PT Meitha Perkasa Utama terbukti sebagai perusak lingkungan dan juga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia. Hal ini kemudian menjadi pemicu sehingga terjadinya insiden pembakaran basecamp milik perusahaan tersebut yang terletak di Desa Paret Kabupaten Bolmong Timur. Padahal pengrusakan kawasan mangrove yang dilakukan oleh PT. MPU sudah dilaporkan ke aparat kepolisian dan belum ditindak-lanjuti hingga saat ini. Anehnya justru laporan pihak perusahaan pasca insiden pembakaran tersebut sebagaimana yang dilaporkan oleh pihak perusahaan pada tanggal 1 November 2012 langsung dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian.
Mengapa laporan masyarakat tidak ditindak-lanjuti tetapi justru laporan perusahaan yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, justru secepat mungkin ditindak-lanjuti oleh pihak kepolisian. Seolah-olah pihak kepolisian lebih melindungi dan lebih menjamin keamanan PT. MPU dibanding laporan warga yang juga sangat resah dan terancam akibat ulah dari pihak perusahaan. Apalagi pada tanggal 2 November 2012 telah dilakukan hearing oleh para pihak, termasuk dihadiri oleh pihak kepolisian Polda Sulut dan salah satu rekomendasi dari hearing tersebut bahwa tidak akan ada warga Desa Paret yang akan diproses hukum terkait kejadian tersebut, dan itu ditanda-tangani oleh semua pihak yang hadir dalam proses hearing.
Begitu cepatnya pihak kepolisian menetapkan 4 (empat) orang warga Desa Paret sebagai tersangka, sementara pihak perusahaan yang juga sudah melakukan pengrusakan kawasan mangrove atau melakukan penambangan diluar wilayah konsesi yang sesuai dengan ijin yang diberikan, tidak tersentuh sedikitpun dengan proses hukum. Terkesan jika pihak kepolisian sangat melindungi yang namanya investor PT. MPU selaku perusak lingkungan.
Walhi Sulut mendesak pihak kepolisian Polda Sulut untuk segera menghentikan penyidikan atas laporan PT. MPU karena sumber dari semua persoalan tersebut adalah ulah dari perusahaan sendiri. Perusahaan tersebut yang justru harus dilakukan proses hukum karena lebih dulu telah dilaporkan oleh masyarakat Desa Paret. Pemkab Bolmong Timur dan juga DPRD Bolmong Timur harus bertindak tegas atas kesepakatan atau rekomendasi yang dihasilkan pada proses hearing dan juga memberikan perlindungan hukum atas warganya. Pihak kepolisian harus melihat persoalan ini secara menyeluruh, bukan hanya berdasarkan atas laporan pihak perusahaan.
Apabila laporan perusahaan akan terus dilanjutkan maka itu justru akan membuat kondisi di Desa Paret semakin tidak kondusif dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi insiden susulan terhadap pihak perusahaan. Apa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Paret adalah untuk membela kepentingan mereka atas lingkungan hidup yang ada di sekitar mereka dan tindakan tersebut dilindungi oleh undang-undang No. 32 tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 66.
Edo Rakhman, Direktur Walhi Sulut