Kapal ikan jenis penampung (foto beritamanado)
Bitung – Kebijakan Kementerian Perikanan RI membatasi kapasitas kapal penampung atau pengakut ikan hanya 75 Gross Ton (GT) dinilai hanya merugikan. Mengingat kapasitas tersebut mengharuskan kapal pengakut setiap saat bolak-balik untuk membawa muatan karena kapasitasnya sangat kecil.
“Kalau hanya 75 GT maka jelas hanya merugikan karena biaya yang dikeluarkan untuk operasional kapal tak sebading dengan hasil muatan,” kata salah satu pengusaha perikanan Kota Bitung, Linna Uthiarahman, Jumat (23/1/2015).
Uthiarahman juga menilai, jika alasan Kementerian Perikanan RI membatasi kapasitas kapal pengangkut untuk mencegah illegal fishing seperti transshipment kurang tepat. Karena para pengusaha penangkap ikan seperti dirinya lebih berpikir untuk menjual hasil tangkapan di Kota Bitung dari pada harus dibawa ke General Santos Philipina atau negara lain.
“Kami pengusaha yang tentu ingin mencari untung, nah kalau harga ikan di Kota Bitung sama dengan harga ikan di General Santos buat apa jauh-jauh membawa ikan kesana. Kan dari segi jarak saja jauh lebih untung untuk menjual di Kota Bitung daripada jauh-jauh ke Philipina,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah harusnya tak asal mengeluarkan kebijakan yang belum tentu kondisinya sama seperti di Kota Bitung. Karena di Kota Bitung, para pengusaha penangkapan ikan sangat taat aturan dan tak mungkin untuk melakukan praktek-praktek illegal fishing seperti di daerah lain.
“Sayang upaya kami untuk berdialog dengan Ibu Menteri Susi tak pernah kesampaian, padahal kami ingin menjelaskan kondisi Kota Bitung yang tak sama dengan kondisi perikanan wilayah lain di Indonesia,” katanya.(abinenobm)