TABEA! Harian Manado Pos edisi Jumat, 29/5, mewacanakan pemilihan gubernur (pilgub) Sulawesi Utara.
Salah satu tawarannya, adalah prediksi calon gubernur–calon wakil gubernur (cagub-cawagub) Provinsi Sulawesi Utara, periode 2010-2015.
Berikut, Prediksi Cagub-Cawagub Sulawesi Utara Periode 2010-2015:
1.Sinyo Harry Sarundayang – Ny. Sus Sualang-Pangemanan (PDI-P);
2.Ramoy Markus Luntungan – Abdi Buchari (Golkar);
3.E.E. Mangindaan – Ny. Marlina Moha-Siahaan (Demokrat-Golkar);
4.Wenny Warouw – Syenni Watulangkouw (Demokrat);
5.Lucky Korah – Winsulangi Salindeho (Golkar);
Mencermati nama-nama cagub-cawagub di atas, hampir pasti tak ada nama baru yang muncul. Beberapa di antaranya, adalah nama-nama lama langganan suksesi Sulut. Ada mantan Gubenur Sulut (E.E. Mangindaan), mantan Plt. Gubernur Sulut (Lucky Korah), cagub periode lalu (Wenny Warouw), dan Gubernur Sulut yang masih menjabat (Sinyo Harry Sarundayang). Lima nama lainnya, masih menduduki jabatan Bupati/Wakil Walikota, atau Plt. Walikota, yaitu: Ramoy Markus Luntungan (Bupati Minsel), Abdi Buchari (Plt. Walikota Manado), Ny. Marlina Moha-Siahaan (Bupati Bolmong), Syenni Watoelangkow (Wakil Walikota Tomohon), dan Winsulangi Salindeho (Bupati Sangihe). Sedangkan Ny. Sus Sualang-Pangemanan, adalah kader PDI-P, Ketua DPRD Minut, dan istri dari Ketua DPD PDI-P Sulut, Freddy H. Sualang.
Sebagai sebuah prediksi, sah-sah saja, karena formasi ini pun belum permanen. Yah, namanya juga sebuah prediksi! Harian Manado Pos mewacanakan ini, karena nama-nama di atas, ramai dibicarakan, dan disodorkan masyarakat dalam berbagai pemberitaan media di daerah ini. Artinya, tim sukses masing-masing calon, sudah mulai bekerja, dan menebar pesona calonnya dalam upaya menggaet simpati masyarakat.
Hal yang disayangkan, belum munculnya nama-nama baru, yang lebih muda, segar, dan cerdas sebagai calon pemimpin Sulut. Mudah-mudahan beberapa waktu berikut ini, dapat muncul ke permukaan nama-nama orang muda, yang masih segar dan lebih cerdas, sebagai calon pemimpin Sulut masa depan. Agar proses pengkaderan pemimpin tak dibiarkan mandul dan macet, hanya karena segelintir kepentingan yang tetap berupaya memelihara status quo demi kelangsungan kekuasaan yang sempit.
Dalam pemberitaan edisi hari berikutnya, Sabtu, 30/5, Harian Manado Pos, menampilkan nama-nama baru. Tampaknya, nama-nama itu masih segar, berusia muda, dan (mudah-mudahan) cerdas. Beberapa di antaranya, tidak asing lagi, karena kiprah mereka yang menonjol, seperti Benny Jozua Mamoto, pamen Polri/pakar teroris, yang pemerhati seni budaya Sulut, dan telah banyak menyelenggarakan kegiatan seni budaya, di Manado dan Jakarta. Ada juga, Jefrey Kairupan, bankir muda, tentu selain Hengky Wijaya (pengusaha, dan pemilik beberapa pertokoan di Manado), dan Maya Rumantir (penyanyi pop, dan kini banyak berkecimpung sebagai aktivis sosial).
Di kursi cawagub, muncul tiga orang muda, yang dalam Pemilu 2009 lalu, berhasil terpilih melalui partainya masing-masing sebagai Anggota DPR-RI, mewakili Sulut. Dua di antaranya, adalah anak dari gubernur dan bupati yang tengah berkuasa, yaitu: Vanda Sarundayang (anak Gubernur Sulut, S.H. Sarundayang), dan Aditya Didi Moha (anak Bupati Bolmong, Ny. M. Moha-Siahaan). Sementara Yasty Soepredjo adalah pengurus PAN Sulut, dan Taufik Pasiak adalah Sekretaris MUI Sulut.
Berikut nama-nama Cagub dan Cawagub yang ditawarkan, tanpa pasangan, yaitu:
Nama-nama Cagub:
1.Benny Jozua Mamoto (Pemerhati Kebudayaan Sulut, dan Pamen Mabes Polri;
2.Jefrey Kairupan (Kepala Bank Indonesia Sulawesi Utara);
3.Hengky Wijaya (Pengusaha);
4.Maya Rumantir (Aktivis Sosial);
Nama-nama Cawagub:
1.Vanda Sarundayang (Caleg Terpilih PDI-P Sulut untuk DPR-RI 2009);
2.Yasty Soepredjo (Caleg Terpilih PAN Sulut untuk DPR-RI 2009);
3.Taufik Pasiak (Sekretaris MUI Sulut);
4.Aditya Didi Moha (Caleg Terpilih Golkar Sulut untuk DPR-RI 2009);
Menyambut suksesi di Sulawesi Utara, saya mengajak semua pihak mencermati wacana prediksi di atas, melalui pendapat, saran dan usul, serta penilaian-penilaian yang obyektif, dengan data dan alat ukur yang konkret akurat, atas diri masing-masing calon yang diajukan.
Tentu saja, Anda pun dapat menghadirkan nama lain/calon lain, di luar prediksi di atas, sepanjang yang bersangkutan memenuhi kriteria yang lazim bagi seorang calon pemimpin.
Kita berharap, siapapun yang terpilih, adalah pemimpin yang sanggup mengelola Sulawesi Utara, dengan berbagai potensi sumber daya manusia, dan sumber daya alamnya (termasuk sumber daya adat dan kebudayaannya), sebagai sebuah totalitas dalam khasanah pembangunan.
Sudah tentu, kita memerlukan infrastruktur yang memadai dan lengkap, tetapi jika itu tak ditopang oleh pembanguan moral/spritual dan rohani yang terencana serta terpelihara dengan baik, maka semuanya akan menjadi sia-sia.
Kita butuh rumah ibadat, tetapi jika pembangunan itu tak ditindaklanjuti dengan program-program konkret pembinaan rohani umat secara berkesinambungan dan sungguh-sungguh, serta pelayanan diakonia secara menyeluruh kepada sesama, maka semua upaya ini akan menjadi batu sandungan di kemudian hari.
Kita gembira melihat kota semakin dijejali gedung-gedung bertingkat nan megah, jalan-jalan raya berhotmiks bak permadani, hotel-hotel berkelas nan mewah, kerlap-kerlip pusat-pusat pertokoan bernuansa metro, seolah menutup gambaran pasar-pasar tradisional yang kumuh dan kotor, serta berbagai kemajuan fisik lainnya. Namun, jika pelbagai ikhtiar itu tak disertai dengan penataan program perdagangan dan perekonomian, perhubungan, pariwisata, kebudayaan, dan semua sektor terkait secara menyeluruh dan konkret, maka sama saja kita membiarkan berbagai kesuraman masa lalu, terulang kembali. Sama serupa, (kita merelakan) wajah dan rupa Bunaken, serta berbagai obyek adat dan wisata lainnya, tampak buruk, kumuh, miskin aktivitas dan kreativitas, serta terlunta-lunta tiada solusi. Yang ada, sekadar upaya ‘tiba saat, tiba akal’, mendukung penyelenggaraan iven-iven temporer di daerah. Setelah itu, tak ubahnya ‘kuburan purba’ yang menakutkan! Ini cuma salah satu contoh.
Suatu saat, kita hanya bisa menemukan ‘catatan’ demi ‘catatan’ tentang Bunaken, obyek-obyek wisata, adat budaya, dan berbagai potensi adat istiadat serta budaya kita, dalam kenangan pada tetua, yang mengumbar mimpi-mimpinya dari mulut ke mulut, turun temurun, dari warung kopi ke warung kopi.
Data konkret pun, kita tak punya. Perpustakaan dan museum, kosong melempem! Yang ditemukan, cuma: catatan-catatan minor ‘pemimpin-pemimpin’ kita yang korup, penuh skandal, dan gagal! Betapa sia-sianya kita selama ini: membangun sebuah negeri, tanpa akar dan adat kebudayaan yang konkret, tanpa spirit, dan rohani yang luruh-lurus! Orekei! Orekei!
Pemimpin yang baik, cerdas, dan berhikmat, tentu sangat memahami hal ini. Lalu, apa pendapat, saran dan usul, serta penilaian Anda? Terima kasih. – ED.