MANADO – Semakin merosotnya nilai tukar petani Sulawesi Utara saat ini sangat membutuhkan sentuhan langsung kebijakan Pemerintah Daerah. Hal tersebut dikatakan DR. Abdi Buchari SE, MSi kepada beritamanado, Jumat (9/12).
Buchari mengatakan, saat ini daerah Sulut, pemerintahnya kalau soal pencitraan bukan lagi kebutuhan masyarakat Sulut yang hampir 70 persen adalah petani. Sulut khususnya Manado bukan hanya dikenal, tapi masyarakat Indonesia sudah mengetahui lebih banyak perkembangannya terutama tampilnya Ibu kota Manado sebagai Kawasan Bisnis.
“Yang lebih fokus sekarang, apa dengan berbagai pencitraan tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat petani Sulut? (petani kelapa, cengkih,pala, perikanan, dan lain-lain, termasuk masalah langkahnya BBM minyak tanah dan bensin (premium) yang diikuti dengan bergilirnya pemadaman listrik),” ujar Buchari.
Buchari menjelaskan “saat ini Sulut yang saya tau nilai tukar petani semakin merosot, berarti masih membutuhkan sentuhan langsung kebijakan pemerintah daerah kalau dalam perspektif ekonomi Sulut terjadi ‘Growth with Decreasing Rate’ belum lagi aset masyarakat Sulut yang sudah bergeser kepemilikan termasuk lahan pertanian dan kepemilikan aset yang dimiliki oleh pendatang.”
Buchari menambahkan “Growth with Decreasing Rate yang artinya mengalami pertumbuhan tetapi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun dibanding periode 90-an yang bisa mencapai diatas 7-8 persen, dan kinerja sektor pertanian yang relatif menurun dan tidak diimbangi oleh naiknya sektor industri pengolahan. Daya dukung ekonomi Sulut hampir 30 persen kontribusi dari perekonomnian Kota Manado,”tukas lulusan S3 dari Universitas Negeri Jakarta tahun 2009 ini.
Kepada beritamanado, hal itu dikatakannya guna memberikan sharing atas tanggungjawab moral sebagai warga Kota Manado sebagai akademisi serta birokrat. (jrp)