Gubernur Sulut Dr Sinyo Harry Sarundajang saat memberikan sambutan pada rapat fasilitasi koordinasi pimpinan se-Sulut
Manado – Semakin meluasnya praktik korupsi dan semakin maksimalnya usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah membuat Gubernur Sulawesi Utara Dr SH Sarundajang angkat bicara. Menurut Doktor Honoris Causa tersebut, langkah penetapan strategi nasional pemberantasan korupsi melalui instruksi Presiden nomor 17 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tahun 2012 sudah merupakan strategi yang tepat, mengingat tindakan preventif (pencegahan) jauh lebih tepat dari pada pemberantasan.
“Karena menurut saya pribadi, pencegahan terhadap tindakan korupsi masih jauh lebih efektif dari pada tindakan pemberantasan,’’ ujar Sarundajang di hadapan sejumlah Bupati/Walikota se Sulut, kemarin.
Selanjutnya Sarundajang menegaskan bahwa Pemerintah mempunyai peran penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. “Pencegahan sebagai upaya preventif dapat dilakukan dengan membangun budaya anti-korupsi, mendorong reformasi sektor publik, mendapatkan kepercayaan publik, perbaikan peraturan perundang-undangan, pengkajian/review sistem pemberantasan korupsi, sistem pemerintahan, privat sektor, dan society, serta melakukan sosialisasi, komunikasi, dan pendidikan mengenai korupsi dan anti-korupsi,’’.
Menurut Sarundajang, langkah awal dari tindakan pencegahan korupsi adalah dengan memperkuat pihak Inspektur selaku pemeriksa internal. Menurutnya, adalah sesuatu hal yang menggelikan jika aparat inspektorat hendak memeriksa suatu proyek tapi karena sang Inspektur hanya bermodalkan motor dan harus menumpang mobil pemborong proyek, bisa dipastikan hal ini akan mempengaruhi hasil pemeriksaan nanti.
“Inspektorat daerah harus diperkuat baik Kepala maupun aparatnya. Masalah kesejahteraan dari personal inspektorat harus benar-benar diperhatikan,’’ tegas Gubernur pilihan rakyat tersebut. Fakta saat ini menunjukan bahwa praktik korupsi semakin meluas, ini dapat terlihat dari potret korupsi di Indonesia yang berdasarkan hasil penelitian Transparency International dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, Indonesia mempunyai Indeks Persepsi Korupsi yaitu 2,3 pada tahun 2007, 2,6 pada tahun 2008, 2,8 pada tahun 2009 dan 2010, dan 3,0 pada tahun 2011.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan survey integritas sektor publik oleh KPK yang pada tahun 2011 hasil survey menunjuk pada angka 6,31. Kondisi korupsi di negara ini didukung juga oleh data dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC). PERC pada tahun 2011 menempatkan Indonesia di peringkat pertama sebagai negara terkorup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi, dengan skor korupsi Indonesia 9,27.
Dan menariknya, berdasarkan studi integritas KPK, peta korupsi di Indonesia antara lain terjadi pada sektor penerimaan pajak, penerimaan non pajak, belanja barang dan jasa, bantuan sosial, pungutan daerah, dan DAU/DAK/Dekonsentrasi. ‘’Bayangkan saja bagaimana penuhnya penjara kalau hanya terus dilakukan pemberantasan tanpa memaksimalkan pencegahan,’’ tukas mantan Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri 5 tahun berturut ini. (*JRP)