Jakarta – BJ Habibie merupakan Presiden Indonesia yang menandatangani Undang-Undang Pers di Era Reformasi. Pada malam resepsi Ulang Tahun AJI ke-19, Habibie akan memaparkan kisah di balik terbitnya undang-undang itu.
Dinamika pers di Indonesia penuh kisah. Sebelum kemerdekaan, media menjadi sarana pendukung perjuangan untuk menuju kemerdekaan. Melewati masa kemerdekaan, media semakin beragam. Ada yang dikelola partai politik, perkumpulan, hingga lembaga bisnis.
Kebebasan pers yang berjalan seiring dengan perjuangan bangsa mulai terpasung setelah Indonesia merdeka. Rezim Soeharto membuat berbagai aturan untuk mengontrol media. Dan Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUP) menjadi surat sakti yang sulit diperoleh bagi yang ingin menerbitkan media.
Di era reformasi, angin kebebasan berhembus.
Pada tahun 1999, Presiden kala itu Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie menandatangani Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berpihak pada kebebasan pers. Menurutnya, keputusan untuk membebaskan pers agar dapat mengoreksi dirinya sebagai presiden.
Kisah dibalik terbitnya Undang-undang Pers pada saat itu akan dipaparkan oleh Habibie pada Resepsi Hari Ulang Tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-19. Acara yang digelar pada Kamis, 29 Agustus 2013 mulai pukul 19.00 WIB bertempat di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismal Kuningan, Jakarta Selatan.
Ketua Umum AJI Indonesia, Eko Maryadi mengatakan Habibie merupakan tokoh penting yang membuka jalan reformasi dengan membebaskan tahanan politik Orde Baru, membuka kebebasan sipil-politik, dan penandatangan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 yang membawa ke alam kebebasan pers saat ini.
“Sehingga AJI mengundangnya untuk berkisah saat proses pembentukan undang-undang itu hingga pandangannya terhadap kondisi pers saat ini,” katanya.
Dalam pandangan AJI Indonesia, kebebasan pers saja tidak cukup membawa bangsa Indonesia meraih demokrasi dan keadilan sosial. Dalam era pers bebas Dalam pandangan AJI Indonesia, kebebasan pers saja tidak cukup membawa bangsa Indonesia meraih demokrasi dan keadilan sosial. Dalam era pers bebas yang ditandai pertumbuhan bisnis media, kredibilitas dan independensi media dipertanyakan. “Sikap AJI menghadapi Pemilu Legislatif dan Presiden 2014 tegas. Jurnalis dan media tidak boleh terlibat dalam politik praktis. Untuk mengawal Pemilu yang jujur dan adil dibutuhkan media yang kredibel, profesional, independen,” kata Eko.
Ketua Panitia Ualang Tahun AJI ke-19, Yudie Thirzano mengatakan selain Dialog Kebebasan Pers bersama Habibie, resepsi Ulang Tahun AJI ke-19 juga akan diisi dengan beragam acara lainnya. Di antaranya pameran foto, peluncuran Sekolah Jurnalisme Independen, penyerahan Penghargaan Udin Award, Tasrif Award, dan SK Trimurti Award 2013, dan pertunjukan iZi Female Chamber. “Dan dalam perayaan ulang tahunnya, AJI selalu mengumuman Musuh Kebebasan Pers,” katanya.
Sekretaris Jenderal AJI, Suwarjono menambahkan peluncuran Sekolah Jurnalisme Independen merupakan kontribusi AJI dalam meningkatkan kualitas jurnalisme sekaligus menjaga kebebasan pers secara professional. “Sekolah jurnalisme independen dirancang sebagai lembaga pendidikan jurnalis multi media dengan bobot pemahaman etika jurnallistik yang lebih kuat,” kata Suwarjono.
Dan pada malam resepsi kali ini, lanjut Yudie, akan dilaksanakan juga penandatangan kerjasama AJI dengan Jamsostek dalam perlindungan kesehatan dan kecelakan kerja bagi para jurnalis freelance dan kontributor. “Ini merupakan salahsatu upaya AJI melindungi para jurnalis dalam bekerja,” imbuhnya.(*/agust hari)