Manado, BeritaManado.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merespon serius dugaan kasus penganiayaan terhadap 5 remaja warga Kelurahan Perkamil dan Ranomuut, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado, yang diduga dilakukan 20 lebih anggota Sabhara yang bertugas di Polda Sulut.
Respon serius dibuktikan dengan kedatangan Fajar Putra, Asisten Anak Berhadapan Hukum KPAI, di Manado untuk mencari informasi tambahan dari para korban dan orang tua terkait penganiayaan tersebut.
“Kami ditugaskan negara turun langsung ke Manado mencari informasi tambahan dari anak-anak dan orang tua korban. Ini kasus serius penganiayaan fisik,” ujar Fajar Putra didampingi Kabag Pengaduan Masyarakat KPAI, Gilang Yudi Pratama, dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Sulawesi Utara, Adv. E.K Tindangen SH kepada BeritaManado.com di rumah kopi K.8, Manado, Rabu (28/3/2018) sore.
Saking serius Fajar Putra berjanji akan membawa rekomendasi kasus ini kepada Kompolnas dan Divisi Propam Mabes Polri.
“Kami akan follow-up ke Kompolnas sebagai suatu lembaga yang mengawasi kerja kepolisian, selanjutnya ke Divisi Propam Mabes Polri. Lalu juga Ketua LPAI Kak Seto sudah datang tapi belum ada tindaklanjut. Mudah-mudahan rekomendasi kami menjadi perhatian serius di pusat,” tandas Fajar Putra.
Ketua LPAI Sulut, Adv. E.K Tindangen SH, memberi apresiasi atas respon positif KPAI pusat menindaklanjuti kasus penganiayaan terhadap 5 anak di bawah umur yang dilakukan puluhan polisi Sabhara.
“Tentu kami sangat berterima-kasih atas respon serius KPAI pusat langsung datang ke Manado. Seperti disampaikan pak Fajar Putra bahwa ini kasus serius siap dibawa ke Kompolnas dan Divisi Propam Mabes Polri mudah-mudahan dapat ditindaklanjuti,” tukas Tindangen.
Sebelumnya diberitakan, Jutry Tumimomor, orang tua dari Yekeskiel Tumimor, salah-satu korban penganiayaan diduga dilakukan puluhan anggota Sabhara Polda Sulut, menampik pernyataan Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Ibrahim Tompo, SIK, MSi, yang mengatakan bahwa anak-anak dalam kondisi mabuk dan membawa senjata tajam.
Menurut Jutry Tumimomor, jika anak-anak sudah mabuk apalagi membawa senjata tajam pasti telah diproses hukum.
“Kami memahami bahwa yang disampaikan bapak Kabid Humas itu berdasarkan laporan tapi faktanya tidak seperti itu. Secara logika, jika anak-anak mabuk apalagi membawa senjata tajam pasti sudah ditahan kepolisian Sektor Tikala dan diproses hukum. Begitu pula di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) tidak ada mabuk dan senjata tajam. Jadi, mereka itu (Polisi Sabhara) jangan bohong!” ujar Jutry Tumimomor kepada BeritaManado.com, Kamis (1/2/2018) lalu, kembali diulanginya, Sabtu (10/2/2018) lalu.
Jutry Tumimomor justru mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa sesuai pengakuan korban bahwa mereka mencium aroma alkohol dari polisi sabhara yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak di bawah umur tersebut.
“Bapak Kabid Humas bilang anak-anak sudah mabuk justru sebaliknya, menurut anak-anak, mereka mencium bau alkohol dari anggota sabhara yang melakukan penganiayaan, artinya diduga mereka mabuk,” jelas Jutry.
Jutry berharap pihak Polda Sulut menuntaskan kasus penganiayaan berat ini. Menurut dia, polisi sebagai pengayom masyarakat mestinya memberikan rasa aman dan nyaman bukan sebaliknya menjadi pelaku pidana.
“Komitmen bapak Kapolda memberi raya aman dan nyaman kepada masyarakat dikotori oleh oknum-oknum polisi Sabhara ini. Jika anak-anak kami melakukan pelanggaran hukum mestinya diproses sesuai hukum, bukan dianiaya. Terbukti di Polsek Tikala tidak ditemukan senjata tajam pada anak-anak kami bahkan tidak ada bau minuman keras. Justru menurut anak-anak, oknum Sabhara yang berbau alkohol,” tukas Jutry Tumimomor kala itu.
Lanjut Jutry Tumimomor, pihaknya memiliki bukti penganiayaan melalui hasil visum yang sudah diserahkan kepada pihak kepolisian.
“Bahkan kami punya foto-foto luka lebam di wajah dan bagian tubuh lainnya dari para korban yang kami foto sendiri,” tandas Jutry.
Sebelumnya diberitakan, komitmen Kapolda Sulut, Irjen Pol Bambang Waskito, memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dikotori oleh sekelompok polisi Sabhara.
Pasalnya, lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut diduga telah menganiaya 5 remaja warga Perkamil dan Ranomuut, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado.
Ke-5 korban adalah Yeheskiel Tumimomor, Reza Walla, Brilian Karisoh, Daniel Kalalo dan Frangke Pelengkahu.
Diceritakan korban Yeheskiel Tumimomor didampingi Jutry Tumimomor, ayah korban, kepada BeritaManado.com di rumah kediaman mereka di Kelurahan Ranomuut, Lingkungan 5, Kamis (1/2/2018), kejadiannya hampir dua bulan lalu yakni, Rabu 13 Desember 2017, sekitar pukul 02.00 WITA dinihari.
Tempat kejadian pemukulan di sekitar Supermarket Perkamil Jaya dan Perumahan Malendeng Residence.
Korban Yeheskiel Tumimomor bersama 4 orang temannya, warga Perkamil, diduga mengalami penganiayaan berat yang dilakukan lebih dari 20 polisi Sabhara Polda Sulut.
Kejadian berawal ketika korban bersama 5 temannya berboncengan menggunakan 3 sepeda motor begadang semalaman melintasi jalan Perkamil, sementara mengendarai tiba-tiba datang pengendara motor lain yang coba menyerempet motor korban. Secara spontan mereka berteriak, setelah itu pengendara motor yang menyerempet menghilang.
Polisi Sabhara yang berjumlah 20 orang lebih yang kebetulan berada di Polsek Tikala samping SMA Negeri 4 Perkamil mendengar teriakan korban. Korban bersama temannya diikuti hingga Supermarket Perkamil Jaya.
Dua orang teman korban dipanggil oknum Sabhara yang tanpa konfirmasi terkait kejadian yang baru saja terjadi langsung
melakukan penganiayaan kepada dua teman korban hingga korban masuk saluran air dekat supermarket.
Melihat dua teman mereka sudah dianiaya, korban Yeheskiel bersama seorang teman menggunakan sepeda motor langsung melarikan diri ke arah Perumahan Malendeng Residence dekat ringroad.
Bak singa yang kelaparan oknum Sabhara mengejar mereka, tepat di terowongan dekat Perumahan Malendeng Residence korban dianiaya.
Korban besama 4 teman korban dibawa ke Polsek Tikala sekitar pukul 3.00 WITA, sementara seorang teman mereka lolos dari penganiayaan karena sudah pulang saat kejadian penganiayaan. Ke-5 korban dipaksa jalan jongkok dari jalan raya hingga kantor Polsek Tikala yang berjarak puluhan meter.
Tanpa perikemanusiaan, lima korban penganiayaan ini sambil berjalan masih dianiaya, dipukul, ditendang menggunakan sepatu lars hingga gigi dari korban Yeheskiel rontok. Lima korban penganiayaan ini mengalami banyak luka di tangan, kaki hingga luka lebam di wajah.
Usai menganiaya, puluhan anggota Sabhara ini meninggalkan kantor Polsek Tikala, selanjutnya para korban ditangani anggota Polsek Tikala.
Sekitar Pukul 09.00 WITA, orang tua salah-satu korban yakni Reza Walla mendatangi Polsek Tikala. Setelah diizinkan mengambil foto, sekitar pukul 11.00 WITA, 5 korban diantar orang tua dari korban Reza Walla melapor ke Propam Polda Sulut.
Sekitar Pukul 13.00 WITA, korban Reza Walla menjalani visum et repertum di Rumah-Sakit Bhayangkara Karombasan. Orang tua Yeheskiel baru mengetahui pukul 17.00 WITA. Korban Yeheskiel divisum di Rumah-Sakit Bhayangkara pukul 23.00 WITA.
Jutry Tumimomor, mewakili orang tua para korban menyesalkan respon negatif Polda Sulut, sejak dilaporkan pada 13 Desember 2017 hingga 23 Januari 2018 belum mendapat tanggapan serius.
“Sekitar 23 Januari 2018 korban Resa Walla didampingi orang tua di-BAP di Polda. Kemudian 24 Januari lima korban mendatangi Polda. BAP penyidik ada empat orang tiga perempuan dan satu laki-laki. Mereka janjikan mediasi tapi hingga sekarang tidak dilakukan,” jelas Jutry Tumimomor.
(JerryPalohoon)