Manado – Terkait beragam tanggapan sehubungan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilakukan secara langsung maupun hanya keterwakilan di lembaga DPRD terus mengalir.
Toar Palilingan, pakar hukum dan pengamat politik Sulut pun angkat bicara soal adanya beragam asumsi dari sejumlah pihak yang menjadikan Pancasila sebagai dasar acuan dilaksanakannya Pilkada di DPRD.
“Hati-hati menjadikan sila ke 4 Pancasila sebagai alasan pembenaran Pilkada oleh DPRD, karena Pilkada langsung selama ini apa tidak sesuai Pancasila? Argument tersebu bisa menjadi bumerang mengingat pemilihan Presiden yang original/ditetapkan oleh pendiri negara adalah dipilih oleh MPR atau sistem perwakilan,” ujar Palilingan.
Dosen Fakultas Hukum Unsrat ini pun menegaskan, sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang mengacu pada Undang Undang Dasar 45 yang terkait Pemilu sudah di amandemen berdasarkan semangat para reformasi.
“Sedangkan saat ini UUD sudah di amandemen menjadi pemilihan langsung. Hal ini dikarenakan pemilihan oleh MPR dianggap oleh para reformist (Mega, Amin cs) tidak demokratis. Amandemen UUD maupun pembuatan UU disesuaikan dengan pemenuhan tuntutan serta kebutuhan masyarakat saat ini. Jadi disamping landasan filosofis dan juridisnya juga tidak kalah pentingnya yakni landasan sosiologis sehingga kesan suatu aturan bersifat elitis terbantahkan,” tegasnya.
Palilingan menambahkan, penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem dan sejumlah dasar peraturan yang harus saling berkaitan diatara satu dan lainnya, dengan tujuan agar tercipta pemerintahan yang baik dapat terlaksana.
“Penyelenggaraan pemerintahan memiliki sistemnya baik politiknya maupun pemerintahannya dan semuanya diatur oleh beberapa UU terkait satu dengan lainnya. Sehingga butuh sinkronisasi serta harmonisasi agar tidak terjadi benturan satu degan lainnya dan sistem tersebut bisa berjalan secara baik sehingga tujuan negara bisa tercapai juga dengan baik,” tambah Palilingan.
Lebih lanjut dijelaskannya, pembahasan RUU Pilkada nampaknya terancam tidak akan dilanjutkan. Hal ini sendiri disebabkan Partai Demokrat yang pada Pilpres lalu tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), tapi tidak termasuk dalam koalisi permanen.
“Asal jangan ketinggalan moment aja, contoh seperti Vicky Lumentut, ketua Partai Demokrat Sulut yang saat Pilpres masuk dalam KMP. Banyak yang tidak tahu Partai Demokrat bukan bagian dari koalisi permanen. Makanya bisa aja UU Pilkada gagal kalau SBY tidak mau lanjutkan pembahasan RUU tersebut karena tanpa persetujuan bersama maka RUU ini akan kandas di DPR RI,” tandas Palilingan.
Palilingan menambahkan bahwa Republik Indonesia belum lahir tetapi pemilihan langsung diseantero Indonesia sudah ada.
“Kan sejak dulu ada Pilkades dan hukum tua, jadi sila keempat jagan dijadikan tameng nanti repot sendiri apalagi konsekwensinya musti merrubah lagi pilpres langsung,” pungkas Palilingan. (leriandokambey)