Manado – Akademisi Unsrat dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Mahyudin Damis menilai bahwa peran media sebagai kontrol sosial sudah tidak terlihat lagi menjelang tahun Pemilu 2014. Menurutnya, media baik cetak maupun elektronik sekarang ini lebih mengedepankan pihak yang membayar dalam pembuatan suatu berita, sehingga fungsi kontrol hilang.
Dijelaskan Damis, seharusnya media melihat caleg yang jelas visi dan misinya, tetapi sekarang yang terjadi adalah siapa yang membayar dialah yang diambil beritanya. “Koran-koran lokal di tahun politik kini menjadi predator. Caleg dari berbagai parpol harus membayar jika wajahnya ingin dimuat dalam koran itu. Tak ada visi dan misi yang jelas yg hendak dipaparkan ke publik. Dimana tujuan mulia pers itu, hendak mencerdaskan kehidupan bangsa?” terang Damis.
Meskipun demikian, menurut Syariffudin Saafa, mantan pekerja pers yang kini anggota DPRD Manado, hal tersebut adalah wajar karena sebagai sebuah industri media juga membutuhkan pemasukan lewat iklan dan advetorial sehingga wajar saja jika caleg yang bisa membayar tarif iklanlah yang bisa mendapatkan tempat di halaman media tersebut. “Wajah media itu selalu ada dua, informatif-edukatif dan industri kapitalis,” jelas mantan wartawan radio ini.
Posisi media yang dinilai lebih pro kepada caleg dengan modal besar tanpa visi dan misi yang jelas turut dikritisi oleh Abdul Rahman Musa, pakar hukum dari Unsrat ini mengatakan bahwa media haruslah seimbang dan menjunjung tinggi nilai-nilai pers.
“Meskipun ada unsur bisnis tetapi media haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai pers sehingga fungsi kontrolnya tetap jalan,” tutur Musa.
Mahyudin kemudian mengingatkan agar media tetap berada dalam jalurnya sesuai dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan kode etik Dewan Pers agar fungsi kontrol media tetap jalan sebagaimana mestinya. (tr-01)