Airmadidi-Komisi B DPRD Minahasa Utara (Minut) kembali menggelar rapat dengar pendapat (Hearing) terkait permasalahan pada pelebaran jalan nasional di Kecamatan Kema, yang digelar di ruang sidang DPRD Minut, Senin (22/5/2017).
Kali ini, Ketua Komisi B Drs Moses Corneles, Wakil Ketua Joseph Dengah, serta anggota Altje Polii, Jimmy Mekel, Nonna Rimporok, Sienko Ticoalu, dan Julita Karuntu, menghadirkan pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) wilayah XI, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badai dan masyarakat Desa Kema II dan Desa Kema III Kecamatan Kema.
Dalam hearing tersebut, pihak BPJN wilayah XI bersikukuh bahwa proses pembangunan serta pelebaran jalan dilaksanakan setelah ada Surat Bupati Minut tahun 2015 Sompie Singal, tertanggal 20 Februari 2015 ditujukan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, yang menjelaskan bahwa pembebasan jalan Kema-Rumbia sudah tidak bermasalah.
“Kedudukan kami sebagai instansi teknis yang menangani pelaksanaan jalan nasional di Sulut dan Gorontalo. Terkait tuntutan masyarakat, perlu kami jelaskan, sebelum kami melaksanakan kontrak ini, sudah dilakukan sosialisasi dan sudah ada pernyataan dari Bupati Minut bahwa tidak ada masalah terkait pembebasan lahan. Setelah surat tersebut terbit 20 Februari, kontrak kerja baru kami dilaksanakan pada 21 Agustus 2015, setelah ada jaminan dari pemerintah daerah,” ujar Kepala Satuan Kerja (Kasatker) I Ruddy Waani didampingi PPK IX, Decky Umboh.
Lanjut Waani sebelum ada surat dari Bupati Minut, juga telah ada surat persetujuan tanggal 18 Februari 2015, menyatakan tidak ada tuntutan dari masyarakat Jaga V Desa Kema II, Jaga 13 Desa Kema III, dan Jaga 1 Desa Lansot.
“Sudah dijelaskan pula bahwa tidak ada biaya untuk pembebasan lahan terkait pelebaran jalan tersebut. Dan intinya dalam surat tersebut, masyarakat pemilik lahan menerima pelaksanaan pelebaran jalan desa ini,” sambungnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum LSM Badai Frangki Barens membantah jika para pemilik lahan membuat surat pernyataan untuk pelebaran jalan dan menuding kalau surat Bupati Minut tertanggal 20 Februari 2015, adalah biang kerok (sumber) dari masalah ini.
“Kami juga pertanyakan mantan Camat Kema, dia yang lakukan sosialisasi. Perlu kami sampaikan, yang datang saat itu bukan pemilik tanah. Ini aneh kok bisa ada pengadaan tanah. Harapan kami, walaupun ini bupati yang baru, tapi jabatannya melekat untuk mempertanggungjawabkan surat bupati yang sebelumnya,” kata Barens.
Ketua Komisi B Drs Moses Corneles dalam tanggapannya menilai sesuai dengan surat pemberitahuan Bupati Minut bahwa pembebasan lahan untuk pelebaran nasional dari Girian-Kema-Rumbia sudah selesai dalam arti bahwa persoalan ganti rugi merujuk surat bupati.
“Jadi kami menghargai teman-teman LSM yang meminta supaya ada ganti rugi, tentunya ini kami akan tanyakan kepada Pemkab Minut yang mengeluarkan surat ini. Kami akan memilah sehingga mengerucut persoalan ini. Kalau yang dicurigai LSM bahwa dana pembebasan lahan ada namun dananya dirampok, akan kami periksa di APBD Minut. Kalau ada pos dana untuk pembebasan lahan lalu dananya tidak disalurkan maka itu telah terjadi penggelapan dana negara,” kata Corneles, seraya menunda hearing pada Rabu (24/5/2017) sekaligus mengundang Bupati Minut Vonnie Panambunan.(findamuhtar)