Manado, BeritaManado.com – Anggota Pansus Ayub Ali Albugis mempertanyakan data valid jumlah masyarakat miskin di Sulawesi Utara.
Hal tersebut diutarakan Ayub Ali Albugis menanggapi LKPJ Gubernur tahun 2017 dari Dinas Sosial yang disampaikan kepala dinas dr Rinny Tamuntuan di ruang rapat paripurna DPRD Sulut, Senin (9/4/2018) sore.
“Perlu ada data valid dari pemerintah provinsi berapa jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara per tahun. DPRD perlu mengetahui, misalnya ada penambahan orang miskin akibat bencana alam,” jelas Ayub Ali pada rapat yang dipimpin Ketua Pansus LKPJ, Ferdinand Mewengkang.
Anggota Pansus Teddy Kumaat mempertanyakan program anak dan lansia tidak mencapai Rp.500 Juta belum sesuai amanah UUD 1945 anak-anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara.
“Kedepan anggaran untuk anak-anak terlantar dan fakir miskin termasuk makan minum mereka ditingkatkan. Soal perlindungan fakir miskin dan anak-anak terlantar perlu ditindaklanjuti melalui peraturan daerah,” tukas Teddy Kumaat.
Sekprov Edwin Silangen merespon pertanyaan anggota Pansus menjelaskan basis data terpadu dari dinas sosial di 15 kabupaten dan kota. Ada kegiatan realisasi fisik 100 persen dengan anggaran bisa ditekan.
“Perlindungan fakir miskin dan anak-anak terlantar seyogyanya anggaran nanti ditingkatkan termasuk keterlibatan instansi lain membantu,” jelas Edwin Silangen
Kadis Sosial dr Rinny Tamuntuan menambahkan program fakir miskin dalam bentuk program KUBE untuk 11 kelompok tersebar di beberapa kabupaten.
“RTLH ada pemerataan total 399 unit terbagi di 15 kabupaten dan kota. Juga pembangunan MCK. Soal makan minum di panti 2018 masih tersedia. Juga penyandang kusta di Pandu masih tersedia. Data jumlah orang miskin selama ini masih menggunakan BPS dan kedepan menggunakan basis data terpadu, minta bantuan dukungan anggaran dari DPRD,” terang dr Rinny Tmauntuan.
Hal lain dijelaskan dr Rinny Tamuntuan adalah kriteria orang miskin, diantaranya, tidak memiliki mata pencaharian, pengeluaran anggaran untuk makanan pokok sangat sederhana dan tidak mampu berobat ke rumah sakit.
“Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam setahun, tidak mampu menyekolakan anak hingga SMP, dinding rumah bambu atau kayu, lantai dari tanah, atap ijuk atau rumbia atau genteng tidak baik, penerangan bukan listrik, luas lantai rumah lebih 8 meter persegi per orang dan tidak punya sumur,” terang dr Rinny.
(JerryPalohoon)