TABEA …….. Siang Bae Patuari Waya …….
Yang kami kasihi dan hormati,
– Para Pembina dan Penasehat
– Para Pembicara, Pembahas dan Moderator
– Pimpinan Tarakan dan Ro’ong di lingkungan KKK
– Para undangan dan peserta
– Hadirin yang berbahagia …….
I JAJAT UN SANTI ………..
Hari ini sungguh hari yang berbahagia karena berdekatan dengan hari ulang tahun Provinsi Sulawesi Utara kita boleh bertemu, berkumpul untuk memperbincangkan secara lebih serius persoalan Kebudayaan Minahasa dan khususnya GELAR ADAT Minahasa. Mengawali semuanya, perkenankan saya mengucapkan syukur kepada OPO EMPUNG, Tuhan Maha Pengasih yang telah membolehkan kita semua, segenap komponen Kerukunan keluarga Kawanua berkumpul disini. Tanpa DIA, maka seluruh perencanaan kita akan kehilangan signifikansi serta kehilangan makna utamanya.
Bukan sekali dua kali orang bertanya, apa, bagaimana, filosofi, landasan, kriteria dan proses serta prosesi Gelar Adat Minahasa. Pertanyaan yang belum pernah dijawab secara pasti dan secara komprehensif oleh siapapun insan yang berasal dari tanah leluhur Minahasa. Ironisnya, gelar adat Minahasa sudah terhitung “banyak” dianugerahkan kepada tokoh yang bahkan tidak bersentuhan dengan TANAH MINAHASA. Saya ingin setiap insan berdarah Minahasa, terpanggil untuk mengkritisi upaya pemberian Gelar Adat agar tidak disalah-gunakan. Lebih dari itu, agar dihadirkan proses seleksi, kriteria, mekanisme dan protokoler adat Minahasa yang mengatur Gelar Adat dengan terlebih dahulu mencermati filosofi adat Minahasa dan landasan budaya Minahasa atas Gelar Adat. GELAR ADAT benar-benar di landaskan atas elan vital Keminahasaan dengan basis budaya dan kepentingan masyarakat Minahasa sebagai pertimbangan utamanya, tetapi juga hal yang lebih tehnis, yakni kriteria tokoh, mekanisme pemberian Gelar Adat dan apa posisi dan kontribusi calon terhadap masyarakat Minahasa.
Saudara-saudara dan hadirin sekalian ……
Tidak sedikit tokoh asal Minahasa yang pernah berjasa mengharumkan nama Minahasa di Indonesia dan bahkan dunia. Sebagian dari mereka sangat dihargai oleh masyarakat Nasional dan Internasional, akan tetapi masyarakat Minahasa sendiri belum sekalipun menunjukkan rasa hormat atas prestasi mereka. Para tokoh semisal Sam Ratulangi, Mr. A.A. Maramis, Babe Palar (L.N. Palar), Kapten P. Tendean, Daan Mogot, Maria Walanda Maramis, adalah segelintir tokoh, yang telah membuktikan kepiawaian mereka bagi Indonesia. Mereka juga tidak pernah lupa dengan latar KEMINAHASAAN mereka, namun belum sekalipun masyarakat adat Minahasa mengakui mereka sebagai TONAAS WANGKO Minahasa, sebagai pejuang, pahlawan berdarah Minahasa yang berbuat melampaui batas wilayah KEMINAHASAAN. Karena itu, sayapun ingin tegaskan, agar para tokoh-tokoh maupun sesepuh kita yang telah berbuat banyak bagi Bangsa dan Minahasa, ditetapkan sebagai TONAAS masyarakat Minahasa melalui peraturan daerah.
Karena itu, selaku Ketua Umum KKK, saya sangat berharap Diskusi Panel ini benar-benar melahirkan buah yang bernas. Buah yang bukan hanya bermakna dan penting bagi bangkitnya kesadaran budaya dan jati diri KEMINAHASAAN, tetapi juga yang terwujudkan dalam sebuah produk budaya yang bertanggungjawab atas budaya GELAR ADAT MINAHASA. Rasanya generasi kita akan sangat malu jika kita tidak sanggup menegaskan siapa penanggungjawab secara institusional; Apa landasan filosofi berbasis budaya Minahasa; Apa kriteria Tonaas; Bagaimana proses seleksi; Bagaimana mekanisme pemberian gelar adat menurut aturan adat Minahasa ……. Pertanyaan pertanyaan yang akan malu kita tinggalkan tidak terjawab bagi generasi sesudah kita. Maka, Kerukunan Keluarga Kawanua dengan gembira mempersembahkan Diskusi Panel ini bagi upaya menggugah kembali semangat mencintai dan mengembangkan serta menghargai BUDAYA MINAHASA.
Maka, dengan sekali lagi mengucap syukur kepada OPO EMPUNG, saya nyatakan dan sekaligus membuka DISKUSI PANEL GELAR ADAT MINAHASA ini
Terima kasih, Pakatuan Wopakalawiren.
Jakarta, 24 September 2011
Kerukunan Keluarga Kawanua
Benny Tengker
Ketua Umum