Manado – Peringatan Coral Day 2017 yang keempat (20/10/2017) dilaksanakan di Pulau Bangka – menandakan perjuangan untuk melestarikan karang untuk kehidupan berkelanjutan di masa depan belumlah usai.
Maraknya upaya-upaya illegal fishing, buangan limbah industri ekstraktif ke laut, penangkapan ikan tidak lestari dengan bom dan potasium, sedimentasi, dan polusi dari kegiatan manusia adalah fakta nyata di lapangan yang perlu ditanggulangi bersama, tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya di laut.
Kegiatan Coral Day yang dilaksanakan sejak tahun 2014 di gugusan pulau KITABANGGA (KInabuhutan, Talise, BAngka, gaNGGA) adalah sebuah oase bagi pecinta kehidupan laut untuk mengumpulkan energi dan berbagi tentang upaya-upaya pelestarian dan praktik-praktik ekonomi kelautan berbasis alam yang berkelanjutan.
Coral Day 2017 diwarnai diwarnai dengan berbagai kegiatan diantaranya penurunan instalasi seni Domus Piramidis Dugong, pentas seni dan budaya, pendidikan lingkungan “belajar bersama alam”, permainan bertema pendidikan dan pertunjukan panggung boneka, talk show tentang terumbu karang dan diakhiri oleh penampilan akustik oleh Kaka Slank.
“Upaya-upaya edukasi dan intervensi penyelamatan karang untuk kehidupan menjadi penting untuk terus dilakukan di tengah masifnya kerusakan, baik oleh manusia maupun akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang berdampak langsung terhadap karang. Sebab karang adalah adalah tempat bernaung dan tumbuhnya ¼ species yang ada di laut dan tempat bergantung hidup lebih dari 500 juta penduduk dunia,” ujar Ulva Takke, pendiri Yayasan Suara Pulau.
Sebagaimana data yang dikeluarkan oleh Pusat Oseanografi LIPI di pertengahan tahun 2017 terungkap bahwa hanya sekitar 6,39% terumbu karang dalam kondisi sangat baik; 23,40% kondisi baik; 35,06% cukup dan 35,15% kondisi rusak.
“Artinya tanpa upaya serius memelihara apa yang ada dan intervensi terhadap kerusakan yang sudah terjadi – sangat mustahil anak cucu kita di masa depan bisa menikmati indahnya kehidupan terumbu karang dan sumber ekonomi kerakyatan yang memberi sumber kehidupan berkelanjutan,” tambah Ulva.
Dalam kesempatan Coral Dary 2017 ini, Yayasan Suara Pulau bekerjasama Yayasan Terumbu Rupa (YTR) yang membuat instalasi karang buatan Domus Piramidis Dugong berbentuk karya seni sebagai media terumbu karang untuk tumbuh.
Berukuran 6×6 m dan tinggi 5 m, instalasi ini akan ditanam di Pulau Bangka sekaligus akan menjadi diving spot baru yang diharapkan mampu menarik wisawatan selam sadar lingkungan.
Pulau Bangka merupakan salah satu pulau kecil yang berada di perairan wilayah Kabupaten Minahasa Utara yang memiliki keragaman terumbu karang dan lamun yang kaya.
“Sebagai sedikit dari habitat dugong yang ada di Indonesia, dan dengan keanekaragaman terumbu karang yang menjadi tulang punggung wisata laut maupun perikanan di Sulawesi Utara, wilayah perairan pulau Bangka seharusnya menjadi wilayah yang dilindungi,” kata Teguh Ostenrik seniman sekaligus penggagas YTR.
“Setiap rancangan ARTificial Reef, kami buat dengan mengambil inspirasi dari biota laut yang khas dari lokasi di mana struktur akan ditempatkan. Khusus pulau Bangka, kami membuat replica bentuk dugong dengan harapan ekosistem bawah laut Bangka akan selamanya menjadi habitat hidup dugong”
Sementara itu duta Suara Pulau, sekaligus penyanyi pecinta lingkungan Akhadi Wira Satriaji alias Kaka Slank menyatakan,”Sebagai pribadi yang cinta Indonesia, saya berharap banyak pada seluruh generasi bangsa Indonesia, khususnya generasi muda untuk sadar lingkugan agar tidak merusak karang – dengan banyak cara: mengurangsi konsumsi plastik, mengkampanyekan spot-spot terumbu karang yang baik untuk dijelajahi dan dipertahankan, dan tentu saja dilakukan dengan bertanggung-jawab – tanpa meninggalkan kerusakan, mengambil dan menyebarkan pesona keindahannya”
Pulau Bangka menjadi tempat pelaksanaan gerakan penyelamatan terumbu karang Indonesia di kegiatan Coral Day bukan hanya karena potensi wisata lautnya yang besar, namun ancamannya yang juga tinggi.
“Bangka sebagai pulau kecil harus diselamatkan dari menangkal ancaman penjarahan pengrusakan karang sampai beroperasinya pertambangan yang berdampak ke laut,” kata Kaka Slank.
“Dalam rangka Coral Day ini, Pemerintah Daerah Minahasa Utara akan mendukung kebijakan daerah perlindungan laut dalam bentuk Peraturan Desa, guna mendukung usaha perlindungan terumbu karang,” kata Vonny Panambunan, Bupati Minahasa Utara.
Acara Coral Day 2017 didukung sepenuhnya oleh PT Tozy Sentosa, perusahaan ritel, melalui program “WE CARE, PEDULI TERUMBU KARANG : RESTORASI TERUMBU KARANG PULAU BANGKA, SULAWESI UTARA” yang dilaksanakan di 16 toko Centro – Parkson selama ± 4 bulan dari 27 April hingga 22 Agustus 2017 melalui penjualan kupon senilai Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah).
Kepulauan KITABANGGA merupakan pulau kecil yang sangat rentan akan kerusakan ekosistem. , jika salah satunya rusak, efek dominonya berlanjut, seperti kKerusakan terumbu karang akan berlanjut pada turunnya ekonomi masyarakat, sebab nilai ekonomi satu hektar terumbu karang yang setiap tahunnya memberiakan ‘jasa-jasa’ bagi manusia senilai rata-rata 130 ribu -1,2 juta US Dolar atau dDari 1 km2 terumbu karang yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan 1.200 orang di wilayah pesisir setiap tahun.
Diharapkan dengan adanya acara Coral Day ini bisa membangkitkan semangat masyarakat kepulauan KITABANGGA, wisatawan, turis, media, sekolah, pemerintah dan semua pihak, untuk bersatu dalam gerakan melindungi dan menyelamatkan sumber daya alam di kepulauan KITABANGGA. Sejak Coral Day pertama, lembar Facebook Indonesia for Coral Day telah memiliki lebih dari 3.000 fans. Tahun ini diluncurkan pula akun twitter-nya. Yayasan Suara Pulau selama ini juga menjalin kerjasama dengan mitra-mitra sukarelawan yang tersebar di seluruh pelosok dunia. Mereka sebagian besar adalah pemuda dan pemudi yang peduli dengan kelestarian alam laut dan pelaku olahraga selam bertanggung-jawab. (***/rds)