Notulensi Proses
DISKUSI PUBLIK
Membangun Opini untuk Independensi Publik dalam Ber-Sikap
(IPAL, bukan untuk Polemik tapi untuk Win-Win Solution)
“Sudah Tepatkah Lokasi Pembangunan IPAL saat ini???”
Hotel Formosa Manado, 13 Desember 2010
Berita Terkait:
Diskusi Publik WALHI: Sudah Tepatkah Lokasi Pembangunan IPAL saat ini
Nama | Komentar |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Terima kasih atas kesediaan kawan2 semua untuk berpartisipasi dalam diskusi publik ini dan juga kepada panelis yang telah meluangkan waktu untuk mengikuti diskusi ini. Baik, sebelum kita masuk dalam proses diskusi, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu terkait pentingnya proses diskusi seperti ini. Seperti yang kita ketahui bahwa berbagai media saat ini sedang intens memberitakan soal Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), tapi sayangnya ini justru membuat situasi menjadi banyaknya muncul opini-opini, baik ada yang pro maupun yang kontra. Jika persoalan ini secara terus menerus dibiarkan maka tidak akan ada solusi yang bisa kita peroleh. Gagasan ini kemudian muncul agar kita bisa mendapatkan sebuah jalan keluar, atau kalau dalam istilah hukum adalah sebuah win-win solution. Jadi ini tidak digiring lagi ke ranah pro dan kontra tetapi ini kemudian bisa menjadi sebuah solusi yang kita sepakati untuk kemudian dijalankan. Bahwa kepentingan lingkungan adalah sangat penting dan juga kepentingan publik sangat penting, bagaimana kemudian ini bisa bersinergis. Terkait dengan tem diskusi kita saat ini, kita ingin membuka sebuah wacana dan diketahui oleh publik sehingga publik tidak terjebak dalam situasi pro dan kontra.
Ditengah-tengah kita telah hadir 3 (tiga) orang panelis, sebenarnya kami ingin menghadirkan 4 (empat) orang panelis yaitu dari BLH Provinsi, kemudian ada dari Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota dan dari Komisi C DPRD Kota Manado dan terakhir ada dari asosiasi pengusaha yang saat ini sedang mengembangkan usaha di kawasan Boulevard. Sekarang sudah ada tiga panelis yang hadir saat ini dan yang belum hadir adalah Komisi C DPRD Kota Manado. Untuk mempersingkat waktu, silahkan para panelis untuk mengambil tempat di depan. Baik, kawan2 sekalian sesuai dengan tema kita kali ini, bahwa sebenarnya apa yang telah direncanakan oleh pemerintah kita terhadap IPAL saat ini sehingga itu menjadi polemik saat ini khususnya ditingkatan publik kota Manado. Dengan mengatasnamakan pencemaran yang menurut beberapa penelitian bahwa teluk manado telah tercemar dan sudah melewati ambang-batas. Tetapi disisi lain juga sering diberitakan oleh media bahwa sebenarnya ada kesalahan pada proses penginisiasian pembangunan IPAL ini. Kemudian IPAL ini menjadi sebuah polemik yang kemudian memunculkan respon dari publik, baik pro maupun kontra. Kawan-kawan sekalian, saya ingin mengingatkan bahwa sebisa mungkin kita terfokus pada pertanyaan ”apakah sudah tepat lokasi pembangunan IPAL saat ini??” Pertama saya ingin ke bapak Sony Runtuwene, apakah memang betul teluk manado ini sudah tercemar atau ini hanya sebuah hegemoni pemerintah untuk memperlancar proses pembangunan atau proyek-proyek lainnya???? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Baik, terima kasih. Selamat siang untuk kita semua. Jadi berbicara teluk manado secara umum bahwa memang ada beban-beban pencemar atau dampak-dampak yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan yang bersumber dari masyarakat, baik dari kegiatan perorangan maupun dari kegiatan-kegiatan perusahaan juga. Itu mengeluarkan atau menghasilkan limbah dan limbah-limbah itu baik limbah padat atau limbah cair itu, bahwa kondisi kita atau kondisi masyarakat kota manado maupun Indonesia, masih melihat bahwa suatu badan air itu masih melihat bahwa itu adalah suatu tempat yang empuk untuk dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah ataupun limbah secara umum dan kita lihat di kota manado bahwa kegiatan-kegiatan yang ada itu saya contohkan seperti bengkel-bengkel motor atau kendaraan lainnya itu seenaknya saja membuang limbah oli atau minyak lainnya ke selokan dan itu larinya ke sungai dan akhirnya ke teluk manado. Kemudian limbah-limbah rumah tangga, itu sepertinya sama yang juga langsung dibuang ke selokan dan untuk kondisi kualitas teluk manado memang ada beberapa parameter yang bisa digunakan bahwa itu sudah berada diatas ambang batas terkait beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa ekoli sudah banyak dan kemudian juga beberapa limbah padat, jadi memang ada beberapa parameter yang menyebutkan bahwa itu sudah di ambang batas. Termasuk sebetulnya akibat daripada erosi dan sedimentasi yang masuk ke teluk manado yang berdampak pada ekosistem dan terumbu karang yang ada disana. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Nah sekarang, apakah IPAL memang salah solusi untuk mengurangi atau meminimalisir pencemaran di teluk manado?? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Pembangunan IPAL adalah salah satu solusi, jadi sebenarnya dari segi pengelolaan lingkungan secara umum, ini adalah salah satu solusi kita untuk melakukan peminimalisasian dampak daripada air limbah, karena sebetulnya IPAL itu bisa menampung buangan-buangan ataupun air limbah dari semua kegiatan, baik rumah sakit, rumah tangga, restoran, perhotelan itu bisa ditampung dalam suatu pengolahan IPAL tetapi kita tentu harus melihat bahwa bagaiman IPAL itu ditempatkan. Saya kira seperti itu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, sekarang saya beralih ke Ibu Veronica Kumurur. Sebagai seorang pakar perencanaan wilayah dan kota, apakah memang harus disyaratkan bahwa sebuah kota itu harus memilik IPAL??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Pertama bahwa yang namanya tadi limbah adalah bahan yang sisa-sisa atau buangan dari kegiatan manusia, baik itu padat ataupun cair. Ada limbah padat seperti sampah, kalo orang manado bilang ”rumpu” dan juga limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Kota ini adalah semua kumpulan dari aktifitas manusia, artinya kota ini adalah tempat berkumpulnya limbah-limbah yang dihasilkan oleh manusia. Nah, sekarang tiba-tiba ada kata pencemaran, pencemaran artinya adalah masuknya zat atau sesuatu kedalam air, tanah atau udara sehingga kualitanya menjadi menurun, sehingga yang namanya kegiatan manusia itu juga ternyata sudah memasuki ke air, tanah dan udara. Kalau kota itu adalah kumpulan dari akitifitas manusia dan manusia pasti akan semakin bertambah, maka jika tidak dilakukan penanganan terhadap limbahnya maka ini akan menjadi sesuatu hal yang sangat mengganggu dan bahkan bisa menjadi mematikan, jadi memang perlu untuk menangani limbah itu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Apakah kota Manado sudah membutuhkan IPAL, atau mungkin untuk meningkatkan status kota manado menjadi kota besar??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Saya tidak setuju dengan istilah kota kecil, sedang atau besar tetapi yang namanya kota dimana banyak kumpulan aktifitas-aktifitas manusia itu sangat memerlukan pengolahan limbah dan apalagi kota itu berada diposisi seperti kita saat ini. Kota kita ini berada di pesisir pantai sehingga kita biasa dibilangnya water front city, artinya kita ini sangat dekat dengan laut atau sungai sehingga kita harus memprotek agar sumber-sumber air itu tidak menjadi rusak. Jadi tidak tergantung dengan kota kecil, sedang atau besar tetapi lihat dulu karakteristik kota-nya, bukan karena harus melihat bahwa kota kita berdekatan dengan air baru kemudian harus memiliki pengolahn limbah, kota amurang pun harus memiliki pengolahan limbah, seperti itu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Nah, terkait dengan aktifitas-aktifitas manusia, apakah teluk manado sudah tercemar hingga melewati ambang batas?? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Kalau melewati batas, kelihatannya sudah terlambat kita bahas, itu sudah terlambat kita diskusikan karena disana sudah ada yang berbahaya. Ada satu limbah yang namanya limbah bahan berbahaya dan beracun, itu ada di bateray. Kalau bateray ini kita buang ke laut dan kemudian ada biota laut yang memakan dan kemudian biota laut itu dikonsumsi manusia maka akan menjadi penyakit. Menurut saya kita bukan sekedar membuat IPAL untuk supaya melindungi teluk manado agar pencemaran tidak melewati ambang batas tetapi justru untuk melindungi atau kuratif. Kalo prefentif kan sudah terjadi dulu baru kita tindaki tetapi ini kita harus cegah terlebih dahulu sampai kemudian tidak melebih ambang batas dan saya tidak begitu setuju kalo kemudian pemerintah kota mengatakan bahwa karena sudah melewati ambang batas maka segera harus diletakkan disitu. Tidak seperti itu tetapi harus ditata. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Berbicara soal penataan, apakah sudah tepat kalau IPAL itu dibangun di atas lahan reklamasi??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Kalau dilihat dari penataan kota manado yang saat ini, karena saya juga biasa juga mengikuti kalau pemerintah kota membuat perencanaan tata ruang, kami juga mengetahui bahwa ini ada juga kawasan yang dilindungi, ada kawasan komersil sehingga banyak dokumen yang harus kita lihat kembali. Yang saya ingat 10 tahun yang lalu, ketika ini lahan reklamasi mulai disentuh, kita sempat teriak-teriak dan sangat heboh dengan situasi itu karena memang dalam rancana tata ruang tidak ada perencanaan untuk merusak pantai manado tetapi kemudian akhirnya itu harus dibangun karena ahli-ahli ilmu pemerintahan kota manado mengusulkan untuk melakukan reklamasi atau pembangunan diwilayah pesisir pantai. Ada satu hal yang harus kita usulkan bahwa buatkan mereka instalasi pengolahan limbah karena kegiatan mereka berbeda-beda dan menghasilkan limbah sehingga sistem pengolahan limbahnya harus dibuat dan sepertinya mereka setuju jika seperti itu. Ada suatu diskusi pernah dilakukan, bahwa ketika lahan reklamasi itu dibentuk hak publik kita te-rampas secara paksa karena itu adalah arena kami sebagai masyarakat kota manado untuk melihat laut. Tetapi oke lah, ketika pengembang mau melakukan itu mareka akan tetap memberikan ruang terbuka untuk publik untuk tetap dapat menikmati laut dan akan dijadikan akses publik untuk siapa saja dan itu berbentuk seperti hutan kota. Itulah komitmen dulu, sepuluh tahun yang lalu. Tetapi saat ini yang saya tidak suka adalah karena komitmen itu dilanggar bahwa lahan yang sudah disiapkan sebagai lahan publik itu kemudian dirampas kembali oleh pemerintah kita untuk dijadikan lahan private kembali. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik ibu, mohon ditahan dulu sebentar dilanjut kembali. Pak andre mohon bersabar, saya ingin kembali ke bapak Sony, menurut kacamata BLH sendiri sebenarnya kiriteria lahan seperti apa yang layak dibangun sebuah IPAL?? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Jadi untuk kriteria IPAL itu sebenarnya kita harus melihat dari kajian lingkungannya kalaupun kajian lingkungan dari pihak berkompoten itu….. jadi begini misalnya rencana pembangunan IPAL itu sudah dikaji dai itu UKL-UPL atau tidak wajib Amdal, kan itu ada kajian-kajian dari segi sosial kemudian dari segi tata letaknya dan konstruksinya bagaimana. Kalau IPAL yang kita maksudkan adalah dari pemerintah kota, tentu BLH Kota sudah melakukan kajian-kajian dan tentu menurut mereka itu sudah layak dan sudah bisa direncanakan. Pembangunan IPAL itu juga harus ada kajian lingkungan juga untuk bagaimana melihat tata ruangnya dan kemudian melihat dampak-dampak tata pembangunan IPAL itu terhadap tata ruang ketika itu dibangun dan di operasikan. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Siapa yang melakukan kajian itu Pak Sony ??? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Tentunya itu sudah menjadi tanggung-jawab pemerintah kota manado dalam hal ini sesuai dengan kewenangan pemerintah kota manado. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Jadi itu adalah kewenangan kota manado. Baik, skarang saya beralih ke Pak Andre Mongdong. Menurut pandangan kawan-kawan yang melakukan aktifitas di atas kawasan itu, bagaimana tanggapannya terkait persoalan IPAL ini??? |
Andre Mongdong
Kordinator Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas Manado |
Baik, terima kasih. Jadi saya mewakili atas nama Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas. Kami yang beraktifitas sebagai user ataupun sebagai penghuni yang sehari-hari beraktifitas di atas kawasan raklamasi khususnya di kawasan Mega Mas. Pertama-tama kami mendengar rencana pemerintah kota manado untuk menyelenggarakan atau melaksanakan pembangunan IPAL, itu awalnya kami sangat mendukung. Prinsip kami, kami mendukung proyek IPAL dilaksanakan kalau alasannya masalah lingkungan, khususnya pencemaran. Tetapi ketika kita mengetahui bahwa ternyata IPAL itu akan dibangun atau dilaksanakan diatas kawasan industri, dimana kawasan itu berada di tengah-tengah kota dan banyak masyarakat yang bekaitiftas secara bisnis, rekreasi dan juga wisata kuliner, taman bermain anak-anak dan itu mulai tumbuh. Daerah itu sekarang sedang bertumbuh, daerah itu sedang bergeliat pertumbuhan bisnisnya, sehingga kami merasa aneh ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menempatkan IPAL di lokasi yang sedang bertumbuh. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Pemerintah yang mana pak Andre, apakah pemerintah kota atau pemerintah provinsi?? |
Andre Mongdong
Kordinator Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas Manado |
Kami menilai dua-duanya sama saja. Pemerintah provinsi saat ini dijabat oleh gubernur oleh Bapak Robby Mamuaja sedangkan pejabat walikota adalah beliau juga. Nah kami melihat ini telah terjadi kewenangan yang double, dimana beliau menggunakan kewenangannya sebagai pemerintah provinsi dan dia juga menggunakan kewenangannya sebagai pemerintah kota manado. Ini sangat aneh, mengambil keputusan lewat kewenangan pemerintah kota-nya, kebetulan saya bawa SK-nya No. 107. Itu menempatkan lokasi pembangunan IPAL yang dilaksanakan oleh pemeritah provinsi itu dilahan milik masyarakat kota manado. Di SK ini memang secara formal dituliskan bahwa itu adalah lahan milik pemerintah kota manado, tetapi sebanrnya untuk peruntukannya itu adalah lahan milik rakyat kota manado, itu adalah ruang terbuka publik, ruang hijau, lahan yang disediakan untuk masyarakat untuk dapat menikamti sunset, menikamati pemandangan laut, rekreasi, menikamti hutan kota, meski sekarang masih di tata. Anehnya, pemerintah kota justru menempatkan IPAL yang akan mengolah limbah rumah tangga, limbah industri yang berasal dari dua kecamatan. Itu juga perlu diketahui. Menurut penjelasan Pak Yosua sebagai BLH Kota Manado, itu limbah yang dikelola berasal dari kecamatan wanea dan kecamatan sario. Bayangkan toilet dari rumah-rumah termasuk WC itu dialihkan ke kawasan mega mas dan dikumpul dalam sebuah bak rakasasa dan diolah disitu. Bagaimana kita tidak merasa terganggu dengan kenyamanan itu. Kami sebagai penghuni yang sehari-hari sebagai user dan tentu masyarakat kota manado sebagai pengguna kawasan itu pasti merasa terganggu juga. Nah sehingga kami dengan gigih menolak pembangunan IPAL itu dengan alasan bahwa pasti akan mengganggu kenyamanan dan berpotensi merusak lingkungan juga, walaupun alasannya lingkungan. Mungkin itu dulu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Iya, baik terima kasih pak andre. Baik, kawan-kawan audiens ada yang mau memberikan tanggapan terkait soal IPAL ini??? Atau masih ragu-ragu?? Oke, silahkan… |
Temmy
Mahasiswa Unsrat |
Saya tidak memberikan tanggapan tetapi lebih kepada pertanyaan. Sebenarnya apa yang menjadi pertimbangan pemerintah sehingga menempatkan lokasi IPAL itu di atas lahan yang sebanarnya sudah menjadi hak publik di atas lahan reklamasi mega ma situ??? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Sebenarnya kalau mau tanya ini soal pertimbangan, ini lebih mengarah ke pemerintah kota manado karena ruang itu adalah milik pemerintah kota dan mereka juga yang mempunyai kewenangan untuk bagaiaman meletakkan IPAL itu dilahan yang sudah menjadi kewenangan pemkot manado. Tetapi pada prinsipnya bahwa, kemungkinan yaa bahwa adanya pertimbangan dari pemerintah bahwa pertama itu mereka harus melakukan kajian lingkungan dulu dan apakah lahan itu sudah memenuhi syarat untuk dilakukan pembangunan IPAL sehingga itu juga mereka bangun ditempat yang mereka rencanakan sekarang. Walaupun memang dalam perencanaan awal sebagaimana yang telah di sampaikan oleh DR. Veronica bahwa itu sebetulnya untuk lahan hutan kota (RTH) ruang terbuka hijau. Tetapi dari segi konsep intinya, ini saya pelajari juga dari konsep, mereka itu sebetulnya secara konstruksi mereka itu membuat IPAL dan dikonsepkan juga untuk penghijauan jadi tidak melulu itu akan terlihat satu bangunan yang kelihatan semen atau beton saja tetapi itu nantinya juga ada penghijauan yang bisa membuat lokasi tersebut tidak trelihat kumuh atau pengolahan limbah. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Kalau itu sudah dilakukan kajian sebelumnya, apakah dokumen hasil kajian itu menjadi dokumen publik atau menjadi dokumen rahasia di internal pemerintah kota??? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Iya, kalau itu adalah kajian lingkungan maka itu adalah menjadi dokumen publik, jadi kita juga bisa meminta ke pemerintah kota manado untuk coba dlihat kajian UKL-UPL seperti apa. Jadi apa yang akan dilakukan dalam kegiatan IPAL itu, kemudian konsep lingkungannya seperti apa. Jadi saya kira itu bahwa kajian itu adalah menjadi dokumen publik. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, sekarang saya ke audiens yang kedua. Ada yang ingin di sampiakan??? |
Mahasiswa Unsrat | Sebelum ke Pak Sony, saya tadi sempat setuju dengan Pak Andre karena kawasan bisnis di mega mas itu adalah kawasan bertumbuh jadi awalnya kurang setuju kalau dibangun IPAL disana karena saya berpikir kemungkinan akan mengganggu penduduk disana yang berakitifitas di mega mas. Ada baiknya kalau dibangun dilain tempat saja. Tetapi setelah bapak dari BLH menjelaskan bahwa kawasan hijau masih tetap dijaga maka menurut saya itu masih masuk akal. Terima kasih. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Masih masuk akal jika tetap dipertahankan lahan terbuka hijaunya. Ada yang mau memberikan tanggapan lagi???? Silahkan |
Jefri Pasinaung
Pemerhati Lingkungan dan TN. Bunaken |
Iya, jadi IPAL saya kira kita sepakat semua disini bahwa itu menjadi sebuah keharusan untuk sebuah kota untuk pembangunan IPAL di manado. Tetapi untuk persoalan pembangunan IPAL di atas lahan reklamasi, mungkin itu yang menjadi perdebatan. Saya bukan ahli bangunan, tetapi ada banyak kasus yang terjadi misalanya diwilayah reklamasi, itu adalah daerah yang labil apalagi sulut ini masuk dalam wilayah lingkaran alur gunung berapi atau alur gempa. Itu juga harus menjadi bahan pertimbangan pemerintah kota manado. Sayangnya tidak ada perwakilan dari pemerintah kota manado dalam ruangan ini. Kemudian sampai sekarang juga belum tau, teknologi apa yang akan digunakan?? Kalau hanya sekedar air cucian atau rumah tangga lainnya, mungkin itu bisa cepat di daur ulang. Tetapi yang menjadi persoalan adalah misalnya yang dijelaskan oleh Ibu Vero, bahwa semua limbah termasuk bengkel-bengkel, rata-rata tidak ada instalasi, mereka langsung membuang di got, belum lagi kita bicara soal endapan-endapan yang ketika dikelola pasti akan ada endapan. Memang akan banyak persoalan yang timbul, tetapi satu hal yang pasti bahwa ke khawatiran kita adalah, pertama soal teknologi seperti yang akan digunakan?? Kedua, siapa yang akan melakukan atau membuat konstruksi IPAL itu?? Kita semua juga tau kalau itu dikerjakan oleh orang local, saya bukan mengecilkan kualitas orang local tetapi fakta dilapangan ketikan dilakukan orang local maka itu menjadi sebuah pertanyaan besar. Karena kalau itu jadi dibangun disitu dan kemudian suatu waktu datang gempa dan bak-bak itu pecah kemudian air limbahnya keluar, maka dampaknya akan sangat besar. Bukan hanya teluk manado yang kena, tetapi salah satu icon Sulut juga yang akan kena yaitu Bunaken. Seharusnya pemerintah kota manado memberikan penjelasan lebih detail kepada masyarakat terkait pembangunan IPAL dan teknologinya. Itu dulu, terima kasih. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Mungkin pemerintah kota manado saat ini lagi sibuk habis pelantikan dan mempersiapkan program-program pemerintah kota kedepan. Baik, sudah ada dua tanggapan. Baik saya ke Ibu Vero, apakah bisa diatas IPAL itu tetap ada lahan terbuka hijau??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Tentu Tidak Bisa. Kenapa, karena yang akan ditampung disana itu adalah tinja. Bukan limbah dapur atau limbah rumah tangga. Satu aja repot apalagi lima ribu dan tidak ada satu tanaman yang bisa mereduksi bau tersebut. Saya punya analogi, ketika kita mau membangun rumah maka kita akan membuat gambar dan kita akan tanya sama tata kota, berapa ruang terbukanya?? Kata pihak tata kota harus 20% ruang terbuka, dan harus membaut garis sempadan 2 meter dari jalan. Kenapa harus ada sempadan 2 meter yang harus disisakan, kenapa?? Karena suatu saat kami akan ada pelebaran jalan maka kami akan meminta lahan tersebut dan masyarakat itu tetap bisa menggunakan itu sebagai tanah. Sekarang kita ke mega mas. Bapak bisa membangun disini tetapi sediakan ruang terbuka hijau untuk masyarakat, itu juga kan untuk masyarakat. Kenapa harus diberikan 16%, katanya itu untuk publik. Sekarang ketika itu direncanakan untuk menampung tinja 5000 orang, kira-kira seperti apa kondisi ruang terbuka hijau itu. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa membuat IPAL, kita bisa merencanakan pembangunan IPAL sesuai dengan perencanaan dan lokasi yang diperuntukan. Kita tidak perlu membuat untuk sekaligus 5000 orang untuk ditampung. Kita juga bisa membayangkan dalam pemukiman padat penduduk, kemudian bagaimana dengan pipa-pipanya. Sedangkan perusahaan air saja melakukan penggalian atau perbaikan sudah membuat kita repot apalagi pipa-pipa bisar.. Bukan berarti tidak bisa, kita bisa membuat spot-spot yang bersifat komunal, misalkan sepuluh rumah satu IPAL dan spot-spot itu berada di kondisi tanah yang stabil karena betul kita ini berada di daerah rawan gempa. Lahan reklamasi itu tidak stabil, karena batu-batu besar semua yang ada di bawah. Nah semestinya kita rencanakan di daerah padat penduduk, sepuluh rumah satu IPAL dan bisa lebih mudah mengontrol. Setelah diolah, airnya kemudian bisa dibuang melalui saluran dan kalau sudah penuh, itu kemudian di sedot dan dijadikan pupuk. Itu bisa mempermudah mengontrol, begitu juga dengan bengkel. Konstruksi juga harus betul-betul mantap agar tidak tersumbat pipa-nya dan kemudian masyarakat harus bayar retribusi. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Saya baru tau ternyata harus bayar retribusi. Baik, sempat disinggung soal teknologi oleh kawan kita tadi. Saya ke Pak Sony, sebenarnya teknologi seperti yang telah direncanakan untuk pembangunan IPAL ini??? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Jadi yang disampiakan oleh Ibu Veronica sebenarnya ada dua tadi, jadi kalau kita berbicara IPAL adalah IPAL tetapi berbicara soal tinja adalah IPLT (Insatalasi Pengolahan Limbah Tinja). Nah ini yang kita harus tanyakan disana, kalaupun memang benar….. tetapi sebenarnya kamipun belum mendapat informasi soal itu, apakah termasuk tinja. Kalupun ini termasuk soal tinja, saya kira itu lain lagi persoalannya dan itu adalah persoalan baru lagi kalau seperti itu. Karena tadinya yang direncanakan itu hanya air-air limbah saja yang diolah ditempat itu dan itu bisa dilakukan treatmen secara ringan. Tetapi kalau ditambah tinja, saya kira itu lain lagi pengolahannya. Jadi memang benar bahwa dari pihak perencanaan proyek sebenarnya harus dihadirkan dalam hal ini supaya bisa kita mendapatkan informasi terkait teknologi yang digunakan. Karena terus terang saja, saya juga belum terlalu mengerti terkait dengan teknologi yang idgunakan di IPAL tersebut. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Jadi belum ada kejelasan informasi terkait teknologi yang akan digunakan di IPAL tersebut. Karena ada juga informasi yang berkembang di kota manado bahwa hanya kecamatan tertentu yang akan ditampung oleh IPAL tersebut. Nah tinja itu sebenarnya masuk limbah cair atau limbah padat??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Itu limbah cair…… |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Tapi ada juga teknologi yang khusus untuk IPLT yaitu instalasi pengolahan tinja dan memang ada yang khusus IPAL yang khusus hanya untuk air-air limbah, misalnya buangan-buangan dari WC dari dapur. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Sebenarnya ini juga belum jelas, apakah IPAL yang jadi polemik saat ini hanya khusus untuk iar limbah atau juga dengan tinja sekaligus??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Saya kira dipersoalan ini sudah jelas, karena ekoli yang semakin meningkat sehingga mereka harus ditangani cepat. Karena ekoli sangat erat berkaitan dengan tinja. Jadi sudah jelas sebetulnya…. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, kawan-kawan audiens.. ada lagi yang ingin memberikan tanggapan???? Baik, sekarang saya ke Pak Andre….. Bagaimana sebenarnya proses komunikasi selama ini yang terbangun dengan pihak pemkot manado???? |
Andre Mongdong
Kordinator Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas Manado |
Setau kami yang diinformasikan pada tanggal 11 november kami melakukan pertemuan di DPRD kota manado, kebetulan pemkot diwakili oleh Pak Yosua (BLH Kota Manado) untuk menjelaskan bahwa limbah yang akan masuk ke IPAL itu berasal dari dua kecamatan termasuk limbah tinja dan setelah itu akan ada retribusi setiap masyarakat yang disambungkan pipa-pipa tadi dan diatur dalam sebuah perda tentunya khusus di dua kecamatan ini. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Kalau perda yang akan dibuat, berarti akan terkena retribusi semua penduduk kota manado tidak hanya dua kecamatan saja…. |
Andre Mongdong
Kordinator Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas Manado |
Menurut pemerintah kota, tidak hanya dilokasi ini akan dibangun IPAL tetapi juga akan dibangun ditempat lain. Di mega mas dijadikan semacam pryek percontohan atau pilot projek. Disitulah kami bingung, kenapa untuk pilot projek harus dilaksanakan dikawasan yang sedang bertumbuh sedangkan pilot projek itu berarti masih dalam tahap uji coba. Nah uji coba itu kalau tidak berhasil, apa yang akan terjadi??? Apakah pemerintah mampu menjamin??? Saya melihat ada ketidak sinkronan dan ketidak bijaksanaan dari pimpinan-pimpinan kita dalam hal penetapan kebijakan dan terkesan terburu-buru. Kami mendapat informasi bahwa pekerjaan ini mendapatkan bantuan sebesar 25 Milyar dan kalau ini tidak dilaksanakan maka dana itu akan dikembalikan ke pemberi pinjaman. Kami melihat bahwa orinetasi bukan benar-benar untuk penanggulangan lingkungan tetapi hanya sekedar bahwa proyek ini harus ada dan harus jalan dulu dan dananya kami harus pegang dulu. Sehingga keluarnya SK pada bulan agustus, itu pengerjaannya langsung jalan, seolah-olah kuncinya ada di SK ini dan kalau tidak mulai maka kita akan kena pinalti. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Jadi saya kira kita mendapat informasi yang baru bahwa apa yang disampaikan oleh Pak Andre bahwa dari hasil pertemuan kemarin, bahwa ada limbah tinja yang akan di olah di instaslasi ini dari 2 kecamatan. Dan informasi baru juga bahwa ini akan dibuatkan perda untuk retribusi. Dan menariknya bahwa proyek ini tekesan terburu-buru…. Ada yang mau memberikan tanggapan???? Silahkan… |
Roy Pangalila
Pemerhati Lingkungan |
Saya sepemikiran dengan Pak Andre, saya bukan seorang ahli lingkungan tapi kemudian ketakutan saya jangan sampai proyek ini menjadi proyek mercusuar karena bisa dibayakngkan misalanya harus ada sistim pipanisasi yang akan masuk ke semua rumah-rumah. Ada satu pipa besar yang akan menyambungkan ke IPAL sementara lahan reklamasi ini kalau tiba-tiba suatu saat ada badai dan kemudian membuat IPAL ini ambruk, tentu kawasan bunaken yang akan jadi sasarannya dan sangat kasian kawan-kawan masyarakat bunaken untuk kedepannya. Nah mungkin dalam forum ini, meskipun tidak ada pemerintah kota manado, tetapi saya tidak tau bagaimana caranya menyampaikannya. Mungkin melalui Pak Sony dengan kewenangannya bisa menyampaikan hal itu untuk kemudian mencoba mencermati kembali atau melakukan untuk mereview SK itu misalnya. Konsen kami adalah kawasan taman nasional bunaken dan benar bahwa IPAL itu adalah sebuah kemutlakan asal jangan menjadi proyek mercusuar dan menjadi lahan baru untuk korupsi. Saya kira itu, terima kasih. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Konsen kawan tadi adalah bahwa mungkin menjadi sebuah ancaman bagi taman nasional bunaken kalau seandainya ini hanya sebatas proyek mercusuar yang dibangun secara asal-asalan dan tidak ada yang bisa menjamin apakah bangunan ini aman atau tidak??? Saya kembali ke Pak Sony lagi, dalam konteks pencemaran bahwa teluk manado ini adalah kawasan bufferzone dari taman nasional. Nah apakah layak IPAL itu dibangun??? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Kalau memang itu termasuk tinja yang akan dikelola disana maka kita harus mencari data yang lebih teknis lagi dari pihak perencana yang akan mengerjakan proyek ini. Bagaimana teknologi yang akan digunakan nanti dan kemudian dalam operasional itu yang akan mengelaola tinja juga bisa dilakukan dengan efektif. Karena memang kalau saya lihat sepintas bahwa konstruksinya itu rata dengan permukaan jadi sebenarnya aman dari segi konstrukis. Tetapi belum tau, seperti yang dikuatirkan oleh teman tadi bahwa bukan tidak percaya sama orang indonesia yang mengerjakan itu tetapi memang kenyataan seperti itu yang terjadi sampai saat ini. Sehingga sebetulnya kalaupun ada kegagalan konstruksi itu berarti terjadi rembesan dan itu tidak langsung meluap karena itu berada dibawah tanah. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, saya sekarang ke Ibu Veronica. Persoalan teknologi, apa ada teknologi yang betul aman di Indoensia ini dari segi konstruksi??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Kalau dari segi konstruksi saya perhatikan dengan kondisi lokasi yang ada saat ini dan kalaupun pemkot memaksa untuk membangun, saya kira tentu akan membutuhkan biaya yang sangat mahal karena apalagi di dalam tanah khususnya instalasi pipa-nya. Nah itu baru teknologi konstruksinya. Yang saya kesal sebetulnya, kalau kita mau menetapkan sebuah lokasi IPAL itu seharusnya sesuai dengan urutannya begitu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Kesal sama siapa ini Ibu Vero???? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Sama pemerintah kota manado tentu, sayang tidak ada pihak pemkot disini.. Manakala pemkot mau membuat IPAL itu harus menentukan lokasi dulu, nah lokasi itu kemudian harus dilihat lagi kondisinya, meski dia pemerintah kota tetapi juga harus minta ijin sama masyarakat kemudian dari segi konstruksinya apakah layak untuk dibangun di lokasi itu, kemudian masuk ke layak lingkungan atau tidak baru kemudian ijin dikelluarkan. Tidak main tetapkan begitu saja. Nah kalau kita lihat dilokasi saat ini, tentu membtuhkan biaya yang sangat banyak dan tentu merusak RPH (ruang terbuka hijau) lagi, ada lagi teknologi untuk pengolahan limbahnya. Mereka sempat menunjukkan teknologinya, mereka hanya pakai teknologi aerasi yang biasa-biasa saja, tidak ada yang luar biasa juga dengan membutuhkan mikroba agar bisa terolah dengan baik. Pengalaman saya waktu melakukan audit lingkungan di RSCM Jakarta tahun 2007-2008, saya pergi ke IPAL-nya. IPAL-nya kelihatan kecil tetapi kami dari jauh harus pakai masker dan ternyata memang sangat bau. Itu bukan tinja yang diolah, tetapi berupa darah, buangan air seni dari WC dan lain-lain. Sangat bau sekali, dan itu hanya kelihatan bak-bak penampug. Yang canggih itu adalah alat monitoringnya karena memiliki laboratorium tersendiri untuk memantau itu dan prosesnya bisa cepat.
Saya tidak suka pemerintah kota kita yang selalu membayangkan sesuatu yang tidak pernah dilihat. Mungkin yang dilihat itu hanya bak-bak kecil, mungkin ambil contoh samarinda. Itukan diletakkan ditempat-tempat tertentu sehingga mudah diakses, mudah dibersihkan oleh para petugas, mudah diproses dan mudah memeriksa yang namanya jaringan. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Atau jangan-jangan orang-orang yang melakukan kajian kemarin itu juga tidak mengerti soal IPAL dan tidak pernah melihat bentuk IPAL itu seperti apa??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Harus lihat konstruksinya dong… Takutnya orang-orang yang melakukan kajian itu tidak ada arsitek-nya… |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Mengapa Ibu Vero tidak masuk sebagai salah satu tim peng-kaji-nya..???? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Karena saya tidak di undang, kalau saya diundang tentu saya akan melakukan proses pengkajian itu secara menyeluruh dan konfrehensif… |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, kawan-kawan audiens. Diskusi ini masih terfokus pada pertanyaan “sudah tepatkah lokasi pembangunan IPAL saat ini??”. Ketiga panelis kita juga sudah menyampaikan berbagai pandangan, pendapat dan pengalaman yang terkait proses penetapan dan pembangunan IPAL ini. Nah, adakah kawan-kawan yang ingin menyampaikan pendapatnya terkait lokasi IPAL saat ini, apakah sudah tepat atau harus dilakukan kajian ulang??? Baik, silahkan… |
Willem, SH
LBH Sulut |
Saya ingin mengibaratkan bahwa IPAL yang ada saat ini adalah berupa BOM waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Saya bisa bayangkan kalo sebuah setictank ukuran 2×3 disatu rumah yang dihuni oleh 5 orang, itu selama 3 tahun sudah penuh, nah berapa besar IPAL ini bisa menampung dan berapa lama itu kemudian bisa bertahan dan berapa banyak orang dimanado yang akan membuang tinja-nya setiap hari??? Saya kira ini sama saja menjadi bom waktu bagi warga kota manado… |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Iya, akan menjadi bom waktu. Pemerintah juga harus memperhitungkan frekwensi setiap orang yang menghasilkan tinja setiap hari. Asal jangan pemkot kemudian mengeluarkan perda yang akan membatasi orang membuang tinja, yang tadinya 3 kali sehari, tiba-tiba harus menjadi satu kali satu hari……. Baik, sekarang saya ke Pak Lucky…. silahkan.. |
Lucky
Forum Masyarakat Peduli Taman Nasional Bunaken (FMPTNB) |
Saya berpikirnya secara sederhana. Bahwa setiap orang yang akan mendirikan bangunan maka harus mengurus segala sesuatunya, termasuk memperhitungkan tempat pembuangan, sumber air dan segalanya. Nah, kenapa tidak disatukan saja pada saat orang akan mengurus IMB, maka pemerintah harus menerapkan aturan atau syarat-syarat itu sehingga mengurangi produk manusia ini untuk dibuang langsung ke selokan dan seterusnya. Kalau Pak Sony mengatakan bahwa teluk manado memiliki kandungan ekoli yang sangat tinggi maka ada banyak septictank milik masyarakat yang tersambung langsung dengan sungai, artinya fungsi septictank itu tidak terjadi. Nah, kenapa pemerintah kota dan dinas kesehatan tidak memulai dengan itu, saya sangat ragu dengan proyek yang jumlah miliaran rupiah ini. Sebab banjir yang di boulevard saja tidak dapat diatasi, hujan sedikit langsung banjir. Padahal kita berada pada daerah yang memiliki topografi yang sangat baik, bukan dataran seperti gorontalo atau makasar. Saya melihat kalau ini dipaksakan maka itu akan menjadi proyek yang dilandasi karena kewenangan atau kekuasaan, bukan karena untuk kebutuhan publik. Makanya pemerintah kota manado harus berbicara dalam hal ini. Kalau pemerintah kota yang mempromosikan bahwa kawasan boulevard adalah kawasan wisata kuliner, kawasan bisnis tetapi kemudian besok-besok pemerintah juga yang mengahncurkan kawasan itu, siapa yang disalahkan??? Kalau seandainya jadi tinja 5000 orang ditampung disitu, apakah ada yang bisa menjamin kalau orang-orang akan mau berbelanja lagi disitu. Makanya pemerintah kota harus serius, jangan sebuah wacana yang kedengarannya baik, tetapi pernecanaannya asal jadi. Saya kira itu, terima kasih… |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Brarti tepat kalau pemkot manado mengeluarkan perda untuk membatasai orang membuang tinja, dan ini bisa dijadikan salah satu solusi untuk meminimalisir pencemaran bakteri ekoli di teluk manado…. Ada lagi yang mau memberikan komentar… Silahkan… |
Roy Pangalila
Pemerhati Lingkungan |
Terima kasih, mungkin ini adalah komentar terakhir saya. Kalau fasilitator punya pertanyaan ini, kayaknya tidak bagus untuk ditanyakan karena bisa mengarah keberpihakan. Intinya, kita punya prespektif masing-masing, ada masyarakat bunaken, ada prespektif kawan-kawan mahasiswa dan lain-lain. Ketika prespektif yang banyak ini kita berhadap dengan tim Amdal, eh sory tim kajian UKL-UPL ini dari BLH Kota Manado, jelas itu tidak akan dipakai. Seharusnya kita masuk pada wilayah ilmiah misalnya, kebetuluan ada pakar lingkungan kita ini. Saya jadi teringat pada saat perama kali kawasan rekalamasi ini mau dikeruk, kita berjuang keras pada saat itu dan ujung-ujungnya kita selalu kalah. Menurut saya mungkin kita perlu mencermati :
1. apakah pemilihan lokasi itu benar-benar berasal dari hasil survey yang sebenarnya, bukan karena ada kongkalingkong yang seperti dicurigai oleh pak Andre seperti itu. Kalo berdasarkan hasil kajian, misalnya saya tim ahli yang melakukan kajian, tentu saya membela kepentingan orang yang membayar saya untuk membuat jutifikasi bahwa memang sudah tepat lokasinya disini. 2. Kalau memang toh pada akhirnya kita ”kalah”, maka harus dilakukan proses yang sebenar-benarnya proses, misalnya dengan kedalaman bak 6 meter dan dengan menggunakan bahan baku yang sesuai meski mahal, maka itu benar-benar sebuah konsekuensi yang harus diambil, tidak kemudian menjadikan malapetakan di masa kemudian. Itu saja terima kasih, ini mudah2an pak Sony bisa meneruskan ini ke pihak BLH Kota Manado terkait persoalan ini. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, sebelum saya ke panelis, apakah ada kawan2 lagi yang mau ditambahkan, sebelum saya ke para panelis???? |
Roy Pangalila
Pemerhati Lingkungan |
Kita sebenarnya bisa meminta kepada WALHI yang menginisiasi kegiatan ini untuk memberikan catatan kritis kepada pihak-pihak terkait agar diskusi kita ini tidak percuma. Terima kasih |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, terima kasih atas mandatnya. Ohh.. ada lagi yang ingin memberikan tanggapan.. |
Rein
Tokoh Agama |
Saya juga adalah orang lapangan yang menentang adanya IPAL ini di kawasan mega mas. Pertama, kami ini belum puas dengan adanya dialog yang komprehensif dari pemerintah dan masyarakat sekitar. Bahwa pemerintah kota ada sesuatu yang disembunyikan, mengapa koq tiba-tiba dipaksanakan dikawasan mega mas dan tentu ada sesuatu yang disembunyikan. Nah, makanya perlu dialog yang lebih konfrehensif yang kalau dalam bahasa saya adalah dialog yang berkeadilan, bermartabat dan berkejujuran dan itu masih jauh dari negara kita dan sungguh keprihatinan yang sungguh luar biasa dalamnya. Proyek-proyek pemerintah memang seperti itu, lihat saja contohnya halte-halte bis, miliaran rupiah dihabiskan untuk membangun itu, tetapi hasilnya apa, mubasir (percuma/sia-sia). Maka perlu ada permenungan dalam dan dialog yang konfrehensif yang berkeadilan, bermartabat dan berkejujuran dan saya kira pemerintah kota manado harus bekerja keras untuk itu, libatkan banyak pihak. Jangan hanya permainan kongkalingkong seperti bahasa teman saya tadi. Itu saja terima kasih. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Terima kasih… Seharusnya pemerintah kota manado menggagas pertemuan atau dialog yang lebih konfrehensif yang berkadilan, bermartabat dan berkejujuran. Baik terima kasih kawan-kawan audiens. Saya ke Pak Sony, bisakah pesan-pesan ini dibantu sampaikan ke pemerintah kota manado terkait apa yang tadi disuarakan oleh audiens?? |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Iay, jadi ini juga nanti akan kami kordinasikan lagi dengan kawan-kawan pemerintah kota manado untuk coba melihat lagi bagaimana kajian laingkungan yang sudah dilakukan terkait dengan proyek ini. Saya tidak tau apakah kawan-kawan dibagian Amdal memiliki dokumen itu atau tidak, karena saya dibagian pengendalian pencemaran. Kalaupun itu tidak ada dibagian Amdal BLH Provinsi maka tentu akan kami kordinasikan dengan BLH Kota Manado. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Tapi apakah dokumen itu bisa di akses oleh publik?? Tentu dengan bantuan BLH Provinsi jika memang betul dokumen UKL-UPL itu belum ada di BLH Provinsi. Karena biasanya dokumen kajian yang dikeluarkan oleh kab/kota itu harus ada tembusan ke BLh Provinsi. Dan tidak ada salahnya juga jika publik ingin mengetahui isi kajian itu yang telah dilakukan…. |
Sony Runtuwene
BLH Prov. Sulawesi Utara |
Kalau memang dokumen itu ada, saya kira bisa di akses. Tapi sebaiknya bapak atau ibu yang ingin mengakses dokumen itu, sebaiknya berhubungan dengan pihak BLH Kota Manado dan kemudian coba minta penjelasan atau kajian yang telah dilakukan dari segi lingkungan. Saya kira mereka akan memberikan dokumen itu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, terima kasih Pak Sony. Sekarang saya ke Pak Andre. Sebenarnya apa yang menjadi ke khawatiran forum masyarakat penghuni kawasan mega mas manado jika proyek IPAL itu tetap akan dilanjutkan???? |
Andre Mongdong
Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas Manado |
Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan : pertama adalah, mungkin yang kami ingin dapatkan adalah kepastian meski pemkot sudah menjanjikan bahwa akan menjamin dan seterusnya tetapi sepertinya kepastian itu belum bisa kita dapatkan. Contoh dalam hal sosialisasi, mereka saling melempar tanggung-jawab apakah itu menjadi kewenangan pemprov atau pemkot, termasuk dalam forum ini juga. Nah bagaimana kalo dalam hal pertanggung-jawaban nanti kalo terjadi sebuah akibat buruk dari dampak itu. Kedua, surat keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 10 Agustus ini, juga melakukan kekeliruan besar artinya pemkot juga melanggar apa yang diputuskan. Contoh dictum yang disebutkan bahwa pertama harus merupakan peruntukan penataan ruang terbuka hijau dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan kesesuaian lahan secara terpadu dan bagian B yang menjadi catatan penting kami, berkordinasi dengan pihak pengembang dan melibatkan masyarakat setempat sebagai penerima manfaat atau dampak yang ditimbulkan. Sampai hari ini tidak pernah ada kordinasi seperti itu, pemerintah kota yang mengeluarkan kebijakan malah justru pemkot sendiri yang melanggar aturan itu. Kami tidak pernah mendapatkan sosialisasi sebagai penghuni kawasan, tidak pernah. Walaupun kami berunjuk rasa kemarin, tetapi justru itu yang disebut sebagai sosialisasi oleh pemkot manado. Beberapa kali kami melakukan aksi dan walikota mendatangi massa aksi, walikota justru melihat bahwa itulah proses sosialisasi, walikota Robby Mamuaja tentunya. Tidak ada goodwill dari pemkot sendiri. Kelalaian yang kedua adalah, bahwa dalam dictum ke empat adalah bahwa penentuan dan penetapan lokasi pembangunan IPAL adalah bagain yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang yang akan ditetapkan dengan perda kota manado. Coba bayangkan, belum ditetapkan perdanya, tetapi SK ini sudah dijadikan landasan untuk pembangunan, artinya perda dikalahkan dengan SK walikota. Kemudian lokasi IPAL yang dilampirkan dalam SK ini, sebelumnya ditetap di daerah dekat pantai yang memang penuh dengan batu-batu, tapi karena keras maka dengan seenaknya memindahkan lokasi itu di daerah dekat lokasi pembangunan Kapel yang telah disetujui oleh vatikan. Jadi kesimpulannya bahwa walikota saat itu tidak menjalan keputusan yang telah dibuatnya sendiri. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik, terima kasih Pak Andre. Ternyata banyak kejanggalan dalam proses pembangunan IPAL ini, baik dari segi proses penetapan lokasi ataupun dari sisi dasar hukum itu sendiri. Sekarang saya ke Ibu Vero, dari sisi perencanaan wilayah apakah IPAL itu sudah layak dibangun diatas lahan reklamasi??? |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Iya baik. Kebetulan sya menangkap apa yang disampaikan oleh bapak dari Manado Tua, Pak Lucky bahwa kenapa pemerintah harus membuat IPAL?? Jadi begini, sebenarnya kita ini berada di wilayah pesisir sehingga kita memiliki wilayah hanya 0 – 15% memiliki lahan datarnya sehingga kebanyakan penduduk itu terkumpul didekat pusat kegiatan kota dan sangat padat. Kalaupun mereka harus membuta septicktank maka dia harus berhadapan dengan sumur, kalau jaraknya hanya 2 – 3 meter maka sumur akan terkontaminasi dengan bakteri ekoli sehingga caranya agar supaya masyarakat itu masih bisa tetap tinggal diwilayah tersebut. Nah sekarang itu menjadi tugas pemerintah untuk membuatkan septictank komunal dikawasan yang padat penduduk. Dimana saja itu?? Di sindulang, tuminting dan titiwungan juga bakal ada, nah wilayah-wilayah itu yang seharusnya mendapatkan service city (servise kota) dan harus ditekankan untuk dibuat dan tidak boleh tidak. Ini untuk kualitas hidup manusia biar tidak kena diare terus, dan kemudian manusia-manusia lain juga bisa terhindar dari pencemaran sungai dan laut.. Nah jadi lokasi IPAL komunal itu harus berdekatan dengan rumah pada penduduk itu.. kemudian yang harus ditata juga adalah bengkel-bengkel, disatukan tempatnya kalau tidak mau maka diwajibkan harus mempunyai IPAL karena dari oli itu adalah mengandung limbah mercury kemudian rumah sakit, itu juga harus di cek apalagi oleh BLH, itu harus dilakukan pengecekan pakah IPAL itu berfungsi karena ada limbah infeksius yang dihasilkan oleh rumah sakit dan itu harus dihindari untuk masuk ke badan sungai. Kota Manado ini dialiri oleh beberapa sungai besar dan itu merupakan sumber air minum kita. Celakanya masih banyak penduduk kota yang sering membuang tinja langsung ke badan sungai atau laut. Marilah memberikan pelajaran yang berarti bagi masyrakat kota manado. Saya sebanrnya marah dengan pemkot manado yang tidak komitmen, sepuluh tahun lalu kami mengatakan kenapa pemkot mengambil akses hidup kami, tetapi okelah itu sudah berlalu. Tetapi sekarang berikanlah akses itu untuk publik kota manado dan jalankan komitmen itu. Libatkan tata kota dengan maksimal, jangan hanya bisa menyalahkan BLH terus, tetapi tata kota yang harus maksimal dalam menata kota ini dan tentu harus sesuai dengan keinginan dan kepentingan publik. Selanjutnya, saya juga tidak setuju kalau itu hanya kajian UKL-UPL yang dilakukan, itu seharusnya kajian Amdal. Masa IPAL yang akan memberikan damapak yang begitu besar kepada publik hanya digunakan UKL-UPL, tidak masuk akal itu. Nah lagian yang ada itu cuma kajian UKL-UPL tetapi kajian lokasi itu kayaknya belum ada atau belum pernah dilakukan. Ketika kalian melanggar komitmen tersebut maka kalian jadi tidak berwibawa dan kalian akan dicaci maki oleh rakyatmu. Dan saya berhak untuk mencaci maki karena saya bayar pajak, saya adalah warga negara indonesia dan saya berhak untuk menikmati hasil pembangunan. Bagaimana mungkin hal itu bisa kita biarkan… Terima kasih. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Kawan-kawan Audiens, kita seudah mendengarkan ketiga panelis kita menyampaikan berbagai macam pendapatnya dan kemudian itu juga direspon oleh audiens. Ohh.. Pak Andre ada yang mau disampaikan?? Oke saya beri waktu 2 menit, silahkan… |
Andre Mongdong
Forum Masyarakat Penghuni Kawasan Mega Mas Manado |
Dari tadi saya lupa sampaikan ini. Pertama, secara fisik di lapangan bahwa bak-bak yang saat ini tengah dalam tahap konstruksi itu diatas tanah kurang lebih 2 meter dan kalau seperti yang disampaikan oleh Pak Sony bahwa berada dipermukaan tanah, saya kira itu sudah tidak sesuai lagi. Kedua, masalah survey yan tidak sempat dilaksanakan, kami punya dokumen bahwa survey yang dilakukan oleh Dirjen Cipta Karya yang dilaksanakan perusahaan enggineering konsultan jakarta dan hasilnya adalah menggunakan titik IPAL ada di sembilan lokasi dan tidak dilokasi yang saat ini sedang dibangun. Pelaksanaan survey ini dibiayai dengan menggunakan dana utang, jadi mungkin saat ini kita belum melunasinya dan ini tidak dimanfaatkan. Skarang yang dipakai adalah hasil survey yang dilakukan oleh PT. Bima ini yang dipakai untuk 2 kawasan yaitu kawasan Bahu Mall dan kedua di Kawasan Mega Mas, namun yang diputuskan untuk dibuat adalah di Mega Mas dengan anggaran kurang lebih 24 sekian milyar. Kita curiga kalo pemerintah ini ada ceke dua pintu, karena ini juga adalah bantuan utang… |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Ada lagi yang mau disampaikan??? Silahkan Ibu Vero |
Veronica Kumurur
Pakar Perencanaan Wilayah dan Kota |
Makanya yang penting dilakukan adalah sinkronisasi perencanaan, kebijakan dan kajian yang sudah kita lakukan dan itu betul adalah dana loan dan mungkin sampai sekarang saya juga masih membayarnya juga dan mungkin juga kalian. Nah kenapa tidak dipakai?? Itu juga salah satu hak kita yang harus kita tuntut. Begitu dari saya…. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Ohhh.. ada lagi yang mau disampaikan??? Silahkan saya kasi waktu 2 menit, silahkan.. |
Roy Pangalila
Pemerhati Lingkungan |
Oke kalo kondisinya sudah semakin parah seperti ini, maka saya menantang Walhi Sulut untuk melakukan Legal Standing misalnya karena walhi bisa menggunakan atas nama lingkungan untuk menggugat hal-hal yang merusak lingkungan. Itu yang saya ingin sampaikan… |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Ada lagi yang mau disampaikan ???? |
Willem, SH
LBH Sulut |
Saya kira usulan saya sama dengan Roy, kita harus gugat itu dan juga kalau bisa itu juga harus digugat ke PTUN terkait SK yang dikeluarkan itu. |
Presenter
Edo Rakhman (Walhi Sulut) |
Baik terima kasih atas perhatian kawan2 dan juga panelis. Sebisa mungkin kita minta ke pak Andre jika dokumen itu boleh kami peroleh. Terima kasih untuk ketiga panelis kita yang telah mau meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan kita, saya yakin Pak Sony juga akan membantu kita untuk meneruskan hasil diskusi kita ini ke pemerintah kota manado. Kemudian hasil kegiatan ini akan kami disribusikan ke semua instansi terkait baik provinsi maupun pemkot manado. Kedua, adalah mudah2an akan ada lagi diskusi-diskusi seperti ini yang akan membahas soal ini, kita tidak ingin menyudutkan salah satu pihak tetapi kita ingin mencari solusi terbaik dalam polemik ini sehingga kepentingan lingkungan dan kepentingan rakyat itu bisa bersinergis. Dan diakhir pertemuan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada kawan2 GPRS dan juga teman2 mahasiswa yang sudah meluangkan waktu untuk hadir disini dan membantu kelancaran diskusi ini. Kita beri aplous dulu untuk kita semua. Terima kasih, selamat sore. |