Jakarta — Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, hari ini mendeklarasikan dimulainya Tahun Badak Internasional. Pencanangan Tahun Badak Internasional tersebut, merupakan gagasan lembaga konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) yang didukung oleh Negara-negara yang menjadi daerah sebaran badak dunia, yaitu: Indonesia, Mozambique, Kenya, Bhutan, Nepal, Malaysia, Namibia, Zimbabwe, Botswana, Afrika Selatan, dan India.
Dari lima jenis badak yang ada di dunia, Indonesia memiliki dua jenis badak yaitu badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan badak jawa (Rhinoceros sondaicus))
Dalam dekade terakhir ini, dua subspesies badak, yaitu badak hitam (Diceros bicomis longipes) di Kamerun dan subspecies badak Jawa (Rhinoceros sondacius annamitcus) di Vietnam telah punah. Saat ini, jumlah populasi dari dua subspecies lainya yakni, badak putih (Ceratotherium simum cottoni) dan populasi Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis lasiotus), juga dinyatakan terancam punah disebabkan meningkatnya perburuan liar dan menurunnya kualitas habitatnya.
“Salah satu program kerja Kementrian Kehutanan adalah perlindungan satwa langka seperti badak, harimau, gajah dan orang-utan. Badak merupakan satwa yang relatif paling terancam , apalagi saat ini populasi badak jawa hanya terdapat di Indonesia, setelah spesies badak jawa di Vietnam dinyatakan punah tahun 2011 lalu. Dalam konteks ini pencanangan tahun badak internasional ini diharapkan dapat menjadi momentum penggalangan dukungan dari masyarakat dan semua pihak untuk bekerjasama dalam upaya menyelamatkan badak, kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Sepanjang Tahun Badak Internasional ini, diharapkan seluruh negara yang memiliki badak baik di Afrika maupun Asia bergabung bersama Indonesia untuk memberikan perhatian khususnya bagi penyelamatan populasi badak. Diharapkan kampanye ini dapat mendorong efektifitas upaya pencegahan terhadap perburuan dan perdagangan liar – khususnya perdagangan liar cula badak, dan penegakan hukumnya. Selain juga ada kebutuhan mendesak untuk segera mengurangi tekanan dan meningkatkan kualitas habitat badak.
“Kami menyambut baik dicanangkannya International Year of the Rhino oleh Presiden RI dan komitmen yang telah disampaikannya,” kata John E. Scanlon, Sekretaris Jenderal CITES. “Pesan politis yang jelas dan kuat dari pimpinan tertinggi negara sangat dibutuhkan untuk membasmi ancaman perburuan dan perdagangan liar satwa langka ini. Kami berharap langkah berani dari pemerintah Indonesia akan memotivasi dukungan dari pejabat tinggi ldi negara-negara sebaran badak lainnya,” lanjutnya.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa konservasi yang efektif di Asia dan Afrika berhasil mengembalikan keberadaan badak putih (Ceratotherium simum simum), badak hitam (Diceros bicornis) dan badak India (Rhinoceros unicornis) dari ambang kepunahan. Peningkatan populasi badak di negara-negara tersebut tentunya bisa menjadi pembelajaran bagi upaya pelestarian badak Jawa dan Badak Sumatera.
“IUCN menyampaikan ucapan selamat kepada Presiden Yudhoyono atas komitmennya terhadap upaya konservasi badak di dunia,” kata Simon Stuart, Ketua Species Survival Commission IUCN. “Dengan dicanangkannya Tahun Badak Internasional, kami berharap dukungan publik luas dapat lebih meningkat, begitu juga keterlibatan pemerintah dan mitra lainnya bagi konservasi badak di dunia.”
Untuk memastikan keefektifan upaya konservasi lima subspesies badak, pembahasan mendetil akan dilakukan dalam Kongres IUCN untuk Koservasi Badak Dunia di Jeju, Republik Korea, pada tanggal 6-15 September 2012.
“WWF memberikan dukungan penuhnya pada komitmen yang dibuat oleh Presiden Republik Indonesia dan siap mendukung pembentukan gugus tugas (Rhino Task Force) serta implementasi konkritnya di lapangan. Saat ini ada kebutuhan mendesak mengurangi tekanan terhadap habitat badak di Sumatera dan untuk segera menetapkan habitat kedua bagi populasi badak Jawa di lokasi yang tepat dan aman. Keduanya merupakan tugas berat yang memerlukan kepemimpinan dan arahan dari pemerintah serta kerjasama parapihak termasuk para pakar, organisasi lingkungan, dan masyarakat luas,” CEO WWF-Indonesia, Dr Efransjah. (*/oke)