Oleh : DR Jerry Massie MA, Ph.D (Ketua Dewan Pakar We Love Jokowi)
Nama Jokowi kian populer dan bersinar. Kendati, pemilihan presiden (pilpres) masih tersisa 2 tahun lagi. Sosok bersahaja, low profile, humble, ramah serta murah senyum menjadi daya pikat mantan Walikota Solo ini. Strong leadership-nya begitu kuat, mulai dari keputusan-keputusan yang diambilnya yang berpihak pada rakyat khususnya kelompok marjinal.
Tak dapat dipungkiri, brand image and market brand selama ini Jokowi terus meroket. Bukan hanya itu saja, kepemimpinannya terus menjadi buah bibir masyarakat. Magnet Jokowi dengan “simple life” mampu menarik simpati para voters. Dan ini pernah dilakukanya pada pilpres lalu dari 497 kabupaten/kota dan 33 provinsi dirinya berhasil meraih dukungan sebanyak 53,15% atau 70.633.576 suara.
Kendati pun dirinya kerap dicibir, difitnah, dihina namun tak membuat Jokowi patah arang dan bergeming. Ini adalah bagian game politik dari kelompok Seracen. Tujuannya tak lain untuk menjatuhkan reputasi Jokowi. Buktinya, sejumlah lembaga survey merilis Jokowi masih unggul baik tingkat elektabilitas, akseptabilitas sampai popularitas.
Survey Poltracking pada November lalu, Jokowi masih unggul 53 persen sedangkan Prabowo meraup 33 persen. Selain itu survei terkait kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi, yakni 68 persen dan Wapres Jusuf Kalla 64 persen. Untuk mantan Presiden SBY Bambang Yudhoyono (SBY) jelang Pemilu 2009, angkanya mencapai 60 hingga 70 persen. Hal ini tentu saja menjadi keuntungan beliau jelang pilpres.
Empat kandidat pesaingnya adalah Agus Harimurti Yudhoyono (3,6 persen), Gatot Nurmantyo (3,2 persen), dan Anies Rasyid Baswedan (2,8 persen).
Nama-nama ini diprediksi bisa menjadi penantang kuat dan lawan Jokowi. Pasalnya, nama mereka mulai dikaitkan-kaitkan dengan Pilpres 2019.
Sedangkan survei Indo Barometer, menempatkan Jokowi meraih sebanyak 61,8 persen responden menginginkan Jokowi kembali menjadi presiden. Sedangkan yang tidak menginginkan dia kembali 23,6 persen. Dan yang tidak tahu atau tidak menjawab 14,7 persen. Tapi kapan saja ini bisa berubah. Namun penulis lihat potensi menang Jokowi cukup besar. Apalagi sowan dan silahturahmi sang Presiden ke daerah-daerah akan sangat berpengaruh bagi elektabilitasnya.
Jelang Tahun Politik
Sejumlah isu SARA bakal dimainkan oleh para seteru Jokowi untuk menyalib dia. Kemenangan lewat isu SARA terjadi di Jakarta saat Gubernur Ahok ditumbangkan Anies Baswedan dengan pola gim politik ala Seracen. Isu ini ternyata ampuh dimana total keseluruhan suara di Provinsi DKI Jakarta, pasangan Ahok – Djarot memperoleh 2.350.366 suara atau sekitar 42.04 persen, sedangkan pasangan Anies-Sandi 3.240.987 atau sekitar 57.96 persen suara.
Gaya ini coba dimainkan untuk Pilkada Jabar (33 juta pemilih), Jatim (30 juta pemilih) dan Jateng (28 juta pemilih). Serangan SARA buntutnya pada pilpres 2019. Pola dan strategi inilah yang akan dimainkan lawan politik Jokowi. Tapi isu nasional, NKRI, pancasila dan kebhinekaan ala Jokowi mampu menghadang counter attack saingannya.
Sasaran Utama Sang Presiden
Grand design dan master plan pembangunan yang dikerjakannya baik itu, short term goal (sasaran jangka panjang) mid term goal (sasaran jangka menengah and long term goal (sasaran jangka panjang) presiden untuk Indonesia layak diapresiasi. Hal ini bisa dibilang suatu pencapaian luar biasa dari sebelumnya.
Terkait pembangunan infrastruktur, Jokowi masih unggul dari presiden terdahulu. Misalkan, baru 3 tahun Presiden Jokowi menjabat sudah 568 Km jalan yang dibangunnya. Dibandingkan dengan mendiang Presiden Soeharto dalam 31 tahun masa jabatannya hanya membangun 490 Km jalan. Begitu pula dengan SBY 10 tahun berkuasa hanya 212 km jalan yang dibangun, Megawati 2 tahun 34 km. Inilah luar bisanya Jokowi.
Belum lagi untuk anggaran APBN selama ini desa-desa tak diperhitungkan namun anggaran desa dari tahun ke tahun terus naik tahun 2015 (Rp 20 triliun), Tahun 2016 (Rp 46,9 Triliun) atau 6,5 persen total APBN, tahun 2017 (Rp 60 triliun). Belum lagi kalau tidak berubah anggaran dana desa untuk APBN 2018 yakni, Rp 2221 triliun naik 100 persen yang mencapai Rp 120 triliun.
Untuk anggaran pendidikan masih tetap 20 persen, Kesehatan 5 persen, kepolisian naik menjadi Rp 95,0 triliun, Kemenhan Rp 107 triliun, Kemenag Rp 62,1 triliun, PUPR Rp 107,3 triliun. Jadi pos finansial diatur sudah tepat sasaran sesuai kebutuhan dari masing-masing lembaga. Ini merupakan goverment policy yang baik dan smart dari Jokowi.
Ada istilah : Leadership is not a position but an action” (Kepemimpinan adalah bukan posisi tapi tindakan). Dan ini ditunjukan oleh presiden kita. Dirinya bukan hanya small talk (basa-basi) atau no action talk only (tidak ada tindakan hanya bicara). Akan tetapi, apa yang dibuatnya mampu membungkam para lawan-lawan politiknya. Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta ini membuat mereka terkesima dan terperangah menyaksikan aksinya tersebut.
(***/JerryPalohoon)
Oleh : DR Jerry Massie MA, Ph.D (Ketua Dewan Pakar We Love Jokowi)
Nama Jokowi kian populer dan bersinar. Kendati, pemilihan presiden (pilpres) masih tersisa 2 tahun lagi. Sosok bersahaja, low profile, humble, ramah serta murah senyum menjadi daya pikat mantan Walikota Solo ini. Strong leadership-nya begitu kuat, mulai dari keputusan-keputusan yang diambilnya yang berpihak pada rakyat khususnya kelompok marjinal.
Tak dapat dipungkiri, brand image and market brand selama ini Jokowi terus meroket. Bukan hanya itu saja, kepemimpinannya terus menjadi buah bibir masyarakat. Magnet Jokowi dengan “simple life” mampu menarik simpati para voters. Dan ini pernah dilakukanya pada pilpres lalu dari 497 kabupaten/kota dan 33 provinsi dirinya berhasil meraih dukungan sebanyak 53,15% atau 70.633.576 suara.
Kendati pun dirinya kerap dicibir, difitnah, dihina namun tak membuat Jokowi patah arang dan bergeming. Ini adalah bagian game politik dari kelompok Seracen. Tujuannya tak lain untuk menjatuhkan reputasi Jokowi. Buktinya, sejumlah lembaga survey merilis Jokowi masih unggul baik tingkat elektabilitas, akseptabilitas sampai popularitas.
Survey Poltracking pada November lalu, Jokowi masih unggul 53 persen sedangkan Prabowo meraup 33 persen. Selain itu survei terkait kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi, yakni 68 persen dan Wapres Jusuf Kalla 64 persen. Untuk mantan Presiden SBY Bambang Yudhoyono (SBY) jelang Pemilu 2009, angkanya mencapai 60 hingga 70 persen. Hal ini tentu saja menjadi keuntungan beliau jelang pilpres.
Empat kandidat pesaingnya adalah Agus Harimurti Yudhoyono (3,6 persen), Gatot Nurmantyo (3,2 persen), dan Anies Rasyid Baswedan (2,8 persen).
Nama-nama ini diprediksi bisa menjadi penantang kuat dan lawan Jokowi. Pasalnya, nama mereka mulai dikaitkan-kaitkan dengan Pilpres 2019.
Sedangkan survei Indo Barometer, menempatkan Jokowi meraih sebanyak 61,8 persen responden menginginkan Jokowi kembali menjadi presiden. Sedangkan yang tidak menginginkan dia kembali 23,6 persen. Dan yang tidak tahu atau tidak menjawab 14,7 persen. Tapi kapan saja ini bisa berubah. Namun penulis lihat potensi menang Jokowi cukup besar. Apalagi sowan dan silahturahmi sang Presiden ke daerah-daerah akan sangat berpengaruh bagi elektabilitasnya.
Jelang Tahun Politik
Sejumlah isu SARA bakal dimainkan oleh para seteru Jokowi untuk menyalib dia. Kemenangan lewat isu SARA terjadi di Jakarta saat Gubernur Ahok ditumbangkan Anies Baswedan dengan pola gim politik ala Seracen. Isu ini ternyata ampuh dimana total keseluruhan suara di Provinsi DKI Jakarta, pasangan Ahok – Djarot memperoleh 2.350.366 suara atau sekitar 42.04 persen, sedangkan pasangan Anies-Sandi 3.240.987 atau sekitar 57.96 persen suara.
Gaya ini coba dimainkan untuk Pilkada Jabar (33 juta pemilih), Jatim (30 juta pemilih) dan Jateng (28 juta pemilih). Serangan SARA buntutnya pada pilpres 2019. Pola dan strategi inilah yang akan dimainkan lawan politik Jokowi. Tapi isu nasional, NKRI, pancasila dan kebhinekaan ala Jokowi mampu menghadang counter attack saingannya.
Sasaran Utama Sang Presiden
Grand design dan master plan pembangunan yang dikerjakannya baik itu, short term goal (sasaran jangka panjang) mid term goal (sasaran jangka menengah and long term goal (sasaran jangka panjang) presiden untuk Indonesia layak diapresiasi. Hal ini bisa dibilang suatu pencapaian luar biasa dari sebelumnya.
Terkait pembangunan infrastruktur, Jokowi masih unggul dari presiden terdahulu. Misalkan, baru 3 tahun Presiden Jokowi menjabat sudah 568 Km jalan yang dibangunnya. Dibandingkan dengan mendiang Presiden Soeharto dalam 31 tahun masa jabatannya hanya membangun 490 Km jalan. Begitu pula dengan SBY 10 tahun berkuasa hanya 212 km jalan yang dibangun, Megawati 2 tahun 34 km. Inilah luar bisanya Jokowi.
Belum lagi untuk anggaran APBN selama ini desa-desa tak diperhitungkan namun anggaran desa dari tahun ke tahun terus naik tahun 2015 (Rp 20 triliun), Tahun 2016 (Rp 46,9 Triliun) atau 6,5 persen total APBN, tahun 2017 (Rp 60 triliun). Belum lagi kalau tidak berubah anggaran dana desa untuk APBN 2018 yakni, Rp 2221 triliun naik 100 persen yang mencapai Rp 120 triliun.
Untuk anggaran pendidikan masih tetap 20 persen, Kesehatan 5 persen, kepolisian naik menjadi Rp 95,0 triliun, Kemenhan Rp 107 triliun, Kemenag Rp 62,1 triliun, PUPR Rp 107,3 triliun. Jadi pos finansial diatur sudah tepat sasaran sesuai kebutuhan dari masing-masing lembaga. Ini merupakan goverment policy yang baik dan smart dari Jokowi.
Ada istilah : Leadership is not a position but an action” (Kepemimpinan adalah bukan posisi tapi tindakan). Dan ini ditunjukan oleh presiden kita. Dirinya bukan hanya small talk (basa-basi) atau no action talk only (tidak ada tindakan hanya bicara). Akan tetapi, apa yang dibuatnya mampu membungkam para lawan-lawan politiknya. Bahkan, mantan Gubernur DKI Jakarta ini membuat mereka terkesima dan terperangah menyaksikan aksinya tersebut.
(***/JerryPalohoon)