Oleh: Fiko Onga (aktivis mahasiswa)
Manado – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) merupakan wadah perhimpunan pemuda di Republik ini. Hal demikian, secara terintegrasi sampai pada wilayah kedaerahan yakni Provinsi serta Kabupaten dan Kota. Namun yang menjadi pertanyaan saat ini benarkah KNPI menjadi wadah perhimpunan pemuda?
Menyimak berbagai polemik serta inkonsistensi di kalangan pemuda Indonesia saat ini, maka sudah selayaknya pemuda bangsa ini harus malu terhadap pendahulunya yang mengikrarkan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 lalu demi eksistensi serta pengakuan diri terhadap generasi muda bangsa.
Hal ini ketika dikontekskan dengan kiprah KNPI yang ada di Sulawesi Utara (Sulut) maka cukup memiriskan menyimak hal tersebut. Lihat saja inkonsistensi tersebut terus terjadi. Hampir nihil pemberian diri pemuda sebagai corong solutif bagi problem kedaerahan, namun yang terjadi KNPI selalu ramai pada saat Musyawarah Provinsi (Musprov) maupun Musyawarah Daerah (Musda). Setelah itu selang tiga tahun dalam satu periode, dimana dan apa yang dibuat oleh KNPI.
Melihat realitas ini sudah menjadi sebuah keharusan bagi setiap generasi muda bangsa ini, terlebih khusus pemuda yang terhimpun dalam wadah KNPI Sulawesi Utara untuk merekonstruksi kembali pemahaman akan pentingnya peran pemuda.
Minimal hal tersebut dimulai dari pemahaman akan cluster pemuda yang sesuai dengan regulasi, yakni seperti yang dimandatkan oleh Undang-Unsang Nomor 40 Tahun 2009. Yang mana dalam amanat tersebut mendefinisikan bahwa yang disebut pemuda ketika usianya minimal 16 tahun dan maksimalnya 30 tahun. Jika pemahaman ini dijadikan pijakan maka tentunya KNPI-pun harus menyesuaikan pada kenyataan tersebut.
Oleh sebab itu dengan semakin dekatnya hajatan Muswarah Provinsi (Musprov), ini menjadi pekerjaan rumah bagi pengurus KNPI Sulawesi Utara. Melihat kronologis tersebut yang dikontekskan dengan keadaan aktual saat ini, maka akan muncul sebuah pertanyaan, berani atau tidakkah organisasi kepemudaan (OKP) di Sulut menerapkan amanat UU No 40/2009 tersebut?
Hal ini tentu menjadi sebuah keadaan yang dilematis bagi pengurus periode ini yang dipimpin oleh bung Fabian Sarundajang. Walaupun banyak OKP yang beralibi penerapan UU tersebut baru berlaku tahun depan yaitu 2013, Namun kalau bukan kita di Sulut yang memulai, siapa lagi yang akan memulai untuk mengeksekusi UU tersebut. Minimal Sulut yang nantinya menjadi contoh akan perubahan paradigma berfikir pemuda di Indonesia. Toh, hal ini akan menjadi sebuah prestasi juga untuk kepemudaan di Sulut.(jk)