Bitung – Ketua Koperasi Bina Usaha, Sandra Lonteng terlihat kebingungan menjawab pertanyaan soal sepuluh unit kapal penangkap tuna bantuan Kementrian Perikanan dan Kelautan. Mulai dari mekanisme pembentukan koperasi, kelompok nelayan penerima hingga pengelolaan bantuan, Lonteng memberikan penjelasan berputar-putar.
Seperti peran Koperasi Bina Usaha dalam mengelola bantuan, dimana Lonteng mengaku hanya hanya mengatur alur uang masuk dari hasil penjualan ikan dari sepuluh unit kapal bantuan. “Kami hanya menangani masalah keuangan hasil penjualan ikan ke PT Deho, soal pembentukan kelompok nelayan itu Bapak Corneles Chiadi yang tahu karena dia kordinator kelompok nelayan,” kata Lonteng, Jumat (11/1).
Soal kenapa bantuan lewat PT Deho, menurutnya, kemungkin karena loby-loby dari pimpinan PT Deho kepada Kementerian Perikanan dan Kelautan sehingga bantuan bergulir ini bisa didapatkan nelayan Kota Bitung. Dimana besaran bantuan Rp5 miliar untuk pembuatan kapal penangkap tuna.
“Satu kapal seharga Rp250 juta dan tiap kelompok mendapat dua unit kapal,” katanya.
Lonteng juga terkesan bingung ketika ditanya pengesahan kelompok-kelompok nelayan penerima bantuan yang menurutnya dilakukan oleh dnas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung. Tapi ketika dijelaskan jika pengesahan kelompok nelayan dilakukan Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, Perkebunan dan Kehutanan (BP4K) Kota Bitung, ia langsung membenarkan dan meralat pernyataan sebelumnya.
Ia juga menjelaskan soal mekanisme pencairan dana Rp5 miliar yang menurutnya Kementerian Perikanan dan Kelautan mentranfer dana tersebut ke Bank Negara Indonesia cabang Manado ke rekening PT Deho. “Tapi pihak PT Deho tidak bisa mencairkan dana tersebut sebab yang berhak mencairkan dana untuk pembuatan perahu itu adalah pihak bank BNI sesuai dengan tahapan-tahapan penyelesaian,” jelasnya.
Soal hasil tangkapan kelompok nelayan, Lonteng mengaku harus dijual ke PT Deho dan tidak bisa ke perusahaan lain sesuai aturan. Mengingat pihak koperasi akan menyetorkan dana tersebut ke rekening kementerian untuk pengembalian biaya pembuatan perahu.
“Nanti setelah dana tersebut tertutupi alias lunas baru nelayan boleh memiliki kapal tersebut,” katanya.
Sementara itu, Lonteng membantah jika dirinya adalah salah satu pegawai PT Deho yang merangkap pegawai Koperasi Bina Usaha. Bahkan menurutnya, koperasi tersebut bukan koperasi karyawan PT Deho tapi murni untuk nelayan yang menangi bantuan dari kementrian.
Tapi dari informasi, Lonteng merupakan salah satu karyawan PT Deho Grup yakni staf di Amadeho. Dan ini dibenarkan mentan Lurah Girian Weru II, Benny Sagai yang mengakui jika Lonteng masih staf PT Deho.
Lebih anehnya lagi, Lonteng menunjuk Sagai sebagai Ketua Koperasi Bina Usaha tanpa melalui rapat anggota tahunan (RAT). “Memang betul di dokument koperasi saya sebagai ketua tapi ketika koperasi sudah berjalan Bapak Sagay sebagai ketua,” katanya.(enk)