
MANADO – dahulu tidak pernah terpikirkan kalau Manado, kota yang dikenal sebagai kota ”religius” kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradapan social ini akan mengalami hal-hal yang terkesan kurang manusiawi. Sejak mulai berkembang secara pesat sekitar sepuluh tahun lalu, tanda-tanda menuju kearah kota kurang manusiawi ini mulai kentara. Anak-anak sengaja dibiarkan orang tuanya terlunta-lunta mencari nafkah sendiri dijalanan, meskipun pada awalnya baru dibeberapa tempat saja seperti di pusat kota pasar 45 manado, yang kemudian kini mulai menyebar merata dihampir pusat-pusat keramaian.
Aktivitas mereka hanyalah duduk-duduk di pinggiran jalan, meminta belas kasihan orang lain, sementara pada malam harinya mereka tidur diemperan, tanpa diperhatikan sama sekali oleh keluarga mereka . Memang pemerintah kota Manado beberapa kali melakukan penertipan terhadap anak-anak jalanan ini, namun sayang karena kurang rutinnya kegiatan tersebut membuat anak-anak ini tidak menjadi jera, bahkan jumlah mereka makin bertambah. Menurut beberapa pengamat social, ada dua factor penyebab berkembannya anak-anak jalanan di kota Manado.
Pertama sengaja dilepas orang tua atau keluarga, dengan maksud mengeksploitasi kekurangan/kecacatan anak untuk mendapat uang atau materi lainnya. Biasanya hal ini dilakukan mulai pagi hari kemudian malamnya anak tersebut diambil untuk dibawa pulang. Factor yang kedua orang tua atau keluarga tidak mampu lagi merawat anak sehingga dibiarkan berkeliaran begitu saja. Sang anak terpaksa mencara tempat-tempat keramaian untuk bias bertahan hidup dengan berharap belas kasihan orang lain.
Pada umumnya warga manado masih memberikan toleransi dan kasih sayang yang tinggi terhadap anak-anak ini, sehingga mendorong warga untuk memberikan sedekah. Kondisi ini kemudian tanpa disadari memberi dampak kurang baik bagi anak tersebut yang pada akhirnya dia makin menjadi ketagihan dan senang hidup dengan caranya hidupnya itu.