Sebagai gambaran umum, dari data PRIS (POWER REACTOR INFORMATION SYSTEM), PLTN yang sedang beroperasi didunia terkini, sebanyak 413 unit, tersebar di-32 negara dimana AS terbanyak 93 unit, Perancis dalam posisi kedua sebanyak 56 unit, Cina urutan ketiga dengan 55 unit, Rusia pada peringkat 4 dengan 37 unit dan Koreal Selatan pada posisi kelima dengan 26 unit, kemudian disusul beberapa negara lain yang jumlahnya lebih kecil dari Korea Selatan.
PLTN yang sedang dibangun sampai saat ini tersebar di 17 negara, sebanyak 58 unit dimana Cina sebanyak 23 unit, disusul oleh India 8 unit, Turki 4 unit, Rusia dan Mesir masing2 3 unit, disamping beberapa negara lainnya berkisar 2 dan 1 unit.
PLTN yang sedang beroperasi didunia saat ini adalah dari Generasi II, III dan III+, kecuali Cina satu-satunya negara yang sudah mengoperasikan PLTN Generasi-IV.
Sejak PLTN komersial pertama dikembangkan pada tahun 50-an hingga saat ini, generasi PLTN mengalami perkembangan yang cukup pesat.
PLTN Generasi I
PLTN generasi pertama dikembangkan pada rentang waktu tahun 50-an hingga tahun 60-an. PLTN generasi pertama ini merupakan prototipe awal dari reaktor pembangkit daya yang bertujuan untuk membuktikan bahwa energi nuklir dapat dimanfaatkan dengan baik untuk tujuan damai. Contoh PLTN generasi pertama ini adalah Obninsk(tipe PWGR), Shippingport (tipe PWR), Dresden (tipe BWR), Fermi I (tipe FBR) dan Magnox (tipe GCR).
PLTN Generasi II
PLTN generasi kedua dikembangkan setelah tahun 70-an. PLTN ini merupakan suatu pedoman klasifikasi desain dari reaktor nuklir. PLTN generasi II dijadikan sebagai reaktor daya komersial acuan dalam pembangunan PLTN hingga akhir tahun 90-an. Prototipe reaktor daya generasi II adalah PLTN tipe PWR, CANDU, BWR, AGR dan VVER.
PLTN Generasi III
PLTN generasi III adalah reaktor daya generasi lanjut (advanced) yang dikembangkan pada akhir tahun 1990. PLTN generasi ini mengalami perubahan desain evolusioner (perubahan yang tidak radikal) yang bertujuan untuk meningkatkan faktor keselamatan dan ekonomi PLTN. PLTN generasi III banyak dibangun di-negara-negara Asia Timur.
Contoh dari PLTN generasi III adalah ABWR, System80+.
Pengembangan PLTN generasi III terus berlanjut dan bersamaan dengan itu dilakukan perbaikan desain yang evolusioner untuk meningkatkan faktor ekonomi dengan cukup signifikan. Perubahan terhadap PLTN generasi III menghasilkan PLTN generasi III+ yang lebih ekonomis dan segera dapat dibangun dalam waktu dekat tanpa harus menunggu periode R&D yang lama.
PLTN generasi III+ menjadi suatu pilihan untuk pembangunan PLTN yang akan dilakukan dari sekarang hingga tahun 2030. Pada saat sekarang ini Generasi III+ sudah beroperasi secara komersial di Rusia yaitu di-Novovoronezh unit 6 dan 7 dengan kapasitas masing2 1200MW.
Kemudian di Leningrad dan Baltic sedang dibangun masing-masing 2 unit dengan kapasitas 1200MW per unit. PLTN Generasi III+ ini pertama didunia dan dijamin oleh Rusia “zero accident” karena sistim keselamatan dan keamanan yang di up-grade dari berbagai aspek.
Tipe reaktornya VVER (Vodo-Vodyanoi Energetichesky Reaktor), yang menurut para ahli, jenis ini sama dengan PWR (Pressurized Water Reactor).
PLTN Generasi IV
PLTN generasi IV adalah reaktor daya hasil pengembangan inovatif dari PLTN generasi sebelumnya. PLTN generasi IV terdiri dari enam tipe reaktor daya yang diseleksi dari sekitar 100 buah desain. Kriteria seleksi adalah aspek ekonomi yang tinggi, tingkat keselamatan lanjut, menghasilkan limbah dengan kuantitas yang sangat rendah, dan tahan terhadap aturan NPT. PLTN generasi IV dirancang tidak hanya berfungsi sebagai instalasi pemasok daya listrik saja, tetapi dapat pula digunakan untuk pemasok energi termal kepada industri proses.
Enam tipe dari reaktor daya generasi IV adalah: Very High Temperature Reactor (VHTR), Sodium-cooled Fast Reactor (SFR), Gas-cooled Fast Reactor (GFR), Liquid metal cooled Fast Reactor (LFR), Molten Salt Reactor (MSR), dan SuperCritical Water-cooled Reactor (SCWR). (Sumber: Wikipedia).
Saat ini satu-satunya didunia Generasi IV yang sudah beroperasi secara komersial adalah buatan Cina dengan tipe HTGR.
Menurut Dr. Topan Setiadipura, tipe VHTR, dimana output temperature heliumnya dibatasi 850degC, sebagai salah satu dari Gen-IV. Namun dalam perjalanannya, Gen-IV International Forum (GIF) di 2014 menurunkan batas itu, tidak lagi 850 degC seperti HTR-PM, HTR-10, Juga RDE-Reaktor Daya Eksperiman rancangan BATAN yang sedang dibangun di Serpong tapi saat ini terhenti.
Jadi saat ini istilah VHTR sebenarnya sama dengan HTGR (High Temperature Gas-cooled Reactor).
Sebagai penjelasan, Anggota GIF terdiri dari 13 negara yaitu Argentina, Australia, Brasil, Canada, Cina, Perancis, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Afrika Selatan, Swiss, Inggeris, Amerika Serikat. Tugas negara2 anggota GIF ini untuk melakukan penelitian dan pengembangan 6 tipe reaktor Gen.4 tersebut sampai pada tahap komersialisasi.
PLTN Cina:
Saat ini Cina memiliki 55 PLTN yang sedang beroperasi dengan kapasitas 53.202MW dan yang sedang dibangun berjumlah 23 unit dengan kapasitas 25.724MW. Tipe PWR mendominasi PLTN di Cina baik yang sedang beroperasi maupun sedang dibangun.
Dari 55 unit yang sedang beroperasi, maka 52 unit tipe PWR, dan 3 unit terdiri dari 2 tipe PHWR yang berlokasi di Jiaxing dengan nama Qinsaan3-1 dan Qinsaan 3-2 dan 1 unit tipe HTGR berlokasi di Weihai dengan nama Shidad Bay dan beroperasi pada 14/12/2024.
Kemudian dari 23 unit PLTN yang sedang dibangun tipe PWR tetap dominan dengan jumlah 21 unit dan 2 unit lainnya dari tipe FBR (Fast Breeder Reactor). Dari 21 unit jenis PWR yang sedang dibangun, maka unit terkecil berkapasitas 125MW terletak dikota Changjiang dengan nama reaktor Linglong-1 dan unit terbesar berkapasitas 1253MW terletak dikota Haiyong dengan namaHaiyang-3.
Tipe FBR yang sedang dibangun masing-masing berkapasitas 682MW yang keduanya terletak dikota Ziapu dengan nama Ziapu-1 dan Ziapu-2.
Dari catatan sejarah, PLTN pertama di Cina dibangun oleh AREVA, perusahan Perancis beroperasi tgl 31 Agustus 1993 yang terletak di Shenzhen City, bernama Daya Bay-1 dengan kapasitas 984MW, tipe PWR.
Perancis mengembangkan tipe PWR buatannya sendiri yang awalnya di-adopsi dari Amerika Serikat. Rupanya Cina cocok dengan tipe PWR ini sehingga mendominasi PLTN Cina yang saat ini dikembangan oleh Cina sendiri.
PLTN yang sedang beroperasi didunia saat ini termasuk di Cina adalah dari Generasi II, III dan III+.
Saat ini Cina memasuki era baru dengan keunggulannya membangun PLTN Generasi-4 tipe HTGR, yang sudah memasuki tahap komersial.
Prestasi Cina ini adalah yang pertama didunia, melampaui negara-negara perintis PLTN seperti Rusia, AS, Perancis dan Inggeris.
Berlokasi di Provinsi Shandong, proyek itu dikembangkan bersama oleh China Huaneng Group, Universitas Tsinghua, dan China National Nuclear Corporation(CNNC).
Cina memegang hak kekayaan intelektual yang sepenuhnya independen untuk PLTN generasi IV tersebut. HTGR merupakan jenis reaktor canggih yang menggunakan teknologi PLTN generasi IV dan merupakan arah pengembangan utama PLTN, kata Zhang Zuoyi, kepala perancang program utama PLTN HTGR sekaligus Dekan Institut Energi Nuklir dan Teknologi Energi Baru di Universitas Tsinghua.
Dengan “keselamatan” sebagai elemen kunci, reaktor itu dapat mempertahankan kondisi aman dan mencegah terjadinya kecelakaan reaktor nuklir atau kebocoran bahan radioaktif.
Kemampuan ini dapat bertahan bahkan ketika kapasitas pendinginan benar-benar hilang, tanpa tindakan intervensi apa pun, tambah Zhang.
Lebih dari 500 perusahaan yang bergerak di bidang desain dan pengembangan, konstruksi teknik, manufaktur peralatan, produksi dan operasi terlibat dalam proyek ini.
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) peralatan PLTN tersebut mencapai lebih dari 90 persen, kata Zhang Yanxu, penanggung jawab proyek tersebut.
Pengoperasian komersial PLTN itu memiliki signifikansi besar dalam meningkatkan keselamatan, serta kapabilitas ilmiah, teknologi, maupun inovasi dari pengembangan PLTN di Cina, katanya.
PLTN Shidaowan dimulai pada Maret 2002, dimana China Huaneng memulai pekerjaan awal pada proyek percontohan dengan China Nuclear Engineering dan Universitas Tsinghua.
Rencana implementasi disetujui pada Maret 2011 namun ditunda setelah kecelakaan PLTN Fukushima di Jepang, terjadi pada bulan yang sama akibat gempa bumi dan tsunami. Pembangunan PLTN HTGR Shidaowan dimulai pada Desember 2012, dan mulai menghasilkan listrik untuk pertama kalinya pada Desember 2021.
Menurut IAEA, Cina saat ini menempati peringkat ketiga dalam pembangkit listrik tenaga nuklir setelah Perancis dan Amerika Serikat, dan diperkirakan akan memimpin dunia dalam hal kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir terpasang pada tahun 2030.
Pelajaran Bagi Indonesia:
Sejarah mencatat bahwa BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) pernah membangun PLTN Generasi-IV tipe HTGR sebagai Reaktor Daya Eksperimental(RDE) saat Prof.Dr. Djarot Wisnubroto sebagai Kepala BATAN.
RDE ini terletak di Kawasan PUSPITEK, Serpong yang dikerjakan oleh para ahlinya putra Indonesia yang bekerja di BATAN.
Hasilnya telah menyelesaikan desain RDE tsb berkapasitas 10MW. Dalam upaya peningkatan dan pengembangan bagi penyelesaian pembangunan RDE ini, maka BATAN telah merintis kerjasama dengan Tsing Hua University untuk penelitian bersama pengembangan HTGR.
Dr. Muhammad Subekti, salah satu sosok inti dalam proyek RDE ini, dalam keterangan persnya pada 23 Nopember 2018, mengatakan bahwa kegiatan penelitian skala bersama/joint lab awalnya digagas oleh Pemerintah Cina dan Indonesia.
Kegiatan penelitian joint lab dapat dijadikan sebagai wadah kegiatan berbagi data dan penelitian bersama terkait dengan desain HTGR, pengembangan simulator, kajian pengembangan regulasi dan studi penelitian bersama. Implementasi kegiatan kerjasama ini diwujudkan dalam bentuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan pengembangan teknologi PLTN.
Kerja sama ini direncanakan pelaksanaannya hingga 3 tahun kedepan. Rancangan yang dihasilkan dari kegiatan bersama ini, merupakan peningkatan dari skala RDE yang berkapasitas 10MW menjadi skala yang lebih tinggi dayanya.
Peningkatan skala RDE menjadi lebih tinggi akan diperuntukan sebagai pembangkit listrik sekaligus dapat digunakan untuk keperluan industri seperti smelter, pabrik pupuk, pabrik pengolahan tanah jarang atau industri lainnya yang memanfaatkan panas dari proses reaktor nuklir. Disisi lain Dr. Geni Rina Sunaryo, mantan Kepala Pusat Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) BATAN, menjelaskan ada 3 target dari kegiatan joint lab tersebut, yakni peningkatan kapasitas SDM, mengakselerasi regulasi terkait HTGR dan membuat peta manufaktur terkait HTGR.
Hasil kerja kegiatan joint lab ini nantinya dapat dimanfaatkan kedua pihak paling tidak yang terkait dengan peningkatan kapasitas SDM. Prof.Dr. Djarot Wisnubroto juga mengatakan bahwa kerjasama joint lab memberi keuntungan bagi kedua pihak baik sisi rancangan, pembuatan perangkat lunak, regulasi dan manufaktur.
Dr. Djarot lanjut mengatakan kegiatan joint lab ini difokuskan kepada kegiatan pemngembangan HTGR terutama pada rancangan 150MWth. Dengan demikian kegiatan ini menjadi semacam penyiapan kelanjutan dari program pembangunan RDE yang berkapasitas 10MWth (keterangan 3 ahli nuklir diatas dikutip dari keterangan pers pada 22 Nopember 2018).
RDE tipe HTGR ini secara formal diprogramkan pada thn 2015-2019, walaupun sebelumnya sudah dimulai persiapan dan komunikasi dengan beberapa pihak. Namun sayang proyek ini berhenti pada tahun 2018.
Berbagai dugaan muncul yaitu berhenti karena alasan obyektif,, diberhentikan dengan sengaja/sepihak, disabotase, pesan sponsor, memuluskan proyek lain, dll.
Namun melihat perkembangan yang telah dicapai proyek RDE ini dan keberhasilan PLTN Cina Generasi ke-IV tipe HTGR, maka diharapkan Pemerintah dapat melanjutkan proyek tersebut. Apalagi sudah ada kerjasama dengan Cina melalui Tsing Hua University sebagai salah satu pihak yang ikut mengembangkan proyek HTGR Cina sebagai PLTN Generasi ke-IV yang saat ini sudah beroperasi secara komersial.
Jika Indonesia berhasil dengan proyek ini, maka kedepan bisa diatur kerjasamanya dalam bentuk Indonesia memproduksi reaktor nuklir tipe HTGR khas Indonesia dengan kapasitas kecil sebagai tahap awal, dan Cina memproduksi yang berkapasitas sedang dan besar.
Jika ini terjadi, maka Indonesia menjadi negara pertama di-Asia Tenggara yang mampu memproduksi reaktor nuklir Generasi-IV tipe HTGR, khas buatan Indonesia.
Untuk mewujudkan hal ini, maka ada desakan sementara pihak, agar BATAN dihidupkan kembali, dipisahkan dari BRIN (BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL), karena ada kesan selama ini tidak ada kemajuan yang berarti yang dikerjakan BRIN dalam program nuklir untuk tujuan damai.
JAKARTA, 29 PEBRUARI. 2024.
DRS. MARKUS WAURAN
WAKIL KETUA DEWAN PENDIRI HIMNI.