
Manado, BeritaManado.com — 3 pasangan calon mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) ke Mahkamah Konstitusi RI, di 2 daerah pemilihan, Manado dan Boltim.
Sebut saja, Pemohon Pasangan Calon (Paslon) Drs Hi Suhendro Boroma MSi dan Drs Rusdi Gumalangit, Prof dan Paslon Amalia Ramadhan Sehan Landjar, SKM dan Uyun Kunaefi Pangalima, SPd, dengan termohon KPU Boltim.
Kemudian Pemohon, Paslon DR. Julyeta Paulina Amelia Runtuwene, MS & DR. Harley Alfredo Benfica Mangindaan, SE MSM, dengan termohon KPU Kota Manado.
Kepada BeritaManado.com, Ferry Liando pun mengatakan tidak semua gugatan pasangan calon yang tak puas dengan hasil Pilkada 2020 bisa diterima MK, sebab ada syarat selisih perolehan suara yang harus terpenuhi.
“Kalau mengacu Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota cuma bisa selisi dibawa 2 persen,” ujar Liando, Selasa (22/12/2020).
Liando, menjelaskan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
Kemudian, Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa-500 ribu jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
Dan, Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk 500 ribu jiwa- 1 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
Kemudian, Kabupaten/Kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
“Pihak yang tidak puas dengan penetapan rekapitualsi KPU perlu membuat permohonan tertulis yang isinya adalah identitas pemohon, surat kuasa, uraian mengenai kewenangan MK, kedudukan hukum, tenggat waktu pengajuan permohonan, hal apa yang dipersoalkan atau posita, serta tuntutan apa yang diminta atau petitum,” ujar Dosen Kepemiluan Unsrat ini.
Lanjutnua, untuk alat bukti harus sedetail mungkin, siapkan sebanyak-banyaknya, sebab jika ada permintaan tambahan oleh hakim saat itu juga harus langsung tersedia.
“Di MK itu ada 3 pembuktian yang wajib disediakan yaitu apa benar terjadi kecurangan secara terstruktur, kecurangan secara sistematis dan kecuraman terjadi secara masif,” katanya.
Kemudian, Jika ketiga hal itu tak mampu dibuktikan maka permohonan sengketa akan sia-sia.
“Tidak ada pihak lain yang bisa membuktikan tapi yangg bisa mebutikan adalah pemohon sendiri. Siapa yg buat dalil maka dia yang bisa membuktikan itu,” ungkapnya.
Liando melanjutkan, hal yang perlu dicegah dalam persidangan adalah menghindari kalimat apa kata orang atau apa kata media, saksi-saksi yang dihadirkan adalah pihak yang melihat dan merasakan langsung.
“Jika ingin menang maka pihak pemohon harus berusaha membuktikan apa yg di dalilkan,” ujarnya.
Jelasnya, hal pertama yang perlu dibuktikan, apakah pelanggaran yang dilakukan itu benar-benar memenuhi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Kedua, jika benar terbukti pelanggaran itu dilakukan secara TSM, maka pembuktian selanjutnya adalah apakah dengan pelanggaran dengan TSM itu mempengaruhi hasil suara secara keseluruhan.
“Ketiga, jika terbukti bahwa pelanggaran TSM itu mempengaruhi hasil, maka pembuktian selanjutnya adalah apakah pelanggaran itu merugikan pihak pemohon,” tandas Liando
(Dedy Dagomes)