Bitung – Tak ada yang menyangka jika dua pimpinan DPRD Kota Bitung, Santy Gerald Luntungan dan Maurits Mantiri memiliki jiwa petualangan yang kuat. Luntungan dan Mantiri sepakat untuk menjajal trans Sulawesi dengan kendaraan roda empat, hasilnya kedua pimpinan DPRD ini menghabiskan waktu seminggu pulang pergi Kota Bitung-Toraja.
“Selama ini kami hanya mendengar cerita orang tentang trans Sulawesi serta kehidupan masyarakatnya. Kami penasaran dan ingin merasakan langsung serta berinteraksi dengan masyarakat yang ada di sepanjang jalur tans,” kata Luntungan dan Mantiri.
Petualangan Luntungan dan Mantiri ini dimulai Senin (6/1/2014) lalu dari Kota Bitung dengan menggunakan 4 unit kendaraan roda empat dan Minggu (12/1/2014) keduanya tiba dengan selamat. “Ini merupakan perjalanan yang tak mungkin kami lupakan,” katanya.
Menurut Mantiri, alasannya sangat sederhana ketika ditanya kenapa sampai mau mejajal trans Sulawesi yang notabene diera modern lebih memilih untuk menggunakan trasportasi udara atau laut, yakni bisa memahami Indonesia secara utuh.
“Dan mengetahui ekonomi sosial masyarakat Sulawesi,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Bitung ini.
Apalagi kata dia, mereka berdua sempat berinteraksi dengan masyarakat yang beberapa tahun silam sempat dilanda kerusuhan. “Contohnya di Mangkutana kami berbincang dengan masyarakat, ternyata mereka tidak mersakan gangguan sama sekali karena lebih memilih untuk hidup rukun dan damai,” jelasnya.
Dengan menjumpai contoh itu, Mantiri berharap paradigma tentang Indonesia yang tercabik-cabik karena perbedaan agama bisa dirubah karena masih banyak daerah yang bisa mengedepankan hidup rukun dan damai serta saling menghormati daripada mau diprovokasi.
Sementara itu, Luntungan sendiri terkesima dengan budaya dan keindahan alam yang dijumpai sepanjang jalan tran Sulawesi. Seperti air terjun Saluopa Tentena dan kerimbunan hutan yang terhampar luas sejauh mata memandang.
Ia mengatakan sangat kagum dengan budaya khas Sulawesi yang ramah dalam menyambut tamu serta budaya setiap daerah yang dilewati yang berpadu dengan kelestarian alam. “Trans Sulawesi sangat fantantis dan sulit digambarkan dengan kalimat. Kabut kala pagi dan senja hari selalu ada seakan kami berada di negeri lain, bukan di Sulawesi,” kata Luntungan.(abinenobm)