Kontu ketika menerima perwakilan Yayasan Yaki
Bitung – Pemkot Bitung menyatakan bakal ikut ambil bagian dalam penyelamatan satwa edemik Sulawesi, Macaca Nigra atau lebih dikenal dengan nama lokal Yaki. Mengingat populasi Yaki dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan akibat aksi perburuan dari masyarakat.
“Pemkot akan segera mengadakan sosialisasi tentang program konservasi selamatakan Yaki terhadap masyarakat dan bertekad akan ikut mengkampanyekan penyelamatan Yaki,” kata Kabag Humas Pemkot Bitung, Erwin Kontu, Selasa (7/7/2015) usai menerima Education Officer Yayasan Yaki, Yunita Asisten Education Officer Yayasan Yaki, Pricilia.
Kontu berharap, lewat sosialisi dapat menekan perburun Yaki karena hewan ini merupakan salah satu satwa yang memegang peranan penting dalam keseimbangan ekosistem alam, daya tarik wisata, serta penelitian ilmu pengetahuan.
“Saya berhadap masyarakat tidak lagi berburu Yaki, dikarenakan Yaki merupakan satwa yang tidak boleh diburu dan dikonsumsi,” katanya.
Yaki sendi kata Kontun, saat ini dilindungi Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang perlindungan satwa. Juga International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) atau World Conservation Union menyatakan melindungi Yaki.
Sementara itu, Yunita mengatakan, Yaki banyak tersebar di hutan primer dan hutan lindung di Sulut. Namun, paling banyak ditemui saat ini di Cagar Alam Tangkoko, tapi populasinya makin menurun setiap tahun disebabkan ancaman perburuan untuk dikonsumsi dan dipelihara oleh masyarakat .
“Saat ini Yaki berada dalam ancaman kepunahan, bahkan termasuk dalam daftar merah satwa yang sangat terancam punah,” katanya.
Dari data IUCN, populasi Yaki hanya tersisa 5000 individu yaki di Sulawesi Utara, 2000 diantaranya berada di Cagar Alam Tangkoko. Penyebab utama menurunnya populasi Yaki di tanah Minahasa tidak lain adalah menjadi sasaran perburuan,untuk akhirnya diperdagangkan, dipelihar bahkan dikonsumsi.(*/abinenobm)