
MANADO – Upaya mencari bahan bakar alternatif sudah terjadi dimana-mana di seluruh dunia, hal tersebut demi mengantisipasi kelangkaan sumber energi yang telah terjadi tidak terkecuali di Indonesia. Dengan dilakukannya kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, PT Sumber Energi Hari Esok (SEHO) yang berdomisili di Sulawesi Utara (Sulut) berupaya menciptakan energi bahan bakar alternatif lewat pengembangan Bioetanol, yang bahan dasarnya berasal dari buah aren atau seho.
Komisaris Utama PT SEHO Johan Arnoldus Mononutu mengemukakan bahwa selain kerjasama yang dilakukan dengan BPPT, peralatan yang digunakan untuk mengubah bahan saguer maupun cap tikus (minuman khas daerah Sulut, red) telah mendapat pengakuan dari Departemen Dalam Negeri guna dijadikan percontohan bagi daerah-daerah demi mengembangkan pembangunan daerah lewat industri pengolahan energi.
Lebih lanjut Mononutu menjelaskan bahwa upaya menciptakan bioetanol juga mendapat dukungan Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) lewat legitimasinya yang tertuang dalam Permen ESDM No.32 Tahun 2008 tentang pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain.
”Saya yakin upaya pemanfaatan seho ini bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat atau petani di Sulut saja tapi lebih dari itu bagi masyarakat Indonesia,” tutur pria yang akrab disapa om Sinyo ini. Namun disisi lain Mononutu juga merasa prihatin dengan perhatian pemerintah daerah (Sulut, red) termasuk kabupaten/kota yang dinilai kurang responsif terhadap hal tersebut. Keprihatinan putra pejuang Arnold Mononutu ini bukan tidak beralasan, pasalnya Kabupaten Nunukan di Kalimantan justru dijadikan pemerintah pusat sebagai proyek percontohan pembibitan dan pengembangan buah aren. Ironisnya sebagian besar bibit yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Nunukan justru ‘diimpor’ dari Sulut.
”Ini sangat memprihatinkan padahal kami (PT SEHO) satu-satunya perusahaan yang memperoleh kepercayaan hingga bisa kerjasama dengan BPPT,” tegas suami Meyske Lalamentik ini. Mononutu berharap kedepan kepedulian pemerintah daerah semakin ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak dana-dana yang terdapat di Departemen Pertanian terkait dengan pengembangan tanaman penghasil energi belum dimanfaatkan secara optimal. Dari data yang diperoleh pria beranak delapan ini di Departemen Pertanian masih dialokasikan dana sebesar Rp 20 miliar untuk pengembangan tanaman tersebut.
”Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota lewat instansi terkait musti proaktif mengecek hal tersebut,” jelas Mononutu lagi.