Jakarta – Pancasila dan UUD 1945 adalah kesepakatan bersama, rujukan bersama dalam bernegara dan dalam ber-Indonesia, itu tidak boleh ditawar-tawar dan sudah menjadi harga mati.
Demikian dijelaskan Ketua MPR-RI, Zulkifli Hasan, ketika memimpin Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus 2017 di Jakarta, yang dihadiri Presiden RI, Ir Joko Widodo, dan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla.
“Mari kita simak perjalanan bangsa dan negara kita telah mekar dengan baik, tumbuh secara alami hingga kemudian dicabik-cabik oleh kolonialisme. Seiring lahirnya abad moderen dengan hadirnya paham negara kebangsaan para pendahulu mulai merumuskan ide-ide tersebut sejak era kolonial hingga kemudian 1 Juni 1945 Bung Karno mengemukakan gagasan tentang Pancasila. Sebuah gagasan luar biasa dari seorang pemimpin terbesar sepanjang sejarah,” terang Zulkifli Hasan.
Lanjut Zulkifli Hasan, setelah melalui penyempurnaan dan masukan dari panitia 9 maka lahirlah Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Rumusan Pancasila yang baku kemudian disahkan pada 18 Agustus 1945.
“Di masa revolusi UUD 1945 diganti oleh UUD RIS dan kemudian UUD sementara 1950. Di masa konstituante tak kunjung berhasil mencapai kata sepakat, sekali lagi Bung Karno menunjukkan kebesaran sebagai seorang pemimpin. Bung Karno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Dekrit diterima secara bulat oleh parlemen tanpa pertentangan sedikit pun, menunjukkan jalan dari Bung Karno yang terbaik dan menjadi jiwa seluruh kekuatan politik saat itu,” tegas Zulkifli Hasan.
Tambah Zulkifli Hasan, dalam Dekrit itu Bung Karno tak hanya menyatakan kembali ke UUD 1945, bukan kembali ke UUD 1950 yang saat itu berlaku atau kembali UUD RIS yang runtuh oleh mosi integral Naksir, tapi juga menyatakan Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan rangkaian satu kesatuan.
Sejak saat itu kita sebagai negara tak pernah mengutak utik tentang ideologi negara, falsafah negara, maupun ideologi negara Pancasila, normal ada amandemen terhadap konstitusi tapi tak pernah menyentuh Pancasila, bahkan pembukaan UUD 1945 sudah diputuskan oleh DPRGR dan MPRS agar tak boleh diutak-utik. Mengubah UUD 1945 berarti membubarkan negara.
“Kami percaya Pancasila dan UUD 1945 bukanlah palu gadah terhadap pihak yang satu pandangan, tidak satu barisan atau tidak satu partai. Dalam ber-Indonesia Pancasila dan UUD 1945 adalah muara bersama dari beragam mata air, karena itulah Pancasila disebut ideologi terbuka,” terang Zulkifli Hasan. (JerryPalohoon)