Langowan, BeritaManado.com — Menjadi seorang biarawati dari Kongregasi Suster Jesus Maria Josep (SJMJ) merupakan sebuah panggilan dan pekerjaan mulia untuk melayani umat Tuhan, terlebih saat ditugaskan jauh dari kampung halaman dan sanak saudara.
Membuka lembaran kisah pelayanan sebagai seorang biarawati muda, Suster Joseo Mandai SJMJ sedikit berbagi cerita saat berkunjung ke kediaman keluarganya di Desa Noongan Kecamatan Langowan Barat, Rabu (27/7/2022).
Antara 1968 – 1973 di wilayah bagian sangala Suster Joseo Mandagi SJMJ bersama seorang sopir hendak menuju ke tempat kerja yaitu poli kesehatan namun di tengah jalan terhenti oleh karena adanya kerumunan orang banyak.
Dalam suasana yang belum seperti saat ini, dimana mobil saja masih sangat sedikit dan kondisi jalan belum aspal, Suster Joseo sapaan akrabnya mencoba mencari tahu kenapa ada begitu banyak orang di jalan.
Dengan bantuan sang sopir, ternyata diketahui penyebabnya karena ada seekor kerbau atau yang biasa disebut tedong bagi orang Toraja mengalami kesulitan melahirkan anaknya selama dua hari.
“Saya waktu itu mendapat informasi dari sopir yang mengantar saya bahwa tedong kecil sudah mati di dalam perut induknya. Saya pun menghampiri induk tedong itu dan berkata kepada warga yang ada cob acari tali yang kuat. Sekilas saya melihat kondisi tersebut, ternyata kaki depan tedong kecil duluan keluar dan kepala tersangkut sehingga tidak bisa keluar,” ungkap suster Joseo.
Ditambahkannya, upaya yang dilakukan adalah meminta pemilik tedong untuk mencari tali yang kuat dan diikatkan pada kepala tedong kecil yang sudah mati, sementara beberapa orang lainnya menahan induk tedong.
“Saat ditarik, akhirnya tedong kecil yang sudah mati itu bisa keluar, sementara induk tedong masih terkapar di tanah dalam kondisi sangat lemah,” katanya.
Melihat kondisi tersebut, warga yang menyaksikan aksi Suster Joseo waktu itu merasa sangat senang, sehingga akhirnya menjuluki biarawati asal Desa Rambunan Kecamatan Sonder itu sebagai bidan tedong.
Pada bagian lain, ada juga kisah inspiratif tentang Suster Joseo Mandagi SJMJ di Biara Getengan, dimana waktu itu akses masuk saat ini dulunya masih belum berbentuk jalan karena masih berupa telaga.
“Dengan suasana seperti itu, maka jika ada suster yang hendak pergi dan kembali dari pasar harus melalui jalan lain yang cukup jauh. Maka saya berpikir untuk mengupayakan pembangunan jalan. Setelah berkonsultasi dengan pastor paroki yang gerejanya tidak jauh dari jalan masuk Biara Getengan, maka saya membuat proposal penggalangan dana dan dikirimkan ke Belanda. Hasilnya sangat menggembirakan, karena berhasil mendapat bantuan dana yang digunakan untuk membuat jalan masuk ke Biara Getengan,” tutur Suster Joseo yang waktu itu bertugas menangani pembangunan di Provinsialat SJMJ Makassar.
Saat ini akses masuk ke Biara Getengan tersebut dinamakan Jalan Joseo, meski hingga kini Suster Joseo sendiri tidak mengetahui siapa yang memberi nama tersebut, apakah dari pemerintah setempat atau orang lain.
Dua kisah tersebut adalah bagian kecil dari sejuta pengalaman hidup sebagai biarawati Kongregasi SJMJ yang menjadi kebanggaan keluarga yang sebagian besar berdomisili di Langowan dan Desa Rambunan Sonder.
Seperti diutarakan Sherly Talokon, bahwa cerita masa lalu Suster Joseo sebagai biarawati tidak hanya menjadi kebanggaan, namun juga inspirasi hidup.
“Meski bukan sebagai biarawati, namun saya dan juga keluarga lainnya belajar dari pengalaman dan perjuangan hidup dari seorang biarawati, bagaimana untuk tetap setia dalam panggilan hidup dan terus bersandar lindungan Tuhan melalui sikap doa kepada Bunda Maria Sang Penolong,” ucapnya.
(Frangki Wullur)