
Jakarta, BeritaManado.com – “Eligo in Summum Pontificem …..” (Saya memilih sebagai pemimpin tertinggi …..) adalah kata-kata yang tertulis pada selembar kertas suara.
Kertas suara tersebut akan dipakai oleh 133 Kardinal Pemilih, yakni mereka yang berusia di bawah 80 tahun, untuk memilih Paus atau Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik yang ke 267 dalam Konklaf yang akan dimulai pada 7 Mei 2025 di Kapel Sistina Basilika St. Petrus Vatikan.
Konklaf ini dilakukan memilih Paus baru karena Paus Fransiskus telah meninggal dunia pada 21 April 2025 lalu.
Pemilihan Paus yang baru ini diikuti oleh 133 Kardinal Pemilih dari 70 negara dengan rincian Eropa (52), Asia (23), Amerika Utara (20), Afrika (17), Amerika Selatan (17) dan Oceania (4).
Asal usul Konklaf
Kata ‘konklaf’ atau ‘conclave’ berasal dari kata Latin: cum (dengan) dan clavis (kunci).
Sebelum tahun 1274, tata cara pemilihan Paus adalah melalui konsensus para uskup dan imam dari keuskupan-keuskupan serta umat sekitar Roma.
Setelah kematian dari Paus Klemens IV, terjadi kekosongan takhta (sede vacante), maka diadakan pemilihan Paus baru.
Pemilihan diadakan di Viterbo, yang lokasinya terletak sekitar 145 km di utara kota Roma, dimana ada 19 dari 20 Kardinal Pemilih yang ambil bagian.
Pemilihan ini berlangsung hampir tiga tahun, yakni November 1268 sampai dengan September 1271.
Viterbo dipilih karena dianggap lebih aman dari pada kota Roma, yang ketika itu dilanda konflik, kekerasan dan kekacauan.
Paus Aleksander memindahkan takhta kepausan ke Viterbo pada 1257 dan Roma ditinggalkan sebagai residensi Paus selama 24 tahun.
Baru pada tahun 1281 takhta kepausan kembali ke Roma. Pemilihan Paus di Viterbo ini merupakan pemilihan Paus terlama dalam sejarah Gereja Katolik.
Saat itu, terjadi kebuntuan, dimana hal ini disebabkan oleh pertarungan politik antara para Kardinal yang pada akhirnya terpilih Paus Gregorius X melalui kompromi.
Apa yang sebenarnya terjadi? Setelah lebih dari satu tahun seorang Paus baru tidak kunjung terpilih maka penduduk dan pemerintah kota, yang bertanggung jawab atas antara lain makanan dan tempat tinggal, merasa frustrasi lalu mengurung para kardinal di dalam ruangan dengan kunci (cum clave).
Mereka juga membatasi makanan para Kardinal hanya dengan roti dan air serta mencopot atap Palazzo dei Papi (Istana para Paus), dimana pemilihan berlangsung.
Ini merupakan upaya mereka untuk memaksa para Kardinal membuat keputusan tentang siapa yang dipilih menjadi Paus.
Dalam kurun waktu itu ada tiga Kardinal meninggal dan satu mengundurkan diri.
Setelah itu, Paus Gregorius X mempromulgasikan suatu surat resmi yakni bulla “Ubi Periculum” pada 7 Juli 1274, yang menetapkan konklaf dan aturan-aturannya untuk memilih Paus baru.
Pemilihan Paus pertama yang berpedoman pada aturan-aturan ini, antara lain di ruangan yang terkunci rapat (cum clave), bersifat rahasia dan terbebas dari pengaruh-pengaruh luar dan intervensi pribadi atau politik.
Hal itu dipandang sebagai konklaf pertama, dimana hal ini dimaksudkan agar para Kardinal fokus pada tugas memilih pemimpin Gereja yang baru, tanpa intervensi dari luar.
Pastor Johanis Mangkey MSC, kepada BeritaManado.com, Rabu (7/5/2025), mengatakan bahwa sebelum Konklaf ada Pertemuan Pra-Konklaf atau biasa disebut dalam Bahasa Inggris General Congregation.
Pada 1970, Paus Paulus VI membatasi jumlah Kardinal Pemilih, yakni mereka yang berusia di bawah 80 tahun.
Prosedur pemilihan sekarang sedikit dimodifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI dan Paus Fransiskus.
Misalnya, sebelum konklaf resmi, yang hanya diikuti oleh para Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun, semua Kardinal, termasuk yang berusia di atas 80 tahun, mengadakan pertemuan Pra-Konklaf yang disebut General Congregation.
Agenda ini untuk merefleksikan tentang keadaan Gereja dan tantangan-tantangan yang dihadapi di dunia serta kebutuhan dan harapan ke depan.
Topik-topik yang didiskusikan adalah komitmen untuk terus melawan pelecehan, transparansi ekonomi/keuangan, reorganisasi kuria, sinodalitas, komitmen pada perdamaian dan kepedulian pada ciptaan dan lingkungan, evangelisasi, perang dan konflik global, panggilan untuk imamat dan hidup membiara, pelayanan bagi orang miskin dan para migran dan lain sebagainya.
Konklaf hari pertama pada 7 Mei 2025 ini dihadiri 133 dari 135 Kardinal Pemilih, dimana 2 Kardinal menyatakan tidak bisa mengikuti Konklaf karena alasan kesehatan.
“Konklaf hari pertama ini dimulai pada pukul 10.00 (waktu Vatikan), dimana para Kardinal berkumpul untuk Misa “Pro Eligendo Romano Pontefice” (untuk memilih pemimpin Gereja Roma) di Basilika St. Petrus Vatikan. Selanjutnya sekitar pukul 16.15, para Kardinal pemilih berkumpul di Kapel Paulus di Istana Apostolik untuk mendoakan Litani Para Kudus. Setelah itu baru menuju Kapel Sistina,” ungkap Pastor Johanis Mangkey MSC.
Di sini, para Kardinal mengambil sumpah untuk mengemban tugas perutusan seturut Petrus (munus petrinum) apabila terpilih menjadi Paus.
Sebelumnya sudah diangkat sumpah untuk tidak menceritakan apa saja yang terjadi di dalam konklaf, termasuk perolehan suara setiap kardinal, karena sanksinya adalah ekskomunikasi.
Kepala Perayaan Liturgi Kepausan akan menyerukan “Extra Omnes” yakni agar semua orang yang tidak berkepentingan dengan Konklaf untuk keluar dari Kapel Sistina.
Kardinal Raniero Cantalamessa, Pengkhotbah Emeritus keluarga Kepausan akan menyampaikan meditasi kepada para Kardinal Pemilih.
Sesudahnya, Kardinal Cantalamessa yang kini berusia 90 tahun dan Kepala Perayaan Liturgi Kepausan akan meninggalkan Kapel dan pemungutan suara dimulai sebagaimana dijadwalkan.
Pada hari pertama ini, direncanakan pemungutan suara hanya diadakan satu kali dan selanjutnya, setiap hari pemungutan suara diadakan dua kali pada pagi atau siang hari dan dua kali pada sore atau malam hari.
Apabila ada Kardinal yang tidak dapat hadir di Kapel pemilihan, misalnya karena fisik lemah, dia dapat memberikan suaranya dari dalam kamarnya, dimana petugas akan datang menjemput surat suaranya.
Pemungutan suara dilaksanakan secara rahasia dan jumlah suara yang dibutuhkan untuk dinyatakan terpilih sebagai Paus adalah dua pertiga dari jumlah pemilih.
Dalam Konklaf ini diperlukan sekurang-kurangnya 89 suara untuk keterpilihan seorang Paus.
Sesudah setiap pemungutan suara maka surat-surat suara dikumpulkan dan dibakar dan apabila seorang Paus belum terpilih maka surat-surat suara akan dibakar dengan dicampur bahan kimia untuk menciptakan asap hitam.
Sebaliknya, jika seorang Paus sudah terpilih dan ia menerima hasilnya, surat-surat suara akan dibakar dengan dicampur bahan kimia untuk menciptakan asap putih, yang menandakan kepada dunia bahwa seorang Paus baru sudah terpilih.
“Sepanjang sejarah, pemilihan Paus pernah berlangsung dalam beberapa jam atau hari atau bulan atau bahkan tahun,” kata Pastor Johanis Mangkey.
Setelah menyatakan kesediaan untuk menerima hasil pemilihan, maka Paus baru akan berali tempat ke sebuah ruangan ke Ruang Ratapan atau Air Mata (Sala di Pianto).
Ruangan ini terletak di dekat Kapel Sistina dan di tempat ini Paus terpilih akan mengenakan pakaian kepausan yang telah tersedia dalam tiga ukuran yaitu S, L dan XL, sesuai perawakannya.
Di ruang ini, Paus terpilih akan duduk merenungkan akan tugas dan tanggung jawabnya yang baru untuk menggembalakan 1,4 milyar umat Katolik se-dunia.
Terkait takhta kepausan, dalam sejarahnya tercatat tidak selalu berada di Kota Roma, dimana ada dua periode sejarah Gereja yang cukup signifikan saat Paus tinggal dan memerintah dari luar Kota Abadi Roma.
Selama 68 tahun pada abad ke-14 (1309 – 1376), para Paus tinggal di Avignon, Perancis, dikarenakan adanya konflik natara kepausan dan monarki Perancis.
Kemudian ada juga Viterbo yang terletak sekitar 145 km di utara Kota Roma, dimana pernah menjadi tempat kedudukan Paus selama 24 tahun (1257 – 1281), dikarenakan adanya konflik besar antara keluarga Guelps dan Ghibellines yang ikut mempengaruhi para Kardinal.
“Untu Konklaf tahun 2024 ini, ktia tunggu saja hasilnya seperti apa. Semoga Roh Kudus menuntun para Kardinal untuk memilih Paus yang baru sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Marilah kita berdoa “Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu, dan nyalakanlah api cinta-Mu di dalam hati kami. Curahkanlah Roh-Mu dan semua akan dijadikan lagi, dan baharuilah muka bumi.”
(***/Frangki Wullur)