Rinondoran—Dua perwakilan PT Meares Soputan Mining dan PT Tambang Tondano Nusajaya (MSM/TTN), Victor Malonda selaku Manager Government Relation dan Permitting dan Jono sebagai Manager Community Relation hanya bisa mendengar keluhan masyarakat lingkar tambang. Pasalnya keduanya mengaku tidak dapat mengambil keputusan ketika melakukan dialog dengan sejumlah perwakilan masyarakat lingkar tambang yang melakukan aksi pemblokiran pintu masuk perusahaan, Senin (14/1) pagi.
“Terus terang dalam dialog ini kami tidak bisa mengambil ataupun memutuskan apa-apa, karena kami tidak memiliki wewenang untuk itu. Jadi kami hanya bisa mendengar dan nanti akan kami sampaikan ke Management PT MSM dan PT TTN,” kata Malonda.
Hal senada juga dikatakan Jono yang selama ini selalu berhubungan dengan masyarakat lingkar tambang soal bantuan maupun pemberdayaan masyarakat. Dimana ia mengaku, aksi yang dilakukan masyarakat tidak akan mempengaruhi program Community,
“Memang ada program yang belum jalan, mengingat tiap desa berbeda masalahnya. Tapi semua yang dikeluhkan masyarakat sudah disampaikan ke management dan semua itu diptuskan oleh mereka. Saya tidak diberikan kewenangan apa-apa selain mengurus masalah Community semata dan kedatangan saya kesini bukan kapasitas memutuskan apa-apa,” kata Jono.
Dalam dialog ini sendiri terungkap jika pihak PT MSM dan PT TTN hanya berkomunikasi dengan Hukumtua yang notabene tidak melibatkan warganya. Seperti pemberian bantuan Rp10 juta dari pihak perusahaan dan semen yang hanya digunakan sendiri oleh Hukumtua Rondor.
Juga bantuan bak air yang digunakan sendiri oleh Hukumtua untuk peternakan babi, sehingga warga tidak bisa memanfaatkan air tersebut. Bahkan dana insentif yang diberikan PT MSM dan PT TTN kepada tiap Hukumtua tiap bulan sebesar Rp2 juta juga dipertanyakan warga karena dinilai hanya aparat desa yang diperhatikan perusahaan.
Sementara itu, aksi pemblokiran jalan masuk perusahaan di Fox Road Desa Rinondoran dan Pos Alfa di Desa Wineru Kecamatan Likupang Timur ini dilakukan warga dari pukul 5.00 Wita. Dimana warga yang terdiri dari 11 desa dan 3 kelurahan ini tidak mengijinkan para karyawan maupun kendaraan lain memasuki areal perusahaan sampai tuntutan mereka mendapat respon dari perusahaan.(enk)