
DEMAM berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Penularan virus dengue pada manusia terjadi melalui vektor penyakit.
Vektor adalah hewan avertebrata (tidak bertulang) yang bertindak sebagai agen penular penyakit yang membawa kuman penyakit yang mendatangkan resiko bagi kesehatan masyarakat.
Virus dengue dapat berpindah atau tertular pada manusia melalui kelenjar ludah nyamuk Aedes aegypti ketika nyamuk menghisap darah manusia. Bila nyamuk penular menghisap darah orang penderita DBD, maka virus akan ikut terisap dan masuk ke dalam lambung nyamuk kemudian memperbanyak diri dan berkembang pada berbagai jaringan tubuh nyamuk dan nyamuk tersebut akan menjadi infektif selama hidupnya.
Semasa hidupnya nyamuk Aedes aegypti memiliki habitat dan berkembangbiak didaerah yang panas dan lembab. Menurut Dorn et al., (2016) walaupun nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai hidup di genangan air bersih, namun dengan cepat nyamuk ini mampu beradaptasi terhadap kualitas buruk dan berpolusi. Perilakunya dalam mencari mangsa di berada disekitaran bangunan dan di lingkungan luar. Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsa pada 2 jam sebelum matahari terbit dan 2 jam sebelum matahari terbenam, hal tersebut disesuaikan dengan perubahan kondisi lingkungan. Selain dari sanitasi lingkungan beberapa faktor lain yang mempengaruhi pekermbang biakan nyamuk adalah ketinggian wilayah, kelembaban, dan curah hujan. Tempat dengan kelembaban lebih tinggi, serta diikuti curah hujan yang tinggi memungkinkan adanya genangan- genangan air yang dapat menunjang habitat hidup dari nyamuk itu sendiri.
Maraknya kasus penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan data Dinas Kesehatan Sulawesi Utara, dimana untuk tahun 2015 terdapat 1.462 kasus DBD, diikuti tahun berikutnya 2016 terjadi peningkatan kasus DBD yaitu sebanyak 2.217 kasus, kemudian pada tahun 2017 terdapat setidaknya 587 kasus DBD, hingga pada tahun 2018 meningkat drastis dari tahun sebelumnya yaitu sejumlah 1.713 kasus, dan per 06 Januari 2019 sudah tercatat 67 kasus DBD. Kasus penyakit ini terus merambak tanpa terkendali hingga memakan banyak korban jiwa. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Manado tahun 2014-2016 kecenderungan terkena penyakit DBD ini paling tinggi pada anak- anak usia 0-11 tahun diikuti pada usia 12-25 tahun. Alasannya, anak kecil masih mengalami masa pertumbuhan dan sistem imunnya belum berkembang sepenuhnya seperti pada orang dewasa.
Menanggapi maraknya kasus penyakit DBD yang terus berkembang tanpa terkendali maka baik pemerintah maupun masyarakat harus bekerja sama menjaga kesehatan lingkungan dengan pencegahan semaksimal mungkin melalui 3M (menutup, menguras, dan mengubur). Pencegahan dalam rumah dapat berupa mencegah pakaian kotor bertumpuk di area terbuka, rendaman cucian baju/piring jangka waktu lama, dan membuang bekas- bekas botol/ kaleng pada tempatnya. Pemberantasan nyamuk dengan menggunakan fogging atau bahan kimia lainnya secara rutin tidak disarankan, karena dapat meninggal residu dan menempel barang- barang sehingga memungkinkan masuknya partikel kimia tersebut melalui inhalasi dan bahkan dapat menyebabkan munculnya penyakit lain. Solusi ramah lingkungan yang mungkin dapat diterapkan oleh setiap rumah adalah menanam tanaman anti nyamuk seperti serai wangi, bunga tapak dara, lavender, dan catnip.
Penulis: Elza G. E. Djima
Mahasiswa S1 Bioteknologi UKDW, Yogyakarta (Semester 6)
Sumber:
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2017. Buku Saku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016. Manado.
Dom, N.C., Madzlan M.F., Hasnan S.N.A., Misran N. 2016. Water Quality Characteristics of Dengue Vectors Breeding Containers. Int J Mosq Res. 3(1):25-9.
Soeharsono. 2005. Zoonis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia volume 2. Yogyakarta: Kanisius.