Kawangkoan, BeritaManado.com — Dalam sebuah ruang diskusi yang diselenggarakan Radio Amigos 100,8 FM Tomohon, Sabtu (7/4/2018) lalu dengan tema “Platform Pemimpin Ideal Dalam Perspektif Demokrasi Lokal di Minahasa”, ada hal menarik yang patut disimak dari apa yang disampaikan para narasumber.
Direktur Executive Pusat Kajian Demokrasi dan Politik Lokal FISIP Dr. Maxi Egeten SIP MSI, dan mantan Dosen FISIP Unsrat Johny Lengkong SPi, MSi, serta dihadiri juga oleh Pemerhati Sosial Jopie Worek, sepakat bahwa demokrasi saat ini mengalami pergeseran sehingga tidak terlihat pemimpin ideal yang diharapkan.
Johny Lengkong menyampaikan, terjadinya pergeseran demokrasi berdampak pada momentum pemilihan kepala daerah, sehingga pemilih pragmatis justru menjadi lebih dominan.
“Saat ini pemimpin dilihat dari sudut pandang uang, dari unsur golongan tertentu, keluarga penguasa, makanya dihasilkan kualitas pemimpin yang rendah,” papar Lengkong.
Faktor penyebabnya antara lain kurangnya pendidikan politik dan warga masih perlu diberi pemahaman bagaimana pendidikan politik yang baik dan benar.
“Bagaimana kita memilih pemimpin politik ideal di tanah Minahasa, maka kita jangan hanya melihat dari segi perspektif saja,” ujar mantan ketua Panwaslu Kabupaten Minahasa Selatan ini.
Baginya, waktu masih menjabat sebagai ketua Panwaslu Minsel, dirinya selalu berupaya mengkampanyekan tentang bagaimana peran masyarakat, ketika ada politik uang.
Kemudian terangnya, banyak contoh pemimpin yang hebat dikalahkan oleh orang yang kualitasnya hanya biasa saja, ini fakta dan terjadi di Sulut.
Menurutnya, pemimpin seharusnya pemimpin harus mampu menggerakan masyarakat dan minimal pemimpin tersebut hasil dari regenerasi sebuah partai politik atau independen, agar ketika sudah menjabat bukan lagi menjadi petugas partai, namun mampu membawa masyarakat Minahasa yang sejahrera dengan menggunakan konsep negara kesejahteraan.
“Konsep ini harus dibawa walau perjuangan merebut itu tidaklah mudah ditengah pola demokrasi seperti ini,” tandasnya.
Ia menyebutkan, demokrasi Minahasa masih dalam tahap pembelajaran dan banyak tahapan demokrasi perlu dilalukan pembenahan untuk menciptakan pola pikir masyarakat yang demokratis.
Jadi pemimpin menurutnya, jangan hanya melihat golongan tertentu, apalagi sentimen di Minahasa sangat kuat dan orang sebenarnya berpikir demokratis untuk membangun budaya demokrasi dan harus menepis asumsi seperti itu untuk melahirkan pemimpin yang ideal dari rakyat.
“Bukannya setelah terpilih mengabaikan begitu saja, tapi paling tidak pemimpin itu menganggap dia sebagai pemimpin rakyat, bukan pemimpin dari partai yang mengusung dan harus berdiri ditengah sebagai pengayom dan jangan otoriter,” timpalnya.
(Ferry Lesar)
Baca juga:
MAXI EGETEN: ASN Tak Netral, Lapor ke Komisi ASN