Airmadidi-Mengawali tahun 2017, masyarakat Desa Laikit dan Dimembe Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara (Minut) kembali menggelar ritual adat Dumia Um Banua atau upacara adat bersih-bersih kampung.
Pada tahun ini, upacara adat dilaksanakan pada Jumat (20/1/2017) sesuai petunjuk para Tonaas-tua-tua adat, yang melihat bintang timur keluar pada pukul 19.00 Wita, pada Kamis (19/1/2017) malam.
“Kalau bintang timur keluar jam tujuh malam, seluruh pertanian yang kita tanam akan diberkati Tuhan. Tadi malam bintang timur sudah keluar, sehingga hari ini digelar Dumia Um Banua,” kata Hukum Tua Desa Laikit Jantje Manua, di sela-sela persiapan upacara.
Tepat pukul 08.00 Wita, masyarakat Desa Laikit dan Desa Dimembe mulai berkumpul di rumah Hukum Tua Laikit.
Ritual ini digelar untuk mengatur ulang atau membersihkan kampung, artinya segala kemalangan yang terjadi tahun 2016, tidak akan berlanjut di tahun 2017 sehingga di tahun baru ini seluruh masyarakat wajib membersihkan hati dan pikiran.
Untuk melihat dan mengatur semuanya ini maka dalam ritual akan disembelih hewan babi untuk melihat dengan memeriksa hati babi yang nanti akan memberi tanda baik dan buruknya sesuatu.
Upacara ini sudah sejak nenek moyang orang Minahasa untuk menuntun perjalanan kehidupan di sepanjang tahun.
Tonaas Sam Wantania, selaku pemimpin upacara memberi kode untuk dimulai upacara adat.
Para tua-tua adat desa berjumlah 9 orang, menyiapkan diri untuk menjalankan ritual.
Seorang petugas keamanan di desa, membawa masuk seekor babi hutan untuk disembelih.
Dengan cepat, Tonaas Sam Wantania langsung menusuk sebilah kayu yang sudah ditajamkan bagian ujungnya, ke arah jantung babi.
Sementara itu, para tua adat lainnya menyiapkan sesajian di atas meja berbentuk oval.
Di meja disiapkan sesajian 9 kower (mangkuk bambu) sesuai jumlah 9 dotu orang Minahasa, kapur sirih, pinang, tabako sek, saguer, kopi, cap tikus, mahanan serta minuman adat para dotu.
Setelah babi mati, petugas kemudian membela bagian dada hewan sembelian dan mengambil bagian hati kemudian diletakkan di atas piring.
Tahap selanjutnya, 15 orang duduk mengelilingi meja oval, terdiri dari 9 orang tua-tua adat, Hukum Tua Desa Laikit Jantje Manua, Hukum Tua Desa Dimembe Johanis Tuwaidan, Camat Dimembe Marco Karongkong, Tokoh Agama, Danramil Dimembe, serta satu perwakilan Polsek Dimembe.
Pada proses upacara ini, ke-15 petugas secara bergantian memeriksa ‘surat ni opo’ atau pesan-pesan leluhur melalui hati babi untuk melihat pertanda baik atau buruk perjalan kehidupan kampung atau daerah di tahun 2017.
Proses pemeriksaan ini, dua orang Tonaas kemasukan leluhur pendiri kampung yaitu Tete Maria dan Opo Wagiu yang menyampaikan pesan-pesan dan disaksikan oleh masyarakat termasuk pemerintah.
“Wah, ini pertanda baik,” kata Sam Wantania, pemimpin ritual.
“Mau dicari ke 100 bahkan 1000 babi, akan sulit mencari hati babi yang bersih begini,” sambung dia.
Dikatakan Wantania, melalui hati babi, para leluhur memberi petunjuk bahwa tahun 2017 adalah tahun keberhasilan.
“Ada sehelai urat di hati seperti tali. Artinya, daerah kita ada yang mengawasi. Ada bagian hati yang terbelah, artinya akan selalu dibukakan jalan. 2017, tahun keberhasilan,” kata Wantania.
‘Surat ni opo’ disambut tepuk tangan seluruh masyarakat dan tua-tua desa.
Hukum Tua Desa Laikit Jantje Manua menerjemahkan pesan leluhur agar seluruh masyarakat desa tetap rajin beribadah kepada Tuhan, dan taat kepada pemerintah dengan mengikuti roda pemerintahan yang berjalan dan saling menyayangi.
“Petunjuk leluhur, bulan Januari diumumkan agar warga desa rajin membuka ladang pertanian. Bagi yang berprofesi sebagai PNS dan polisi atau TNI harus ikut aturan, tidak boleh terlambat ke kantor. Leluhur juga memesankan untuk kita agar meningkatkan persatuan, menjaga keamanan daerah, nyaman, damai dan terkendali,” timpal Manua.
Usai menyampaikan petunjuk leluhur, seluruh tokoh adat, pemerintah dan masyarakat berjalan mengelilingi sejumlah waruga atau kuburan nenek moyang orang Minahasa.
Bagi orang Minahasa, waruga seorang pemimpin “Tonaas” masih disakralkan apalagi sebagai pimpinan atau pendiri kampung/daerah.
Karena itu dalam ritual ini setelah dari rumah Hukum Tua mereka langsung ke tempat makam leluhur dan berdoa untuk memohon restu pada leluhur dalam kehidupannya.
Usai seluruh rangkaian ritual, seluruh tokoh adat, pemerintah dan masyarakat mengadakan jamuan makan bersama di kantor balai desa Laikit.
Echa Namangge, salah satu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengapresiasi kepada pemerintah dan masyarakat Desa Laikit dan Dimembe yang tetap menjaga kebudayaan Dumia Um Banua.
“Laikit dan dimembe adalah desa teranak atau bersaudara yang harus hidup rukun. Meskipun dunia semakin modern, namun kita tidak boleh lupa dengan adat budaya daerah kita. Semoga upacara ini tetap dipertahankan turun temurun,” harap Namangge.(findamuhtar)