Sangihe, BeritaManado.com – Setiap perempuan punya cerita, tapi tak semua berani mengubah kisahnya menjadi inspirasi. Di pelosok utara Sulawesi, dari sebuah desa pesisir bernama Bahoi di Kecamatan Manganitu Kepulauan Sangihe, tumbuh sosok perempuan tangguh yang kini menjadi simbol harapan bagi banyak wanita muda. Namanya Juita Baraming.
Perempuan kelahiran 1992 ini bukan berasal dari keluarga berada. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara yang sejak kecil telah mengenal pahitnya keterbatasan ekonomi. Namun, justru dari latar itulah semangat juangnya ditempa. Lulus dari bangku SMA pada tahun 2011, Juita menghadapi kenyataan bahwa untuk bisa membantu keluarganya, ia harus meninggalkan kampung halaman.
Merantau dengan Ijazah dan Harapan
Tahun 2014, Juita memutuskan merantau ke Manado. Dengan hanya berbekal ijazah SMA dan tidak memiliki keahlian khusus, ia melangkah ke ibu kota provinsi dengan satu tujuan: memperbaiki nasib. Hidup di kota besar tanpa koneksi dan pengalaman kerja bukan hal mudah. Hari-hari awalnya dipenuhi kelelahan, berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang ia dapatkan melalui iklan lowongan di media massa.
Namun, di balik keterbatasan itu, Juita menyimpan satu modal yang tak bisa dibeli: kemauan belajar dan daya juang. Takdir kemudian membawanya menjadi karyawan di sebuah bridal ternama di Kota Manado. Dunia baru yang penuh tantangan, namun diam-diam menyulut passion dalam dirinya.
Enam Tahun Belajar, Bekerja, dan Bertahan
Selama enam tahun bekerja di bridal tersebut, Juita tidak hanya menjadi pekerja, ia juga menjadi pembelajar. Ia mengamati setiap detail kerja, mulai dari tata rias, pemilihan busana pengantin, hingga pelayanan pelanggan. Ia belajar dari para senior, menyimak tutorial, dan mengikuti pelatihan ketika kesempatan itu datang.
“Awalnya saya hanya bantu-bantu angkat barang, bersih-bersih alat makeup. Tapi lama-lama, saya diberi kepercayaan untuk bantu merias. Dari situlah saya mulai serius,” kenang Juita.
Kesungguhannya berbuah hasil. Ia kemudian memperoleh sertifikasi profesional sebagai Makeup Artist (MUA) dari Hefty Makeup Akademi, lembaga pelatihan ternama yang telah mencetak banyak MUA di Indonesia. Sertifikasi itu menjadi pembuktian bahwa keahliannya bukan hanya hasil coba-coba, tapi diakui secara profesional.
Pulang Kampung, Membawa Ilmu dan Impian
Setelah enam tahun menimba ilmu dan pengalaman, Juita kembali ke tanah kelahirannya. Tapi kali ini, ia datang bukan sebagai gadis pencari kerja, melainkan sebagai seorang perempuan yang membawa visi.
Ia mendirikan Ratu Bridal di Kota Tahuna, usaha jasa tata rias dan penyewaan busana pengantin yang dalam waktu singkat menjelma menjadi bridal terkemuka di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dengan pendekatan profesional dan pelayanan yang humanis, Ratu Bridal bukan hanya memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, tapi juga mengangkat standar dunia pernikahan di Sangihe.
Kini, Juita Baraming dikenal sebagai MUA pertama bersertifikat profesional di Sangihe. Namanya mulai diperhitungkan dalam industri bridal lokal. Bukti bahwa perempuan desa pun bisa sukses asal mau berusaha dan tidak menyerah pada keadaan.
Dalam semangat peringatan Hari Kartini, kisah Juita Baraming menjadi cermin bagaimana perjuangan perempuan Indonesia tak lagi hanya soal emansipasi dalam pendidikan, tapi juga tentang keberanian mengambil resiko, membangun mimpi, dan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain.
“Tidak semua orang berani memulai dari bawah, tapi kalau kita punya tujuan dan konsisten, hasilnya akan datang. Bukan cepat, tapi pasti,” ujar Juita.
Juita Baraming adalah potret perempuan Sangihe yang menolak menyerah pada garis awal kehidupan. Ia menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi agen perubahan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga bagi lingkungan sekitarnya.
Dalam diri Juita, kita melihat Kartini masa kini yang memilih jalan sunyi penuh perjuangan dan kini berdiri tegak sebagai bukti bahwa mimpi bisa dijahit dari nol. Dari Bahoi untuk Sangihe, dari Sangihe untuk Indonesia.
(IvAn)