MANADO – Proses pembebasan tanah untuk pembangunan jalan Ringroad II tampaknya diperkirakan akan berujung hingga proses terakhir. Soalnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara lewat tim kuasa hukumnya, Toar Palilingan menyatakan akan menggunakan ruang yang dimungkinkan dalam peraturan perundang-undangan yaitu pencabutan hak atas tanah demi kepentingan lancarnya proses penyelenggaraan pembangunan di lokasi interchange. Berdasarkan hal tersebut pemilik lahan kemungkinan terancam akan kehilangan haknya atas kepemilikan tanah.
Palilingan saat diwawancarai para wartawan di Kantor Gubernur usai mengadakan rapat mengatakan, “memang sementara dalam proses untuk pelepasan hak terkait dengan pembangunan Ringroad II di lokasi interchange, jadi rapat menyepakati untuk mengundang pemilik lahan dengan pendekatan yang dijadikan rujukan adalah Peraturan Presiden tentang pembebasan lahan untuk kepentingan pembangunan. Jadi segala sesuatu sudah diatur secara koprehensif didalam peraturan tersebut.”
Ia menjelaskan, “langkah yang sudah dilakukan oleh panitia baik dari pemerintah kota maupun pemerintah Kabupaten Minahasa Utara sudah memasuki tahap terakhir, jadi sudah ada kesepakatan-kesepakatan soal tanah hanya ada perbedaan mungkin misalnya ada bangunan sedikit di lokasi. Nah alternatif paling terakhir kalau toh terjadi deadlock terpaksa kita juga menggunakan ruang yang dimungkinkan didalam peraturan perundang-undangan yaitu pencabutan hak atas tanah demi kepentingan lancarnya proses penyelenggaraan pembangunan di lokasi interchange, tapi itu adalah upaya yang terakhir,” tegas Palilingan.
Ia menambahkan, “lepas dari negara sebagai pemegang kekuaasaan tentunya dimanivestasikan lewat bagaimana dia mengatur hubungan hukum antara orang dengan tanah maupun perbuatan hukum sekaligus juga menyediakan fasilitas tanah untuk kepentingan pembangunan daerah. Berangkat dari pemahaman bahwasanya tanah juga itu berfungsi sosial sehingga kalau terjadi deadlock, yah undang-undang juga memberi ruang dan dimungkinkan untuk dilakukan upaya yang paling terakhir yaitu pencabutan hak atas tanah melalui satu prosedur proses seandainya terjadi jalan buntu.”
Terkait dengan ganti rugi menurut Palilingan, secara sembilan puluh persen dari tim hukum pemerintah dalam hal ini juga sebenarnya sudah menyepakati antara pemilik pemegang hak atas tanah dengan pihak pemerintah dalam hal ini yang diberikan tugas untuk membebaskan lokasi melalui panitia, namun secara umum ia mengatakan tidak ada masalah, tinggal satu dua pemilik dari sebelas pemilik lahan yang masih mempermasalahkan, masih ada perbedaan dalam titik tertentu.
Ini yang mungkin pemegang hak masih dijadikan satu paket dari pemegang hak atas tanah yang sebenarnya sudah ada titik temu, sudah ada kesepakatan lewat proses musyawarah. Perbedaan sedikit inilah yang menurutnya jangan sampai mengorbankan kepentingan yang lebih besar dalam hal ini proses pembangunan demi kepentingan umum. (jrp)