
Mitra, BeritaManado.com — Sejumlah warga Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menggelar aksi damai di area perkebunan Pasolo Ratatotok, Kamis (1/5/2025).
Mereka menyuarakan aspirasinya soal aktivitas pertambangan dari PT Hakian Wellem Rumansi (HWR) yang diduga melanggar aturan.
Melalui aksi yang berjalan tertib meski diguyur hujan ini, warga berharap aspirasi mereka dapat di dengar dua sosok pemimpin di Sulawesi Utara (Sulut), Gubernur Yulius Selvanus Komaling (YSK) dan Kapolda IrjenPol Roycke Langie.
Kepercayaan terhadap kepemimpinan kedua tokoh itu yang sangat tinggi karena kinerja apik di awal kepimpinan mereka di daerah Nyiur Melambai menjadi harapan besar para warga Mitra ini.
Mereka meyakini dua pemimpin terbaik itu bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang melilit mereka, termasuk soal pertambangan.
Para warga Mitra ini berharap, aspirasi yang disampaikan bisa menyentuh hati kedua pemimpin tersebut sehingga ada langkah tegas terhadap perusahaan pertambangan yang mengabaikan aturan.
“RKAB PT HWR untuk tahun 2024-,2026 ditolak Kementerian ESDM. DPRD Mitra juga sudah mengeluarkan rekomendasi penghentian operasional PT HWR di Ratatotok. Kami sangat berharap ini mendapat perhatian dari Gubernur YSK dan Kapolda Irjen Roycke Langie sehingga bisa mengambil tindakan terhadap PT HWR,” kata Deddy Rundengan sebagai koordinator aksi damai masyarakat lingkar tambang Ratatotok, kemarin.
Pasalnya, Mantan Sekretaris GAMKI Mitra ini menyebut bahwa walau sudah ada rekomendasi pembekuan operasional dari DPRD Mitra dan izin RKAB Kementerian ESDM tidak diperpanjang, PT HWR tetap beraktivitas, bahkan dengan intensitas yang lebih tinggi.
“Yang paling mengesalkan adalah perusahaan ini semakin brutal menyerobot dan mengeruk lahan milik warga. Kami mengetuk hati Gubernur dan Kapolda untuk menindak PT HWR,” katanya.
Deddy dan kawan-kawan menilai perusahaan yang mengangkangi aturan itu juga diduga tidak membayar pajak, tidak melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, dan mencaplok lahan masyarakat perlu ditindak.
“Membongkar dan mengambil or di lahan masyarakat tidak bisa dibenarkan. Perusahaan besar seperti HWR seharusnya memberi contoh yang baik, bukan sebaliknya,” ucap Deddy.
Dengan kondisi yang ada saat ini, PT HWR dalam penilaian masyarakat tak ubahnya seperti perusahaan ilegal.
“RKAB ditolak, berarti perusahaan ini juga ilegal,” ujar Vecky, juga salah satu koordinator aksi.
Dirinya meyakini bahwa Gubernur YSK dan Jenderal Roycke Langie bisa menyelami penderitaan dan kesulitan warga dalam mengolah lahan tambang sendiri.
“Kami ikuti di media kalau Gubernur sudah menyuarakan harapan warga saat hearing dengan Komisi II DPR RI agar mengolah lahan tambang sendiri dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Terima kasih atas kepedulian Gubernur dan Kapolda,” ucap Vecky.
Setelah menyampaikan unek-uneknya, warga kemudian melingkari lahan dengan tali untuk mengingatkan agar lahan tersebut bukan milik perusahaan.
Warga juga melingkari tumpukan reb yang menurut mereka diambil PT HWR dari lahan masyarakat.
Sementara PT HWR yang diwakili beberapa tim pengamanan sempat berdiskusi dengan perwakilan masyarakat.
“Kami juga izin untuk mengambil dokumentasi,” kata salah satu tim pengamanan.
(***/jenlywenur)