Sidang Musyawarah Mengalami Jalan Buntu, KPU Sulut tetap Menolak Elly Lasut (Foto BeritaManado.Com)
Manado – Sabtu (12/9/2015) malam, Bawaslu Sulut menggelar sidang musyawarah penyelesaian sengketa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara antara pemohon Elly Engelbert Lasut dan termohon KPU Sulut. Sidang musyawarah di Hotel Sintesa Peninsula dengan agenda pembacaan kesimpulan pemohon dan termohon dimulai pukul 20:30 WITA.
Usai membacakan kesimpulan pemohon oleh kuasa hukum Febro Takaindengan SH dan pihak termohon yang dibacakan bergantian oleh seluruh komisioner KPU, pimpinan Bawaslu Sulut yang terdiri dari Herwyn Malonda, Johnny Suak dan Syamsurizal Musa memberi waktu kepada kedua pihak yang bersengketa untuk melakukan musyawarah.
Namun setelah bermusyawarah selama 55 menit dari pukul 22:15 WITA hingga pukul 23:10 WITA kedua belah pihak tidak mendapatkan kata sepakat. Pihak termohon KPU Sulut tetap menolak mengakomodir Elly Lasut sebagai calon Gubernur Sulut pada Pilkada 9 Desember 2015.
Pimpinan Bawaslu Sulut, Johnny Suak mendapatkan kesempatan dari Ketua Bawaslu Herwyn Malonda untuk memberikan tanggapan mengatakan, mengartikan bahwa sesuai pasal 24 dalam hal musyawarah tidak mencapai kesepakatan pimpinan musyawarah menuangkan hasil musyawarah dalam berita acara musyawarah.
“Kemudian lanjut pada pasal 3: keputusan sebagaimana dimaksud ayat 2 yang sudah disepakati diserahkan kepada kami kita akan mempertimbangkan keterangan pemohon, termohon, pihak terkait, lembaga pemberi keterangan, serta bukti-bukti yang dikemukan dalam musyawarah. Mau tidak mau kami harus mengambil keputusan seperti itu. Keputusan yang dimaksud pada ayat 3 ditetapkan dalam keputusan Bawaslu provinsi yang akan ditandatangani oleh ketua dan anggota,” ujar Johnny Suak.
Sebelumnya, saat membacakan kesimpulan pihak pemohon melalui kuasa hukum Febro Takaindengan mengungkapkan kesaksian dari saksi fakta, Sururudin. Saksi adalah kuasa hukum di kantor Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum Jumanto menjelaskan Jumanto yang legal standing untuk menggugat UU Nomor 1 Tahun 2015 di MK masih berstatus sebagai klien masa pembinaan sampai 30 Juni 2017.
“Bahwa dalam putusan MK tidak menyinggung tentang pembebasan bersyarat. Bahwa permohonan pemohon (Elly Lasut) memiliki status sama dengan Jumanto. Bahwa pemohon sesuai dengan putusan MK seharusnya dapat ditetapkan sebagai calon,” terang Takaindengan.
Sementara pihak termohon KPU Sulut melalui Ketua KPU Yessy Momongan yang didampingi semua komisioner KPU membacakan kesimpulan menyatakan, berdasarkan keterangan tertulis dari ahli termohon yaitu Titi Anggreini SH, MH yang merupakan ahli hukum pemilu yang telah memberikan pendapat sesuai keahlian dan pengalamannya yang dikirimkan melalui surat elektronik ke Bawaslu Sulawesi Utara tanggal 10 September 2015 diperoleh keterangan:
1. Bahwa menurut ahli narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah kategori yang masuk dalam daftar klien pemasyarakatan sebagaimana yang dimaksud pasal 1 angka 5 dan pasal 39 Undang-undang nomor 12 tahun 1995 yang sekaligus berstatus sebagai warga binaan pemasyarakatan pasal 1 angka 5 Undang-undang nomor 12 tahun 1995.
2. Bahwa menurut ahli amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 42/PUU-XIII/2015 secara eksplisit dan terang benderang menyebut dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
3. Bahwa menurut ahli narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat tidak serta merta bisa disebut sebagai mantan terpidana dikarenakan pasal 66 PP nomor 31 tahun 1999 secara jelas mengatur pembimbingan klien berakhir apabila klien bersangkutan:a. selesai menjalani masa pembimbingan, b. dicabut statusnya sebagai klien atau c. meninggal dunia.
Dengan demikian semakin meneguhkan bahwa narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat masih dikategorikan bagian dari sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur Undang-undang nomor 12 tahun 1995, artinya belum menyandang status mantan terpidana kecuali jika mantan narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat tersebut mampu membuktikan bahwa ia telah selesai menjalani masa pembimbingan sebagai klien pemasyarakatan.
4. Bahwa menurut ahli seorang narapidana yang mmendapatkan pembebasan bersyarat belumlah menjadi seorang warga negara yang telah kembali kebebasannya sebagai seorang warga negara biasa karena masih tunduk pada ketentuan dan peraturan pembinaan dari Bapas. hal ini hendak menegaskan bagaimana mungkin seorang narapidana bisa menjadi seorang kepala daerah sementara statusnya masih seorang terhukum dan kebebasan dan kemerdekaannya masih diambil dan diatur negara melalui pembinaan Bapas.
Tidak tercapai kesepakatan antara pemohon dan termohon mengharuskan Bawaslu untuk mengambil keputusan paling lambat Rabu, 16 September 2015. (jerrypalohoon)