Pastor Johanis Mangkey usai Misa Minggu Palma di Stasi Gunung Nona Paroki Maria Bintang Laut Ambon
Ambon, BeritaManado.com — Kemuliaan Yesus sebagai Anak Allah tersamar dalam kesederhanaan yang dapat dilihat sepanjang kisah kehidupan-Nya sebagaimana tercatat di Kitab Suci.
Hal ini disampaikan Pastor Johanis Mangkey MSC saat memimpin Misa Minggu Palma di Stasi Gunung Nona Paroki Maria Bintang Laut Ambon, Minggu (13/4/2025).
Dalam khotbahnya, Pastor Johanis Mangkey MSC menjelaskan bahwa ketika Yesus masuk kota Yerusalem, Dia disambut, dielukan-elukan dan dihormati oleh banyak orang.
Yesus datang dengan naik seekor keledai simbol kesederhanaan, bukan dengan kuda yang melambangkan kekuatan dan kekuasaan.
Yesus masuk ke Yerusalem disambut dengan pakaian dan daun-daun, simbol keseharian yang natural dan bukan dengan baliho-baliho mahal dan penuh pujian tinggi.
Yesus yang disambut dan dielu-elukan ini, masuk ke Kota Yerusalem untuk menemui nasib-Nya yaitu mengikuti jalan penderitaan, sengsara dan wafat di kayu salib yang hina.
“Saat itu, hanya penjahat kaliber yang ketika itu dijatuhi hukuman dengan cara salib. Penderitaan dan salib ini justru adalah jalan penghampaan diri dari kekuasaan, jalan perjumpaaan antara yang ilahi dan manusiawi, jalan keselamatan bagi dunia dan umat manusia. Yesus mengikuti jalan tidak populer yang sering manusia tidak kehendaki dan segan mengikutinya. Inilah jalan kristiani kita. Tidak ada keselamatan tanpa penderitaan,” jelas Pastor Johanis Mangkey.
Dengan demikian, jangan takut untuk menderita, jangan takut untuk memikul salib, jangan takut memberi kesaksian sebagai pengikut Kristus.
“Hanya dengan demikian kita dihantar pada kebangkitan, yakni kehidupan mulia yang abadi,” ujarnya.
Stasi yang ada di atas gunung ini mempunyai 4 wilayah rohani dengan sekitar 80 kepala keluarga Katolik.
Sejauh yang saya rasakan, umat mempunyai semangat iman yang kuat untuk terus berkembang.
Tadinya mereka semua harus turun ke Gereja induk tetapi berkat inisiatif dari alm. Pst Yoppy Sumakud MSC, yang pada waktu itu menjabat sebagai Pastor Paroki, stasi ini dapat mendirikan suatu gereja di atas bukit.
“Kesan saya pertama ialah pastor yang datang melayani harus kuat juga untuk naik tangga menuju ke Gereja,” ucapnya.
(Frangki Wullur)