Lindow menggugat kembali dan keluar putusan Pengadilan Negeri Kota Bitung Nomor 55/PDT.G/2010/PN. BTG yang menyatakan permohonan Angky Lindow diterima dan keluarga Bamby Laru kalah.
“Kami naik banding ke Pengadilan Tinggi Manado, pihak Angky Lindow kembali kalah dan dalam putusan Pengadilan Tinggi Manado Nomor 102/PDT/2011/PT.MDO menyatakan menerima permohonan banding keluarga Bamby Laru dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kota Bitung,” jelasnya.
Angky Lindow yang kalah, menurutnya kemudian Kasasi ke Mahkama Agung namun kalah dibuktikan dengan keluarnya putusan Mahkama Agung Nomor 1235 K/PDT/2012 yang bunyinya menolak permohonan kasasi dari Angky Lindow.
“Pengadilan Negeri Kota Bitung kemudian mengeluarkan berita acara pra eksekusi Nomor 55/pdt.G/2010/PN BTG pada hari Rabu 30 November 2016 dan Pengadilan Negeri Kota Bitung melakukan penyelidikan dan pemeriksaan setempat atas objek eksekusi,” katanya.
Kemudian kata dia, Pengadilan Negeri Kota Bitung mengeluarkan penetapan Nomor 55/pdt.G/2010/PN. BTG dan memerintahkan pada Panitera untuk melaksanakan isi Putusan eksekusi pengosangan lahan yang saat itu ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri Kota Bitung, Ivone Maramis tertanggal 4 juli 2017 namun saampai sekarang tidak terealisasi.
“Anehnya, sekarang bahkan muncul lagi gugatan baru dari istri Angky Lindow terkait objek yang sama dan Pengadilan Negeri Kota Bitung kembali lagi ke awal,” katanya.
Jayadi berharap Pengadilan Negeri Kota Bitung objektif dalam menangani kasus lahan karena pada saat gugatan Angky Lindow ke Mahkama Agung menang bisa langsung dieksekusi.
“Sementara ketika kami yang menang di Mahkama Agung dan keluar surat perintah eksekusi hal ini tidak dilakukan Pengadilan Negeri Kota Bitung. Kami sekeluarga berharap Pangadilan Negeri Kota Bitung bisa bersikap adil pada semua pihak,” katanya.
(abinenobm)