MANADO – Maraknya aktifitas Penambang Liar Tanpa Izin di kawasan hutan lindung dan hutan produktif di Sulawesi Utara (Sulut), seharusnya diberikan pembinaan dan bukan ditertibkan karena bisa berdampak negatif untuk stabilitas daerah. Seperti contoh yang terjadi di Desa Bakan, Bolaang Mongondow.
“Masyarakat yang menjadi PETI hanya karena desakan ekonomi, bukan dengan sengaja untuk merusak lingkungan,” tegas anggota Komisi IV DPRD Sulut, Raski Mokodompit, tadi siang.
Sebagian besar PETI tersebar di Kabupaten Bolmong dan Bolmong Selatan yang memang kawasan hutan lindung dan banyak mengandung sumber daya alam seperti emas. Kemudian ada di kawasan tambang rakyat Kabupaten Minahasa Tenggara, Minahasa Selatan, Minahasa Utara dan Sangihe.
Kebijakan pemerintah untuk melakukan penertiban dengan melibatkan kepolisian, malah akan menciptakan sikap apatis masyarakat, karena kegiatan menambang emas hanya untuk mencari uang semata.
“Harusnya diberikan pembinaan dengan meminta untuk tidak sembarangan menggunakan limbah tambang seperti sianida dan merkuri di sembarangan tempat, karena bisa merusak lingkungan,” usulnya.
Lanjutnya lagi, pemerintah seharusnya memberikan himbauan kepada masyarakat dengan melarang atau merusak kawasan konservasi hutan dengan menebang sembarangan pohon, membuka lahan baru dan sebagainya tanpa kajian matang.
“Kalau mau ditertibkan penambang liar itu, mereka bisa berpindah tempat ke lokasi lain yang ada potensi emas juga,” ujarnya, sambil menyebut limbah terbanyak sebenarnya berasal dari perusahaan tambang yang memiliki izin.
Tambahnya, untuk mengalihkan profesi mereka dari penambang ke petani atau sebagainya, dinilai agak sulit jika tidak ada keahlian khusus atau tidak ditopang dengan modal dari pemerintah maupun perbankan. (is)