
Manado, BeritaManado.com – Ketua DPRD Sulawesi Utara, dr. Fransiskus Andi Silangen, menegaskan bahwa pelantikan dan pengambilan sumpah unsur pimpinan DPRD Sulut wajib dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Sulut, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurutnya, proses pelantikan Royke Anter sebagai salah satu unsur pimpinan DPRD Sulut seharusnya telah berjalan sesuai prosedur.
“Surat dari Mendagri sudah keluar, syarat-syarat administratif telah dipenuhi, dan sudah dijadwalkan dalam Bamus. Bahkan undangan sudah disebar dan Ketua Pengadilan Tinggi sudah diberitahu dan awalnya menyatakan akan hadir,” ujar Andi Silangen beberapa waktu lalu.
Namun secara tiba-tiba, Ketua Pengadilan Tinggi berhalangan hadir dengan alasan yang belum diketahui.
Penundaan mendadak ini memicu spekulasi di tengah publik.
Apalagi, lembaga peradilan belakangan tengah menjadi sorotan terkait dugaan suap dan pengaturan perkara.
Kasus terbaru yang menyeruak ke publik adalah vonis onslag terhadap tiga korporasi besar dalam perkara CPO, yang disebut melibatkan suap hingga Rp60 miliar.
Merespons insiden ini, Partai Demokrat Sulawesi Utara melayangkan surat keberatan resmi kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan Kejaksaan Agung RI, khususnya kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) agar Direktur Penyidikan Abdul Qohar melakukan investigasi terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Sulut dan jajaran panitera.
Sekretaris Demokrat Sulut, Stendy S. Rondonuwu (SSR), menyayangkan kejadian ini.
“SK Mendagri sudah ada, artinya ini perintah undang-undang. Pelantikan unsur pimpinan DPRD harus dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi. Tidak bisa sesama pimpinan DPRD melantik, karena bersifat kolektif kolegial,” tegas legislator asal Minahasa Utara tersebut.
Ia menambahkan, berdasarkan arahan DPP Demokrat yang telah berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung, pihaknya diminta menyampaikan surat keberatan resmi guna mendorong investigasi atas insiden yang dinilai janggal tersebut.
“Demokrat Sulut mendukung penuh supremasi hukum dan program Asta Cita Presiden Prabowo, termasuk pemberantasan mafia peradilan. Namun tentu tetap menjunjung asas praduga tak bersalah,” pungkas SSR.
Insiden ini diharapkan segera mendapat kejelasan agar tidak menimbulkan polemik lebih luas di tengah masyarakat Sulawesi Utara.
(***/Jhonli Kaletuang)