Melky Jakhin Pangemanan.
Minut, BeritaManado.com – Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulawesi Utara Melky Jakhin Pangemanan (MJP) mengecam keras upaya pelarangan beribadah umat Islam yang viral di media sosial.
Kejadian tersebut diduga terjadi di Perumahan Agape Desa Tumaluntung, Kauditan, Minahasa Utara.
“Saya melihat di sosial media video tersebut. Sungguh saya kaget karena ini terjadi di Sulut. Tindakan tersebut adalah upaya merusak keberagaman yang ada di Sulawesi Utara yang dikenal sebagai laboratorium toleransi umat beragama di Indonesia,” ujar MJP.
“Saya mengecam keras tindakan tersebut. Ini pelanggaran terhadap nilai-nilai moral bangsa dan prinsip hak asasi manusia serta menentang konstitusi kita yang menjamin kebebasan untuk beribadah,” ucap MJP.
Anggota DPRD Sulut terpilih ini menegaskan, tidak dibenarkan tindakan melarang orang beribadah, apakah persoalan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau alasan lainnya.
“Setiap warga negara Indonesia berhak dan dilindungi memeluk agama dan beribadah, tidak ada ketentuan harus ada izin untuk ibadah. Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan negara harus menjamin. Negara wajib memberi perlindungan hingga memfasilitasi bukan menghalangi,” kata MJP.
Pasca melihat video yang bereda, MJP mengaku langsung turun ke lapangan dan menghubungi beberapa pihak terkait, baik pemerintah desa maupun dari pihak masyarakat muslim.
“Saya datang langsung ke tokoh masyarakat muslim pak Daniel Pangemanan dan menghubungi pemerintah desa. Menurut saya pemerintah cukup bijaksana melihat persoalan ini dan menginginkan persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan damai. Begitu juga dari pak Daniel yang sangat kooperatif dan berharap mereka dapat menjalankan ibadah dengan tenang,” kata Melky.
Sementara itu terpisah, Hukum Tua Tumaluntung Ifonda Nusah membantah kabar yang berhembus bahwa terjadi penutupan musholah di Desa Tumaluntung, seperti yang disebarkan melalui video di media sosial.
Menurut Nusah, lokasi yang dipermasalahkan bukan mushola melainkan balai pertemuan Al Hidayah.
“Itu bukan mushola tapi balai pertemuan. Nah, karena disitu mulai ada aktifitas ibadah maka masyarakat mempertanyakan kepada saya. Tugas saya sebagai pemerintah desa yaitu mengecek lokasi yang dipermasalahkan. Kalaupun itu rumah ibadah, maka pemerintah menanyakan izinnya. Jadi bukan saya melarang untuk beribadah disitu, bukan. Kalau ada yang beribadah, masa kami larang. Hanya saja untuk mendirikan rumah ibadah, harus ada izin,” kata Nusah.
Sementara itu, hasil penelusuran di lokasi, didapati sebuah spanduk bertuliskan bahwa gedung tersebut adalah Balai Pertemuan Al Hidayah.
(Finda Muhtar)