Manado – Owner itCenter Jimmy Asiku memiliki parameter sederhana mengukur perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Kota Manado. Apa itu?
“Kemacetan,” ujar pengusaha muda itu pada sejumlah pewarta. Dia duduk sebagai narasumber dalam diskusi non formal akhir tahun yang diprakarsai Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Manado, Senin (31/12) siang di Kompleks Jalan Roda, Pasar 45.
Bukankah kemacetan adalah juga pertanda kurang efektif dan efisiennya penataan kota? Jimmy tidak menarik simpulan dari sudut pandang tersebut.
“Lihat kemacetan berarti orang punya tujuan menuju ke mana, mayoritasnya belanja dan itu berarti masyarakat kita sejahtera, pertumbuhan ekonominya di atas rata-rata,” tandasnya.
Memandang Manado kini adalah etalase bisnis dengan pasar dalam dan luar daerah, dibenarkan dirinya. Apalagi pada periode-periode tertentu, yang datang belanja ke ibukota Sulut ini tak hanya warganya sendiri, tapi ada juga dari luar kota, bahkan luar provinsi. Ini yang menyebabkan perputaran uang di Manado cukup tinggi.
“Warga dari Maluku bahkan Papua datang belanja di sini,” ujar Jimmy.
Sebagai tanda awas, dia mengingatkan 3 indikator “masalah” pereknomian pada 2013; kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga bahan bakar minyak serta pertambahan nilai upah minimum provinsi.
“Makanya pengusaha perlu melihat mana yang harus ada efisiensinya,” imbuh Jimmy.(alf)