Peserta Seminar Budaya Tonsea.
Minut, BeritaManado.com – Bahasa Tonsea sebagai bahasa asli masyarakat Minahasa Utara (Minut) mulai tergerus perkembangan modernisasi zaman.
Berangkat dari kepedulian terhadap ancaman kepunahan Matarnem Tonsea (Bahasa Tonsea) Tonsea Union Foundation menggelar seminar Budaya yang adalah seminar pertama kali di Indonesia dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Tonsea di Sutanraja Hotel Maumbi, Rabu (7/8/2019).
Dalam seminar tersebut sejumlah tokoh masyarakat berkumpul dan berdiskusi dengan menggunakan bahasa daerah Tonsea guna mencari solusi yang terbaik agar Tarnem Tonsea Wo Ma Pantik Tonsea (Nuwu Tonsea) tetap terpelihara.
Seminar bertajuk budaya Tonsea tersebut dibuka pelaksanaannya oleh Kadis Pariwisata Sulut Fery Sangian mewakili Gubernur dan juga dihadiri Bupati Minahasa Utara Vonnie Aneke Panambunan.
“
Sebagai Bupati Minut saya dukung betul soal budaya apalagi budaya Tonsea, kita juga bersyukur bapak Presiden boleh hadir di Minut untuk KEK Pariwisata kan budaya juga ada di dalamnya kota saling menunjang demi kemajuan Minahasa Utara lewat pelestarian budaya, ” ujar Panambunan.
Bupati Panambunan juga memastikan bahasa Tonsea akan diupayakan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di Minut.
“Kedepan saya akan siapkan Perda supaya bahasa Tonsea boleh masuk kurikulum tahun depan,” tambah Panambunan.
Pemerhati budaya lokal dari kaum muda hingga tua, tampak kehadiran Sompie Singal, Ramoy Markus Luntungan, Ruddy Umboh, William Luntungan dan Christian Umboh.
Seminar Budaya oleh Tonsea Union Foundation tersebut juga dihadiri para tetua adat dari sejumlah daerah di Minut di antaranya Mayjen TNI Purn Lodewijk Pusung, Mantan Bupati Drs Sompie Singal MBA, mantan Sekda Minut Johanis Rumambi, mantan Pnj Bupati Ruddy Umboh dan Lona Lengkong.
Ramoy Markus Luntungan selaku Ketua Tonsea Union Foundation menjelaskan kehadiran TUF adalah organisasi baru yang memang ingin menjangkau kebutuhan generasi muda yang harus juga siap menghadapi tantangan.
“Jadi pelaksanaan kurikulum muatan lokal di SD uji cobanya nanti di bulan September dan nantinya akan juga bersama Pemkab Minut bagaimana kedepannya bahasa Tonsea ini masik kurikulum,” ujar MRL.
Berbicara budaya Tonsea, inisiator acara William Luntungan menegaskan jika budaya ini adalah aset dan warisan yang sudah seharusnya dilestarikan.
“Memang kalau sesuatu itu kita dengar kemudian biasa diucapkan saat aktifitas setiap hari tentu bahasa daerah ini akan terus diingat kemudian dimengerti. Bagi saya, pendidikan berbahasa daerah ini sangat menumbuhkan rasa cinta budaya lokal khusus bagi anak anak sekolah. Menggunakan Tarnem Tonsea sehari hari adalah langkah Preventif terhadap ancaman kepunahan,” Kata Luntungan diamini Lidya Katuuk selaku Bendahara TUF.
Prof Butje Moningka didampingi Ramoy Markus Luntungan.
Sementara itu Ketua panitia Maximilian Pinontoan menyebutkan seminar ini diyakini sebagai jawaban atas tantangan zaman, Era Digitalisasi dan Generasi 4.0
“Penggunaan teknologi cerdas memang menghubungkan berbagai bidang kehidupan manusia namun semua itu jangan sampai meninggalkan identitas kita sebagai orang Minahasa – Tonsea, sungguhpun batang merdeka ingat pucuk akan terhempas, janganlah kita terlena tantangan zaman sudah di batas,” ujar Pinontoan.
Hadir sebagai pembicara dalam Seminar Budaya Tonsea ini Truitje Pangkerego Supit Pegiat Budaya yang juga memiliki LPK Suzana dan Sanggar Lumaya, Prof. Butje Moningka sebagai Dokter Ahli Farmakologi yang memahami teknik pengobatan tradisional dan Ramoy Markus Luntungan selaku Ketua Tonsea Union Foundation.
(Finda Muhtar)
Baca Juga:
Bupati Vonnie Panambunan Setuju Bahasa Tonsea Masuk Kurikulum Pendidikan